Mendengar aduan tersebut, Syaikh Abu Muhammad menjelaskan sikap dan alasannya. Mengapa ia bersabar atas kondisi sang istri.
"Aku adalah orang yang telah diberikan oleh Allah berbagai macam nikmat berupa kesehatan badan, ilmu, dan dikaruniakan kepadaku budak-budak. Mungkin sikap jelek istriku adalah hukuman Allah atas kekurangan agamaku. Aku hanya takut jika ia kuceraikan akan turun ujian kepadaku lebih berat dari itu" (lihat: Ahkam Al-Qur'an).
Luar biasa kebijaksanaan Syaikh Abu Muhammad. Beliau mengajarkan kepada kita tentang cara pandang terhadap segala sesuatu. Bagi Abu Muhammad, hadirnya istri yang berperangai buruk tersebut adalah "uqubatan 'ala dini', hukuman Allah atas berbagai kelemahan dan kekurangan yang ada pada diri beliau.
Apa jaminannya bahwa jika beliau menceraikan sang istri, akan bisa mendapatkan kondisi yang lebih baik? Bagaimana jika beliau justru mendapat kondisi kehidupan yang lebih buruk? Itu yang beliau pahami.
Abu Muhammad juga mengajarkan agar kita lebih fokus melihat sisi positif. Ungkapan beliau menunjukkan syukur yang luar biasa, "Aku adalah orang yang telah diberikan oleh Allah berbagai macam nikmat berupa kesehatan badan, ilmu, dan dikaruniakan kepadaku budak-budak".
Beliau fokus mensyukuri berbagai nikmat yang Allah berikan, dan tidak fokus pada kekurangan yang ada pada diri sang istri. Dengan demikian beliau tetap bisa menjalani kehidupan dengan baik.
Setelah menceritakan kisah di atas, selanjutnya dalam kitab Ahkam Al-Qur'an, Ibnul 'Arabi menjelaskan makna firman Allah,
"Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (QS. An-Nisa': 19).
Menurut Ibnul 'Arabi, maksud ayat ini adalah, "Jika seseorang mendapati pada istrinya hal yang tidak ia sukai dan ia benci, selama ia tidak melakukan perbuatan fahisyah (zina) dan nusyuz (pembangkangan), bersabarlah terhadap gangguannya dan sedikitlah berbuat adil karena bisa jadi seperti itu lebih baik baginya".
Hal ini sesuai dengan arahan Nabi saw, agar para suami lebih fokus melihat sisi kebaikan istri. Bukan fokus mencari-cari kekurangannya.
"Janganlah seorang mukmin (suami) membenci seorang mukminah (istri). Jika suami tidak menyukai suatu akhlak pada istri, hendaklah ia melihat sisi lain yang ia ridhai" (HR. Muslim no. 1469).