Islam adalah agama yang mengarahkan umatnya untuk selalu memproduksi kebaikan. Semua jenis kebaikan, dari yang paling kecil sekalipun, tak pernah disepelekan. Rasulullah saw berkata pada Jabir bin Sulaim,
"Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun walau hanya berbicara kepada saudaramu dengan wajah yang tersenyum kepadanya. Tindakan tersebut adalah bagian dari kebaikan" (HR. Abu Daud no. 4084 dan Tirmidzi no. 2722. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin menjelaskan, "Nabi saw memerintahkan pada Jabir bin Sulaim agar tidak meremehkan kebaikan sekecil apapun. Setiap kebaikan hendaklah dilakukan baik itu ucapan maupun perbuatan. Kebaikan apa pun jangan diremehkan. Kebaikan itu adalah bagian dari berbuat ihsan. Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik".
"Jika engkau menolong seseorang untuk menaikkan barang-barangnya ke kendaraannya, itu adalah suatu kebaikan. Jika engkau membantu dalam perkara yang ia perlukan, itu termasuk kebaikan".
"Bila engkau memberi pena pada saudaramu agar ia bisa terbantu dalam menulis, maka itu adalah suatu kebaikan. Meski pula engkau hanya meminjamkan, maka itu adalah bagian dari kebaikan. Jadi jangan remehkan kebaikan sedikit pun, sungguh Allah menyukai orang yang berbuat baik", demikian penjelasan Syaikh Utsaimin.
Ibnu Muflih dalam Al-Adab Asy-Syar'iyyah menyatakan,
.
"Lakukanlah kebaikan pada siapa pun. Jika kita berbuat pada yang pantas menerima, berarti kita telah meletakkan pada tempatnya. Namun jika bukan, kita tetap sudah dianggap berbuat baik."
Tis'atu Rahtin, Sembilan Lelaki Perusak Negeri
Karena Islam menghendaki kebaikan, maka di saat yang sama mencela kejahatan beserta pelakunya. Setiap perilaku jahat mendapatkan peringatan dan celaan, dengan maksud memberikan dorongan motivasi kebaikan kepada umatnya. Bukan saja perbuatannya, bahkan Al-Qur'an menyatakan jumlah pelakunya.
Al-Qur'an menceritakan tentang sembilan lelaki yang merusak negeri Nabi Shalih as, yaitu negeri Al-Hijr. Mereka benar-benar berperilaku merusak, dan tidak memiliki itikad baik sedikitpun. Ada jumlah nyang dinyatakan dengan jelas, yaitu sembilan laki-laki. Allah berfirman,
"Dan di kota itu ada sembilan orang laki-laki yang berbuat kerusakan di bumi, mereka tidak melakukan perbaikan." (QS. An-Naml: 48)
Sembilan orang yang disebutkan ayat ini adalah para tokoh dan pengusaha kaya di Hijr, kota kaum Tsamud yang didakwahi Nabi Shalih as. Kesembilan orang inilah yang menggerakkan masyarakat Tsamud untuk menentang dakwah Nabi Saleh as, membunuh ontanya dan merencanakan pembunuhan Nabi Shalih as. Mereka yang sembilan orang inilah yang merusak negeri Tsamud dengan berbagai kerusakan dan kejahatan.
Dalam kitab Tafsir Al-Muyassar dari Kementerian Agama Saudi Arabia dijelaskan, "Sebelumnya di kota Shalih, yaitu Al-Hijr yang terletak barat laut dari jazirah Arab, terdapat sembilan orang laki-laki. Mereka melakukan perusakan di muka bumi tanpa diselingi sedikit pun unsur perbaikan".
Tafsir Al-Mukhtashar dari Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid menyatakan, "Dan dahulu di kota Hijr itu ada sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka bumi dengan melakukan kekufuran dan maksiat, dan mereka tidak berbuat kebaikan di dalamnya dengan iman dan amal saleh".
Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah oleh Markaz Ta'dzhim Al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz menjelaskan, "Dan di negeri Nabi Shalih yaitu Negeri Hijr kaum Tsamud, terdapat sembilan lelaki jahat yang hendak berbuat kerusakan di muka bumi. Mereka tidak mempedulikan perbaikan sedikitpun, dan saling bersepakat untuk bersumpah atas nama Allah.
"Kita akan mendatangi Nabi Shalih dan keluarganya yang beriman secara tiba-tiba pada malam hari untuk membunuh mereka semua. Kemudian jika kerabat mereka menuntut kita maka kita akan mengatakan kepadanya, 'Kami tidak ada di tempat pembunuhan dan kami tidak mengetahui siapa apa yang membunuh. Sungguh kami berkata jujur atas apa yang kami katakan'."
Demikianlah mereka menyusun tipu daya, sehingga Allah membalas mereka dengan kehancuran namun mereka tidak menyadarinya. Allah menjadikan kehancuran mereka terdapat dalam tipu daya yang mereka lakukan.
Dalam kitab Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir karya Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al-Asyqar dijelaskan, (Dan adalah di kota itu) Yakni kota yang ditinggali oleh Nabi Shalih, yaitu kota Hijr. (sembilan orang laki-laki) Yakni sembilan lelaki dari keturunan orang-orang terpandang.
Sembilan orang ini adalah orang-orang yang bertanggungjawab atas penyembelihan unta betina yang merupakan mukjizat Nabi Shalih. Â (yang membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka tidak berbuat kebaikan) Yakni kebiasaan mereka adalah merusak.
Dalam kitab Tafsir Al-Wajiz, Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili menjelaskan, "Di kota Shalih yaitu Al-Hijr ada sembilan orang laki-laki dari anak para petinggi yang membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka tidak berbuat kebaikan. Mereka telah sepakat untuk membunuh Shalih dan menyembelih unta-unta".
Tafsir Ash-Shaghir oleh Fayiz bin Sayyaf As-Sariih menyatakan, "(Di kota itu) di kota batu itu (ada sembilan orang laki-laki) laki-laki dari anak para pemuka mereka {yang berbuat kerusakan di bumi dan tidak melakukan perbaikan.
Tafsir As-Sa'di oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa'di menjelaskan, "Dan pada saat itu di kota itu," maksudnya, di kota di mana Shalih berada, yaitu kota tempat mayoritas kaumnya. "Ada sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka tidak berbuat kebaikan," maksudnya, tabi'at mereka adalah melakukan pengrusakan di bumi. Mereka tidak mempunyai tujuan dan perbuatan untuk perbaikan. Mereka bersiap-siap untuk menentang Shalih, melecehkan agamanya, dan mengajak kaumnya untuk melakukan hal demikian.
An-Nafahat Al-Makkiyah oleh Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi menerangkan, "Allah mengabarkan bahwa Shalih bertempat di kota hijr yaitu sebuah kota yang terdapat Sembilan laki-laki yang merusak bumi dan sabotase, dan tidak ada sedikitpun di antara mereka yang menginginkan kebaikan selamanya".
Dalam Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an oleh Ustadz Marwan Hadidi bin Musa dijelaskan, "Menurut ahli tafsir yang dimaksud dengan kota ini ialah kota kaum Tsamud Yaitu kota Al Hijr. Dengan perbuatan maksiat. Sifat mereka mengadakan kerusakan di bumi, dan tidak ada maksud untuk mengadakan perbaikan. Mereka telah siap memusuhi Saleh dan mencela agamanya serta mengajak kaumnya agar bersikap sama seperti mereka".
Dalam Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI dinyatakan, "Pada ayat-ayat berikut ini diceritakan tentang negeri kaum Tsamud yang senantiasa bermaksiat. Negeri tersebut ialah Al-Hijr, yang terletak di selatan Madinah. Dan di kota itu ada sembilan orang laki-laki yang dari waktu ke waktu selalu berbuat kerusakan di bumi, yaitu segala macam kemaksiatan. Mereka tidak melakukan perbaikan terhadap diri mereka sendiri dengan beriman dan bertakwa".
"Mereka, sembilan orang tersebut, berkata kepada teman-temannya tentang niat jahat mereka, 'bersumpahlah kamu dengan nama Allah, bahwa kita pasti akan menyerang dia yaitu nabi saleh bersama keluarganya secara tiba-tiba pada malam hari, dan membunuhi mereka, kemudian untuk menutupi kasus ini, kita akan mengatakan kepada ahli warisnya bahwa kita tidak menyaksikan kebinasaan keluarganya itu, apalagi menyaksikan terbunuhnya saleh. Dan sungguh, kita orang yang benar'.
"Demikianlah perilaku orang jahat. Mereka melakukan tipu daya dalam melaksanakan kejahatan, kemudian mereka lepas tangan terhadap apa yang telah mereka lakukan secara licik, agar terkesan mereka adalah orang baik-baik".
Di bulan Ramadan ini, kesempatan sangat tepat untuk mengakhiri perbuatan buruk, dan menambah perbuayan baik. Jangan sampai kita meniru perilaku sembilan lelaki perusak negeri Al-Hijr ini.
Bahan Bacaan
Aunur Rafiq Saleh, https://aunurrafiq18.wixsite.com
Muhammad Abduh Tuasikal, www.rumaysho.com
Tafsir Web, https://tafsirweb.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H