Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

"Belajar Melepaskan", Sebuah Kebijaksanaan dalam Kehidupan

7 Mei 2022   21:02 Diperbarui: 7 Mei 2022   21:03 2096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurna, sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai".

Manusia cenderung berusaha untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Segala usaha, daya dan upaya dikerahkan, demi mendapatkan hal yang diharapkan. Segera setelah mendapatkan, ia akan merasa memiliki.

Muncullah kemelekatan. Semua yang kita miliki, cenderung melekat dalam diri. Tidak sadar bahwa segala sesuatu hanyalah titipan. Kita tidak belajar untuk melepaskan, justru berusaha mati-matian untuk mempertahankan.

Dari sini rasa sakit dan kesedihan dimulai. Saat manusia kehilangan dan harus melepas sesuatu  yang telah dimiliki. Rasa kecewa dan marah, karena kehilangan. Padahal hakikatnya manusia hanya dititipi oleh Yang Maha Memiliki. Sangat banyak jenis kehilangan bisa terjadi dalam kehidupan keseharian.

Ada yang kehilangan orang terkasih, karena meninggal dunia. Ada yang kehilangan pasangan karena perceraian. Ada yang kehilangan pacar karena tidak setia. Ada yang kehilangan harta benda karena kecurian atau penipuan. Ada yang kehilangan jabatan. Ada yang kehilangan kesempatan. Masih sangat banyak jenis kehilangan bisa terjadi dalam kehidupan manusia.

Sayang, kita tidak belajar melepaskan. Kita baru belajar untuk mendapatkan dan mempertahankan. Belum belajar untuk melepaskan. Maka belajar melepaskan adalah bagian dari kebijaksanaan dalam kehidupan.

Proses Belajar Melepaskan

Islam telah banyak memberikan kesempatan kepada kita untuk belajar melepaskan. Saat membayar zakat, kita sedang belajar melepas apa yang sudah susah payah kita usahakan. Saat memberikan infak dan sedekah, kita tengah belajar melepas sebagian harta yang selama ini kita miliki.

Saat membantu yatim piatu, fakir miskin dan kelompok rentan di tengah masyarakat, kita sedang belajar kebijaksanaan. Saat memberikan kontribusi, kita dilatih untuk melepaskan sesuatu yang kita cintai. Bukan memberi ala kadarnya. Bukan melepas sesuatu yang sudah tidak kita sukai.

Allah telah berfirman,

"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya" (QS. Ali Imran: 92).

Ini adalah latihan melepas tingkat tinggi. Memberi bantuan dengan pakaian bekas, memberi bantuan dengan pakaian yang sudah tidak kita pakai, itu latihan melepas yang paling rendah tingkatannya. Kebajikan (al-birr) dikaitkan dengan kemampuan melepas sebagian dari hal yang kita cintai. Bukan melepas hal-hal yang sudah tidak kita gunakan lagi.

Mengapa penting bagi kita untuk belajar melepaskan? Karena kemelekatan adalah salah satu sumber penderitaan. Nabi saw telah bersabda,

: :

"Jibril mendatangiku lalu berkata: "Wahai Muhammad! Hiduplah sesukamu, karena sesungguhnya kamu akan mati, cintailah siapa yang kamu suka, karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya dan berbuatlah sesukamu, karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan karenanya."

Kemudian Jibril berkata, "Wahai Muhammad, kemuliaan seorang mukmin adalah berdirinya dia pada malam hari (untuk shalat malam), dan keperkasaan seorang mukmin adalah ketidakbutuhannya terhadap manusia" (HR. Ath-Thabrani, Abu Nu'aim, dan Al-Hakim. Dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani).

Pesan Jibril kepada Nabi Muhammad saw memberikan sangat banyak nilai kebajikan dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya, kita boleh mencintai siapapun, namun harus ingat suatu saat kita akan melepaskan. Kita boleh merasa kuat dan hebat, namun kekuatan dan kehebatan yang hakiki adalah saat tidak tergantung kepada manusia. Hanya bergantung kepada Allah semata.

Bahan Bacaan

Muhammad Abduh Tuasikal, www.rumaysho.com 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun