Kisah Ramadan -- 2
Mengapa hidupmu gelisah? Ada banyak jawaban dari pertanyaan ini. Mumpung Ramadan, saya mengajak Anda belajar mengatasi kegelisahan, sekaligus belajar menjalani hidup sepenuh ketenangan dan kebahagiaan.
Manusia gelisah, ketika mereka selalu terobsesi hal-hal yang tak mereka miliki. Manusia terlalu banyak keinginan. Mereka lalai mensyukuri nikmat yang sudah mereka miliki, justru terobsesi oleh hal-hal yang ada pada orang lain. Mereka merasa gelisah karena tidak memiliki sesuatu yang diinginkan.
Mari kita belajar hidup damai dan bahagia dari seorang ulama tabi'in, Abu Hazim Salamah bin Dinar (wafat 140 H). Beliau adalah seorang ulama yang zuhud terhadap dunia, sehingga hatinya tidak dibuat gelisah oleh hal-hal duniawi.
Suatu ketika, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik Al-Umawi bertemu Abu Hazim Salamah bin Dinar di Madinah. Terjadilah dialog antara Khalifah dengan Salamah bin Dinar (SBD).
"Hai Abu Hazim, apakah engkau memiliki harta?" tanya Sulaiman.
"Alhamdulillah, aku memiliki dua harta," jawab SBD.
"Barakallahu fik. Harta apa itu?" tanya Sulaiman.
"Ridha dengan pembagian Allah untukku, dan aku tidak berharap dengan apa yang dimiliki orang lain," ungkap SBD.
"Sebutkan padaku apa yang menjadi kebutuhanmu," ujar Khalifah.
"Kebutuhanku telah kuajukan kepada Dzat yang tidak ada yang mampu menghalangi karunia yang Dia berikan kepada orang yang Dia kehendaki. Apa yang telah Dia beri, aku syukuri. Apa yang tidak Dia beri, aku bersabar diri", jawab SBD.
"Aku memandang sesuatu dengan dua keadaan. Sesuatu yang ditetapkan untukku, dan sesuatu yang ditetapkan untuk orang selainku. Tentang apa yang ditetapkan untukku, seandainya semua makhluk berusaha keras untuk menghalanginya dariku, mereka tak akan mampu menghalanginya".
"Sedangkan sesuatu yang ditetapkan untuk selainku, maka tidak mungkin aku mendahului orang yang telah ditetapkan untuk mendapatkannya. Baik yang lalu maupun yang akan datang. Sebagaimana orang lain terhalangi untuk mendapatkan jatah yang telah ditetapkan untukku. Demikian pula, aku terhalangi untuk mendapakan jatah rezeki yang telah ditetapkan untuk orang lain", tambah SBD.
Jawaban-jawaban telak SBD telah memberikan pelajaran penting --bukan hanya kepada Khalifah Sulaiman, namun kepada kita semua. Bahwa hidup kita akan damai dan baik-baik saja, apabila mampu mensyukuri semua karunia yang sudah Allah berikan kepada kita. Di sisi lain, kita tidak terobsesi oleh harta, kedudukan, kekayaan, kehebatan yang dimiliki orang lain.
Bayangkan, betapa gelisah hidup manusia jika selalu menghendaki milik orang lain. Saat naik sepeda motor, ingin memiliki mobil seperti yang dikenakan temannya. Ketika sudah memiliki mobil, ingin mobil lain yang lebih mewah, seperti yang ia lihat dari tetangganya.
Sudah memiliki rumah, masih iri dengan rumah orang lain yang lebih megah. Sudah memiliki kedudukan, selalu iri dengan kedudukan orang lain yang lebih tinggi dari dirinya. Sudah memiliki harta, selalu merasa kalah oleh harta orang lain yang lebih berkilau dan bercahaya.
Sudah memiliki istri, masih tertarik dengan istri orang lain yang lebih seksi tubuhnya. Sudah memiliki suami, masih tertarik dengan suami orang lain yang lebih macho, lebih kaya atau lebih tinggi kedudukannya.
*****
Kegelisahan hidup manusia terkadang dipicu oleh hal-hal yang berada di luar dirinya. Manusia terlalu fokus memikirkan hal-hal yang berada di luar kendalinya. Padahal mereka tidak akan mampu melakukannya.
Ketika manusia ingin mengendalikan hal-hal yang tidak berada dalam kendalinya, maka mereka menjadi gelisah. Dampaknya, mereka justru melalaikan hal-hal yang sesungguhnya bisa mereka kendalikan.
Pada suatu kesempatan, seseorang bertanya kepada SBD. Saat itu, harga-harga kebutuhan pokok semakin mahal. Banyak masyarakat kebingungan menghadapi kenaikan harga barang tersebut.
"Wahai Abu Hazim, tidakkah engkau tahu bahwa harga barang semakin mahal?"
SBD menjawab,
"Apa yang membuat kalian resah dengan hal itu? Sesungguhnya Dzat yang memberi rezeki kepada kita di saat harga murah, Dia juga yang akan memberi rezeki kepada kita di saat harga mahal".
Dialog di atas dinukil dari kitab Hilyatul Auliya (3/239). Menggambarkan sikap dan pandangan hidup SBD yang sangat jernih.
Realitasnya, harga-harga barang merupakan permainan para tengkulak dan para kapitalis global. Harga beras bukan dalam kendali petani. Harga daging ayam bukan dalam kendali peternak. Bukan pula dalam kendali pembeli.
Kita harus berjuang secara sistematis untuk melawan dominasi para kapitalis yang memainkan harga sesuka hati. Di saat yang sama, jangan sampai dibuat stres dan gelisah oleh permainan mereka.
Kita mendapatkan pelajaran berharga dari cara pandang SBD. Ia tidak dibuat stres dan gelisah oleh karena perubahan harga barang. Karena ia memiliki Allah yang akan memberikan rezeki di saat harga barang-barang sedang murah maupun di saat harga-harga sedang mahal.
Hidup kita akan tenang dan damai ketika bersandar kepada Dzat yang Mahakuat. Hidup kita akan selalu gelisah jika selalu terkait dengan harta benda duniawi.
Tentu kita harus terus berjuang secara sistemis untuk melawan dominasi para kapitalis. Namun disertai hati yang penuh tawakal dan bergantung kepada Allah semata. Bukan kepada manusia maupun benda-benda yang tak bisa kita kendalikan harganya.
Bahan Bacaan
Abdurrahman Ra'at Basya, Mereka adalah Para Tabi'in, At-Tibyan, 2009
Kisahmuslim, Tokoh Tabi'in Salamah bin Dinar, https://kisahmuslim.com
Nurfitri Hadi, Petuah Abu Hazim Salamah bin Dinar Rahimahullah, https://kisahmuslim.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H