Kisah Ramadan - 20
Setiap manusia beriman akan mendapatkan ujian, untuk menguji kualitas iman mereka. Allah memberikan ujian yang berbeda-beda kepada setiap manusia, baik jenisnya, durasi, intensitas maupun kadarnya.
Terkadang, orang-orang salih diuji Allah dengan keluarga mereka. Ada ulama yang alim dan terpercaya di tengah masyarakat, namun Allah menguji beliau dengan istri yang berperangai buruk. Bagaimana beliau menyikapi istri yang buruk perangainya? Mari kita simak kisahnya.
Ibnul Arabi menyebutkan bahwa telah menceritakan kepadanya Abul Qasim bin Abu Hubaib, dari Abul Qasim As-Suyuri, dari Abu Bakar bin 'Abdurrahman, tentang Syaikh Abu Muhammad bin Abu Zaid Al-Qairawani --seorang ulama yang sangat terkenal kedalaman ilmu dan kebaikan agamanya.
Sebagai ulama terkemuka, Syaikh Abu Muhammad Al-Qairawani memiliki banyak murid. Beliau mengajarkan ilmu-ilmu syari'ah, dan orang-orang meminta fatwa kepadanya dalam berbagai urusan agama.
Sayang sekali, istri beliau adalah perempuan yang buruk adabnya. Tidak bisa menjaga kehormatan diri maupun kehormatan suami. Ia suka mengucapkan kata-kata jelek kepada suaminya, bahkan tidakmenjalankan kewajiban sebagai istri.
Abu Bakar bin 'Abdurrahman bercerita,
"Istri Syaikh Abu Muhammad Al-Qairawani diketahui berperangai buruk, tidak menjalankan kewajibannya sebagai istri, dan selalu menyakiti suaminya dengan lidahnya. Orang-orang banyak yang heran dan mencela sikap sabar dari Syaikh Abu Muhammad terhadap sang istri."
Para murid menjadi tidak nyaman dengan kondisi ini. Satu sisi mereka sangat menghormati Syaikh, namun sisi lain mereka tidak bisa menerima perlakuan sang istri terhadap guru mereka. Para murid juga heran dengan sikap sabar yang ditunjukkan Syaikh.
Beberapa orang menyampaikan keheranan dan keprihatinan itu kepada Syaikh. Bahkan ada yang meminta agar Syaikh menceraikan saja istrinya. Masih banyak perempuan lain yang lebih salihah dan lebih tepat untuk mendampingi Syaikh.
Mendengar aduan tersebut, Syaikh Abu Muhammad menjelaskan sikap dan alasannya. Mengapa ia bersabar atas kondisi sang istri.
"Aku adalah orang yang telah diberikan oleh Allah berbagai macam nikmat berupa kesehatan badan, ilmu, dan dikaruniakan kepadaku budak-budak. Mungkin sikap jelek istriku adalah hukuman Allah atas kekurangan agamaku. Aku hanya takut jika ia kuceraikan akan turun ujian kepadaku lebih berat dari itu" (lihat: Ahkam Al-Qur'an).
Luar biasa kebijaksanaan Syaikh Abu Muhammad. Beliau mengajarkan kepada kita tentang cara pandang terhadap segala sesuatu. Bagi Abu Muhammad, hadirnya istri yang berperangai buruk tersebut adalah "uqubatan 'ala dini', hukuman Allah atas berbagai kelemahan dan kekurangan yang ada pada diri beliau.
Apa jaminannya bahwa jika beliau menceraikan sang istri, akan bisa mendapatkan kondisi yang lebih baik? Bagaimana jika beliau justru mendapat kondisi kehidupan yang lebih buruk? Itu yang beliau pahami.
Abu Muhammad juga mengajarkan agar kita lebih fokus melihat sisi positif. Ungkapan beliau menunjukkan syukur yang luar biasa, "Aku adalah orang yang telah diberikan oleh Allah berbagai macam nikmat berupa kesehatan badan, ilmu, dan dikaruniakan kepadaku budak-budak".
Beliau fokus mensyukuri berbagai nikmat yang Allah berikan, dan tidak fokus pada kekurangan yang ada pada diri sang istri. Dengan demikian beliau tetap bisa menjalani kehidupan dengan baik.
Setelah menceritakan kisah di atas, selanjutnya dalam kitab Ahkam Al-Qur'an, Ibnul 'Arabi menjelaskan makna firman Allah,
"Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (QS. An-Nisa': 19).
Menurut Ibnul 'Arabi, maksud ayat ini adalah, "Jika seseorang mendapati pada istrinya hal yang tidak ia sukai dan ia benci, selama ia tidak melakukan perbuatan fahisyah (zina) dan nusyuz (pembangkangan), bersabarlah terhadap gangguannya dan sedikitlah berbuat adil karena bisa jadi seperti itu lebih baik baginya".
Hal ini sesuai dengan arahan Nabi saw, agar para suami lebih fokus melihat sisi kebaikan istri. Bukan fokus mencari-cari kekurangannya.
"Janganlah seorang mukmin (suami) membenci seorang mukminah (istri). Jika suami tidak menyukai suatu akhlak pada istri, hendaklah ia melihat sisi lain yang ia ridhai" (HR. Muslim no. 1469).
Bahan Bacaan
Muhammad Abduh Tuasikal, Suami Harus Sabar Menghadapi Istri, https://rumaysho.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H