Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Berprasangka Baik Kepada Allah, Membuatmu Mulia di HadapanNya

4 April 2023   20:06 Diperbarui: 4 April 2023   20:11 1810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah Ramadan -- 14

Tidak semua amal, bisa dilihat oleh orang lain. Ada amal yang hanya bisa diketahui oleh diri sendiri dan --tentu saja, Allah. Ini disebut sebagai amal hati. Amal yang ada di dalam hati, yang hanya diketahui Allah saja. Manusia tak bisa melihatnya.

Sangat banyak jenis amal hati, salah satunya adalah husnuzhan billah atau berprasangka baik kepada Allah. Amal ini tidak tampak, dan berada di lubuk hati sanubari. Maka Allah yang akan memberikan balasan sesuai kadar prasangka baik hamba kepadaNya.

Mari kita simak kembali kisah orang-orang salih zaman dulu. Bagaimana manusia diselamatkan Allah bahkan mendapatkan kemuliaan di alam barzakh karena amal hati berupa husnuzhan kepada Allah.

Alkisah, sekian waktu setelah Imam Malik bin Dinar wafat, Suhail, saudara Hazam Al-Qith'i bercerita, bahwa ia bertemu Malik bin Dinar dalam mimpinya. Di alam mimpi itu ia bertanya,

 

"Wahai Abu Yahya (nama kunyah Malik bin Dinar), aku takjub luar biasa melihatmu dalam kondisi demikian berseri indah. Apa yang telah kau persiapkan menghadap Allah?" tanya Suhail dalam mimpi tersebut.

Imam Malik bin Dinar menjawab,

 

"Aku datang menghadap Allah membawa gelimang dosa yang banyak. Namun, itu semua terhapuskan oleh baik sangkaku kepada Allah."

Demikian pula kisah seorang lelaki bernama Zaid. Suatu ketika, Zaid pernah bermimpi bertemu Hausyab, sahabatnya yang sudah lebih dahulu meninggal dunia.

Dalam mimpi tersebut, Zaid bertanya tentang kabar sahabatnya. "Alhamdulillah, hidupku kini penuh kesuksesan dan keberuntungan", jawab Hausyab. Maka Zaid meminta saran agar bisa mendapatkan keberuntungan serupa.

 

"Kamu tidak boleh lepas dari zikir dan berbaik sangka kepada Allah. Cukuplah dua hal itu untuk keberuntungan juga kesuksesanmu," jawab Hausyab.

Dua kisah di atas dikutip dalam kitab Husnuzhan Billah karya Ibnu Abi Ad-Dunya. Memberikan inspirasi dan motivasikepada kita tentang urgensi husnuzhan kepada Allah. Hendaklah kita selalu berprasangka baik kepada Allah dan jangan pernah berburuk sangka kepadaNya.

Meskipun dialog itu hanya terjadi dalam mimpi, namun isi dialognya benar, sesuai dengan yang Islam ajarkan. Rasulullah saw bersabda,

. :

"Janganlah kalian meninggal dunia kecuali telah berbaik sangka kepada Allah. Sesungguhnya ada kaum yang telah dihancurkan karena prasangka buruk mereka kepada Allah". Kemudian Nabi saw membacakan surah Fushilat ayat 23, "Dan, itulah dugaanmu yang telah kamu sangkakan terhadap Tuhanmu, dugaan itu telah membinasakanmu, sehingga jadilah kamu termasuk orang yang rugi" (Musnad Imam Ahmad bin Hanbal).

Perbedaan Antara Husnuzhan Billah dan Terpedaya

Seseorang yang husnuzhan kepada Allah yakin bahwa doanya dikabulkan Allah, dosanya pasti diampuni selama ia mau bertaubat dengan benar kepada Allah, dan dirinya pasti mendapat rahmat Allah. Tapi, bagaimana membedakan keyakinan ini dengan keterpedayaan atau ketertipuan?

Perbedaannya terletak pada tindakan yang lahir dari keyakinan. Ibnu Qayyim Al-Jauzi menyatakan, "Telah jelas perbedaan antara husnuzhan dan ghurur (terpedaya diri sendiri). Berprasangka baik mendorong lahirnya amal, menganjurkan, membantu dan menuntun untuk melakukannya. Inilah sikap yang benar. Tapi kalau mengajak kepada pengangguran dan bergelimang dalam kemaksiatan, maka itu adalah ghurur".

"Berprasangka baik itu adalah pengharapan (raja'). Barangsiapa pengharapannya membawa kepada kataatan dan meninggalkan kemaksiatan, maka itu adalah pengharapan yang benar. Dan barangsiapa yang keengganannya beramal dianggap sebagai sikap berharap, dan sikap berharapnya berarti enggan beramal atau meremehkan, maka itu termasuk terpedaya," demikian penjelasan Ibnul Qayim dalam kitab Al-Jawab Al-Kafi.

Syaikh Salih Al-Fauzan menjelaskan, "Prasangka yang baik kepada Allah seharusnya disertai meninggalkan kemaksiatan. Kalau tidak, maka itu termasuk sikap merasa aman dari azab Allah".

"Prasangka baik kepada Allah harus disertai dengan melakukan sebab datangnya kebaikan dan sebab meninggalkan kejelekan, itulah pengharapan yang terpuji. Sedangkan berprasangka baik kepada Allah namun meninggalkan kewajiban dan melakukan yang diharamkan, maka itu adalah pengharapan yang tercela. Ini termasuk sifat merasa aman dari makar Allah," demikian penuturan Syaikh Salih Al-Fauzan.

Semoga kita senantiasa bisa berprasangka baik kepada Allah. Mumpung Ramadan, bersihkan hati dan jiwa, untuk selalu husnuzhan kepadaNya.

Bahan Bacaan

Ahmad Dirgahayu Hidayat, Kisah Mereka yang Berbaik Sangka kepada Allah, https://islam.nu.or.id, 25 Oktober 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun