Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Apakah Menikah Itu Membosankan?

2 September 2022   20:15 Diperbarui: 6 September 2022   19:30 1656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi Pribadi

Seorang gadis lajang bertanya kepada saya, "Apakah menikah itu membosankan?" Ia melihat ayah ibunya hidup berumah tangga sudah lebih dari 30 tahun.

Menjalani kehidupan dengan orang yang sama --sampai 30 tahun, apakah bukan hal yang membosankan? Itu yang selalu menjadi pertanyaan dalam dirinya.

Saya menjawab pertanyaan itu dengan mengajukan pertanyaan. "Kamu rutin makan nasi?" tanya saya.

"Ya, saya setiap hari makan nasi", jawabnya.

"Berapa kali kamu makan nasi dalam sehari?"

"Satu sampai dua kali sehari," jawabnya.

"Berapa usiamu sekarang?"

"Duapuluh lima tahun".

"Anggaplah kamu mulai makan rutin nasi ketika umur 5 tahun. Jadi, sudah 20 tahun kamu makan nasi setiap hari. Apakah kamu bosan?"

"Tidak sih...", jawabnya.

"Mengapa kamu tidak bosan makan nasi setiap hari? Padahal sudah 20 tahun kamu jalani".

"Emmmm... mengapa ya? Menurutku, nasi itu kebutuhan, maka aku tidak lagi berpikir ketika makan nasi. Jadi ya tidak terasa".

"Kebutuhan untuk apa?" tanya saya.

"Kebutuhan nutrisi tubuh. Untuk energi", jawabnya.

"Oke, nasi kebutuhan untuk nutrisi. Tapi bukankah kamu bisa mengganti nutrisi dengan bahan lain secara total. Misalnya kamu ganti dengan roti, jagung, ketela, gandum, atau yang lainnya. Mengapa tetap nasi?"

"Ya karena itu makanan pokok masyarakat Indonesia... Sejak dulu kala", jawabnya.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi

"Nah, berarti kamu bisa makan nasi tanpa bosan, meskipun banyak pilihan lainnya, karena nasi sudah menjadi ciri masyarakat Indonesia... Begitu kan?"

"Ya, setuju".

"Lalu, hal apa lagi yang membuat kamu tidak bosan makan nasi setiap hari?"

"Lauk... Saya berganti-ganti lauk... Jadinya tidak bosan", ujarnya.

"Yess... Apa lagi yang membuat kamu tidak bosan?"

"Suasana. Kadang makan di rumah, kadang makan di restoran, kadang di hutan saat wisata, kadang di rumah teman... Ini juga bikin ga bosan", tambahnya.

"Good. Apa lagi?"

"Sepertinya hanya itu", jawabnya.

"Ada lagi," ungkap saya. "Variasi nasi. Kadang makan nasi kuning, kadang nasi goreng,  kadang nasi uduk, kadang bubur ayam, kadang jenang sumsum, kadang lontong, kadang arem-arem..."

"Ya betul..." jawabnya.

"Jadi, sekarang kamu sudah mengetahui jawabannya. Agar menikah tidak membosankan, kamu harus memandang pernikahan sebagai kebutuhan. Ya benar, sebagai kebutuhan dalam kehidupan".

"Saya mengerti", ujarnya mengangguk-angguk.

"Kemudian ciptakan variasi dalam kehidupan. Jangan terjebak rutinitas. Jangan mengikuti ritme mekanis. Buatlah kehidupan pernikahan menjadi menyenangkan".

"Kamu bisa menjadi nasi kuning bagi pasanganmu. Kamu bisa menjadi nasi uduk bagi pasanganmu. Kamu bisa menjadi nasi goreng bagi pasangan kamu. Tentu pasangan kamu tidak bosan menikmati hidup bersamamu".

"Pun dia bisa menjadi bubur ayam bagimu, dia bisa menjadi nasi kebuli bagimu, dia bisa menjadi nasi bakar bagimu. Tentu kamu tak akan bosan menjalani hidup bersamanya".

"Ya benar. Tak akan membosankan", ungkapnya penuh keyakinan.

Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun