"A family ought to raise children who become autonomous, and it should provide sufficient emotional support for stabilizing the parents' personalities and continuing their emotional maturation. To the extent a family accomplishes these tasks, it can be considered competent; to the extent it fails at one or both tasks, it can be considered less competent or dysfunctional" (Lewis and Looney, 1983).
Beberapa peneliti melakukan pendekatan terhadap keluarga yang sukses dengan mengembangkan model dan perspektif tentang fungsi keluarga.Â
Fungsi yang digunakan cenderung bersifat psikologis, bukan fungsi sosial atau ekonomi keluarga. Misalnya, Lewis dan tim, melakukan studi keluarga dengan perspektif klinis, menggunakan teori Parson.
"Sebuah keluarga harus membesarkan anak-anak untuk mandiri. Keluarga harus memberikan dukungan emosional yang cukup untuk menstabilkan kepribadian orang tua dan melanjutkan pematangan emosional mereka. Sejauh keluarga menyelesaikan tugas-tugas ini, mereka dapat dianggap kompeten; namun jika gagal pada satu atau kedua tugas, itu dapat dianggap kurang kompeten atau disfungsional" (Lewis dan Looney , 1983).
Dalam perspektif Lewis, sebuah keluarga dianggap berhasil apabila mampu menyediakan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan anak dan orang tua. Inilah dua tugas yang harus sukses diemban oleh setiap keluarga.
Stinnett melihat dari perspektif kekuatan keluarga. Menurutnya, keluarga yang sukses atau kuat "menciptakan rasa identitas keluarga yang positif, mendorong interaksi yang memuaskan dan menyenangkan di antara anggota, mendorong pengembangan keluarga dan anggotanya, serta mampu menghadapi stres" (Stinnett, 1979).
Berbeda dengan perspektif yang dikembangkan Lewis, Stinnett memasukkan unsur kepuasan dalam kehidupan keluarga sebagai indikator kekuatan atau keberhasilan keluarga. Ada perspektif emosional yang masuk dalam indikator kekuatan keluarga.
"Strong family creates a sense of positive family identity, promotes satisfying and fulfilling interaction among members, encourages the development of family group and individual members, and is able to deal with stress" (Stinnett, 1979).
Sedangkan David Olson dan tim menyatakan, keluarga harus dapat (1) mengatasi stres dan masalah dengan cara yang efisien dan efektif; (2) memiliki dan menggunakan sumber daya koping atau cara mengatasi stres, baik dari dalam maupun dari luar keluarga; (3) memiliki kemampuan untuk menjadi lebih kohesif, lebih fleksibel dan lebih puas sebagai hasil dari mengatasi stres dan masalah secara efektif (Olson, 1986).
Definisi yang dikemukakan Olson dan tim tentang keluarga kuat, lebih bergantung kepada interaksi keluarga dibandingkan karakteristik individu.
Karakteristik Umum Keluarga Kuat