Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pendidikan Anak, Dimulai dari Mana?

25 Juli 2022   20:11 Diperbarui: 25 Juli 2022   20:21 1099
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Perempuan dinikahi karena empat hal; karena hartanya, keturunan, kecantikan, dan agamanya; maka pilihlah perempuan yang taat beragama, niscaya engkau beruntung" (HR. Bukhari no. 5090, Muslim no. 1466).

Mengomentari hadits di atas, Syaikh Al-'Azhim Abad menyatakan, "Makna 'fazhfar bidzatid din' (pilihlah yang mempunyai agama) bahwa yang pantas bagi orang yang mempunyai agama dan adab yang baik ialah agar agama menjadi pertimbangan dalam segala sesuatu, terutama berkenaan dengan pendamping hidup. Oleh karenanya, Nabi saw memerintahkan supaya mencari perempuan dengan kebaikan agama yang merupakan puncak pencarian". (1)

Sedangkan Imam Al-Qurthubi menjelaskan, "Makna hadits ini adalah, keempat hal (harta, kedudukan, kekayaan dan agama) yang dianjurkan menikahi perempuan karenanya, yang demikian itu adalah sebaik-baik hal yang ada; bukannya itu terjadi secara keseluruhan. Bahkan menurut lahirnya, diperbolehkan menikah dengan tujuan tiap-tiap satu dari hal itu, namun tujuan agama adalah lebih utama".

Dari 'Abdullah bin 'Amr secara marfu', ia mengatakan, "Jangan menikahi perempuan karena kecantikannya, karena bisa jadi kecantikannya itu akan memburukkannya; dan jangan menikahi perempuan karena hartanya, bisa jadi hartanya membuatnya melampui batas. Tetapi, nikahilah perempuan karena kebaikan  agamanya" (HR. Ibnu Majah no. 1859).

Orang-orang salih zaman dulu telah memberikan contoh kehati-hatian dalam memilih jodoh. Mereka benar-benar memperhatikan kriteria kebaikan agama, bukan sekedar kriteria lahiriah semata.

Aksam bin Shaifi pernah menasihati kaumnya, "Wahai Bani Tamim, janganlah sekali-kali kalian tergiur dan terpesona kecantikan perempuan, sehingga membuat kalian lupa diri dan tidak menyelidiki siapa, dari mana asalnya, dan sebagainya. Karena perkawinan seperti itu mudah meruntuhkan kehormatan". (2)

Demikian pula, Abul Aswan Ad-Duali berpesan kepada anaknya, "Wahai anakku, aku telah berbuat baik kepadamu semenjak kalian kecil hingga dewasa, bahkan semenjak kalian belum lahir".

"Bagaimana cara ayah berbuat baik kepada kami sebelum kami lahir?" tanya sang anak.

"Ayah telah memilihkan untuk kalian seorang perempuan terbaik di antara sekian banyak perempuan, seorang ibu yang pengasih dan pendidik yang baik untuk anak-anaknya", jawab Abul Aswan. (3)

Kisah dialog di atas menggambarkan pentingnya memilih pasangan hidup berdasarkan kriteria kebaikan agama. Salah satu kriteria itu adalah kemampuan mendidik anak-anak dan menyayangi keluarga dengan baik. Sebab, kesusahan apa yang lebih besar bagi sebuah keluarga, dibandingkan dengan nakal dan rusaknya moral anak-anak karena tidak dididik dengan kasih sayang?

Dari Orangtua Salih Salihah, Lahir Anak Salih Salihah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun