Syaikh Jasim Muhammad Al-Muthawwi menulis makalah berjudul 'Isyruna Khatha-an Tarbawiyan Nartakibuha Ma'a Abna-ina. Isinya tentang duapuluh poin kesalahan yang umum dilakukan orangtua dalam mendidik anak-anak mereka.
Dalam tulisan kali ini, saya akan menyampaikan beberapa poin saja. Biar secara psikologis kita tidak terlalu terbebani dengan banyaknya kesalahan kita selama ini. Khawatirnya justru menjadi melemahkan semangat berbenah diri.
Kesalahan Kedua: Al-Istihar
Menurut Syaikh Jasim Muhammad Al-Muthawwi, kesalahan yang banyak dilakukan orangtua tanpa mereka sadari adalah al-Istihar atau suka mengumbar aib anak. Banyak orang tua yang mengumbar aib anak di depan orang lain.
Terkadang maksud orangtua sekedar bercanda. Misalnya menceritakan tentang kondisi anaknya yang masih suka ngompol padahal sudah gede, anak yang suka rewel dan ngambek, anak yang gampang nangis, malas mandi, dan lain sebagainya. Meski bercanda, namun ini sangat menyakitkan bagi anak.
Aib adalah suatu kondisi buruk yang apabila diceritakan kepada orang lain menyebabkan pemilik aib menjadi malu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), aib adalah malu, cela, noda, salah, atau keliru.
Islam sangat menjaga kehormatan serta kemuliaan muslim. Maka Islam melarang umatnya membuka aib saudara sesama muslim. Larangan ini berlaku secara umum, termasuk menyebarkan aib anak sendiri.
Suatu hari Rasulullah saw naik ke atas mimbar, lalu menyeru umat muslim dengan suara yang tinggi,
"Wahai sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisannya padahal iman itu belum masuk ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin. Janganlah menjelekkan mereka. Jangan mencari-cari kekurangan mereka. Barangsiapa mencari-cari kekurangan saudaranya yang muslim, niscaya Allah akan mencari-cari kekurangannya. Barangsiapa yang Allah cari-cari kekurangannya, niscaya Allah akan membongkar aibnya dan mempermalukannya, walaupun dia berada di dalam rumahnya" (HR. Tirmidzi no. 2032, Ibnu Hibban no. 5763).
Dalam hadits di atas, Rasulullah saw melarang umat muslim mengumbar aib orang lain --termasuk di dalamnya: mengumbar aib anak sendiri. Beliau saw juga bersabda,
Â
"Jauhilah oleh kalian prasangka, sebab prasangka itu adalah ungkapan yang paling dusta. Dan janganlah kalian mencari-cari aib orang lain, jangan pula saling menebar kebencian dan jadilah kalian orang-orang yang bersaudara" (HR. Bukhari).
Akibat dari membuka dan mencela aib orang lain, sangatlah mengerikan. Rasulullah saw menggambarkan,
:
"Barang siapa yang mencela saudaranya karena dosa yang dilakukan saudaranya maka dia tidak akan meninggal sampai dia melakukan dosa yang semisal" (HR. Tirmidzi no. 2505).
Derajat hadits ini menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-'Asqalani adalah dhaif (lemah), karena munqathi' (jalur periwayatnya terputus). Meski demikian, secara makna bisa menjadi kehati-hatian, karena sering terbukti dalam kenyataan.
Hadits-hadits di atas melarang kita untuk mencela saudara seiman, disebabkan aib yang adapada dirinya. Jika kita melihat saudara kita mempunyai aib, semestinya kita berusaha menasihati, memperbaiki dan bukan mengumbarnya. Demikian pula terhadap aib anak kita sendiri.
Membongkar aib orang lain merupakan kebiasaan orang-orang fajir. Hendaknya orangtua menjauhi kebiasaan membuka aib anak di depan orang lain. Fudhail bin 'Iyadh menyatakan,
"Seorang mukmin itu menutup aib dan menasihati saudaranya. Sedangkan orang fajir membongkar aib dan mencela saudaranya" (Jami'ul 'Ulum wal Hikam).
Sedemikian khawatir membongkar aib saudara seiman, orang-orang salih zaman dulu memilih menasehati secara diam-diam --bukan di depan umum. Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata,
-- : --
"Para salaf terdahulu mereka tidak suka apabila beramar ma'ruf nahi munkar dengan terang-terangan, tetapi mereka lebih suka menasihati secara diam-diam karena ini merupakan ciri-ciri nasihat."
Apabila seseorang menutupi aib orang lain, Allah akan menutupi aibnya --di dunia maupun di akhirat. Rasulullah saw bersabda,
"Barangsiapa melepaskan kesusahan seorang muslim dari kesusahan dunia, Allah akan melepaskan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa menutupi aib seorang, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Barangsiapa memudahkan orang yang susah, Allah akan mudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya" (HR. Muslim no. 2699, At-Tirmidzi no. 2945, Ibnu Majah no. 225, Abu Dawud no. 1455, Ahmad no. 7427).
Arahan Nabi saw sangat jelas. Jangan membuka aib orang lain. Orangtua harus berusaha menjaga aib anak, dan tidak mengumbar kepada orang lain. Membuka aib anak akan membuat anak menjadi malu dan minder.
Dalam jangka panjang, anak menjadi tertekan. Perilaku orang tua yang senang mengumbar aib anak sangat kontradiktif dengan proses pareting. Apalagi ketika perbuatan itu dilakukan di depan anak-anaknya. Mereka merasa dipermalukan di depan teman-teman atau saudara-saudaranya.
Bisa jadi, anak-anak dengan perilaku nakal, suka membantah orang tua, dan memberontak, muncul karena sebab kebiasaan ini. Hendaknya orangtua pandai menyimpan dan menutup aib anak-anak.
Nasehati di kala sendiri. Jangan menasehati di tengah keramaian atau di hadapan orang banyak. Rawat perasaan dan kehormatan anak-anak Anda. Jangan melukainya.
Bahan Bacaan
Jasim Muhammad Al-Muthawwi, 'Isyruna Khatha-an Tarbawiyan Nartakibuha Ma'a Abna-ina, diakses dari https://midad.com/article/221672, 26 Februari 2016
Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Koreksi Kesalahan Mendidik Anak, Nabawi Publishing, 2011
Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Prophetic Parenting, Cara Nabi Mendidik Anak, Pro-U Media, 2010
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI