Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Toxic Marriage (5), Ketika Pernikahan Serupa Penjara yang Menyiksa

21 April 2022   22:15 Diperbarui: 22 April 2022   18:45 1131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pernikahan. Sumber: Pexels/Trung Nguyen via Kompas.com

Realitas dalam kehidupan masyarakat, terdapat sejumlah pernikahan yang serupa dengan penjara dengan sejumlah jenis 'penyiksaan'. Ada penyiksaan secara lahiriyah, ada pula penyiksaan secara batiniyah. Sebagian istri mengalami pemenjaraan dalam dunia pernikahan, dengan mengalami siksaan lahir batin. Demikian pula, ada suami yang hidup dalam penjara pernikahan yang menyiksa.

Siksaan lahir, misalnya berupa kekerasan terhadap fisik. Pukulan, tendangan, baik dilakukan dengan tangan, kaki ataupun menggunakan senjata, adalah contoh siksaan fisik. Sedangkan siksaan batin, misalnya berupa celaan, hinaan, sikap merendahkan, pengabaian, tidak mendapatkan hak dari pasangan, dan lain sebagainya.

"There are many women who have been stuck in humiliating marriages, with narcissistic husbands, to preserve the honour of their family. And this does not just affect women, as there are men who are suffocated in bad marriages too. No one should suffer because their family want to maintain a faade in the community that they are OK" --Syaikh Haytham Tamim, 2019.

"Tak sedikit perempuan terjebak dalam pernikahan yang menghinakan, dengan suami yang kejam, demi menjaga kehormatan keluarganya. Hal ini tidak hanya menimpa perempuan, karena ada juga laki-laki yang tersandera dalam pernikahan yang buruk", ujar Syaikh Haytham Tamim.

Ini adalah kondisi toxic marriage, sebuah pernikahan yang beracun. Di mana pernikahan hanya melahirkan penderitaan. Pernikahan hanya melahirkan kesengsaraan dalam masa panjang.

"Penderitaan tidak selalu bersifat fisik. Itu bisa bersifat psikologis yang tidak meninggalkan bekas luka tetapi bisa sama merusaknya," ujar Syaikh. "Tidak ada yang harus menderita karena keluarga mereka ingin mempertahankan citra di masyarakat bahwa mereka baik-baik saja", lanjut Syaikh.

Penghargaan Terhadap Perempuan

"A woman is not rewarded for staying in a bad marriage. If her mental and emotional well-being, safety or home are at risk from a violent or alcoholic husband etc she must leave" --Syaikh Haytham Tamim, 2019.

Penghargaan terhadap seorang perempuan, bukan karena ia mampu bertahan dalam pernikahan yang buruk. Menurut Syaikh Haytham, jika kesejahteraan mental dan emosionalnya, keamanan atau rumahnya terancam oleh suami yang kejam atau alkoholik, dia harus pergi untuk menyelamatkan diri.

Terkadang muncul stigma negatif secara general, terhadap perempuan yang pergi meninggalkan suami. Jika suami yang ditinggalkan adalah lelaki salih, yang bertakwa kepada yang berakhlak dan beradab mulia, tentu perginya perempuan dari rumah suami adalah tindakan maksiat.

"She is not rewarded for her patience by staying in such a marriage. She is only prolonging the suffering" --Syaikh Haytham Tamim, 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun