"Aku tidak mengetahui ada amalan yang lebih mendekatkan diri kepada Allah melebihi bakti kepada ibu" [Ibnu Abbas r.a.]
Umar bin Khathab ra adalah khalifah rasyidah, pemimpin yang lurus. Ia adalah sahabat Nabi saw yang sangat gagah membela Islam, dan sangat takut kepada Allah. Tidakkah kita heran, jika Khalifah Umar minta didoakan oleh seorang rakyat jelata?
Suatu hari Umar berkata, "Aku mendengar Rasulullah saw bersabda : Uwais bin Amir akan datang bersama rombongan orang dari Yaman. Dahulu ia tinggal di Murrad kemudian tinggal di daerah Qarn. Ia pernah terkena penyakit belang, lalu sembuh, akan tetapi masih ada belang di tubuhnya sebesar uang dirham. Ia memiliki ibu, dan sangat berbakti kepada ibunya. Seandainya dia berdoa kepada Allah, pasti Allah akan mengabulkan doanya. Jika engkau bisa meminta kepadanya agar memohonkan ampun untukmu kepada Allah, maka lakukanlah" (HR. Muslim).
Itulah Uwais Al-Qarni, seorang lelaki yang sangat mencintai dan berbakti kepada sang ibu. Apapun yang diinginkan sang ibu, selalu ia penuhi. Sebuah kisah menyatakan bahwa ia menggendong ibunya berangkat dan pulang haji. Begitulah Uwais memuliakan sang ibu.
Lantaran bakti kepada ibu inilah, doa Uwais sangat didengar oleh Allah dan diberikan pengabulan. Khalifah Umar menemui Uwais dan meminta Uwais agar memohonkan ampunan untuk Umar. Padahal Uwais adalah rakyat jelata, bukan'selebritis' atau tokoh masyarakat Yaman.
Tak Ada Perbuatan yang Mampu Membalas Kebaikan Ibu
Ibu adalah sosok yang mulia. Sedemikian mulia posisi ibu, hingga sahabat Ibnu Abbas menyatakan,"Aku tidak mengetahui ada amalan yang lebih mendekatkan diri kepada Allah melebihi bakti kepada ibu" (Disebutkan dalam Ash-Shahihah, 2.799).
Semua jerih payah ibu dalam mengandung, melahirkan, menyusui dan mengasuh anaknya, tak akan pernah bisa terbalas dengan cara apapun. Ibnu Umar pernah melihat seorang lelaki yang menggendong ibunya thawaf mengelilingi Ka'bah. Orang tersebut bertanya, "Wahai Ibnu Umar, menurut pendapatmu apakah aku sudah membalas kebaikan ibuku?"
"Belum, meskipun sekadar satu jerit ibumu ketika melahirkanmu. Akan tetapi engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberikan balasan yang banyak kepadamu terhadap sedikit amal yang engkau lakukan itu," jawab Ibnu Umar (Al-Kabair, Imam Adz-Dzahabi).
Kita belum pernah menggendong ibu untuk thawaf mengelilingi Ka'bah. Mungkin kita pernah mendorongnya dengan kursi roda. Bahkan seandainya menggendong ibu keliling dunia, tindakan itupun belum bisa membalas kebaikan dan perjuangan ibu.
Muliakan Ibumu, Karena Allah Telah Memuliakannya
Orang-orang salih zaman dahulu, sangat memuliakan ibu. Mereka takut melakukan perbuatan yang bisa bernilai durhaka kepada ibu, meski hanya perbuatan kecil dan sederhana. Perhatikan bagaimana orang-orang salih zaman dahulu bersikap terhadap ibu mereka.
Hafshah binti Sirin mengatakan, "Aku tidak pernah melihat Muhamad bin Sirin bersuara keras di hadapan ibunya. Apabila beliau berkata-kata dengan ibunya, maka beliau seperti seorang yang berbisik-bisik" (Siyar A'lam An-Nubala', Imam Adz-Dzahabi).
Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib adalah seorang yang terkenal sangat berbakti kepada ibunya. Seseorang bertanya, "Engkau adalah orang yang paling berbakti kepada ibumu, akan tetapi kami tidak pernah melihatmu makan bersama ibumu."
Ali bin Husain menjawab, "Aku takut kalau-kalau tanganku mengambil makanan yang sudah dilirik oleh ibuku, sehingga aku berarti mendurhakainya" (Uyunul Akhyar, Imam Ibnu Qutaibah).
Abu Hurairah menempati sebuah rumah, sedangkan ibunya menempati rumah yang lain. Apabila Abu Hurairah hendak keluar rumah, ia berdiri terlebih dahulu di depan pintu rumah ibunya seraya mengatakan, "Keselamatan untukmu, wahai ibuku, dan rahmat Allah serta barakahnya." Ibunya menjawab, "Dan untukmu keselamatan wahai anakku, dan rahmat Allah serta barakahnya."
Abu Hurairah kemudian berkata, "Semoga Allah menyayangimu karena engkau telah mendidikku semasa aku kecil." Ibunya pun menjawab, "Dan semoga Allah merahmatimu karena engkau telah berbakti kepadaku saat aku berusia lanjut." Demikian pula yang dilakukan oleh Abu Hurairah ketika hendak memasuki rumah" (Adab Al-Mufrad, Imam Bukhari).
Sekarang mari kita perhatikan sikap Ibnu Mas'ud terhadap ibunya. Suatu malam, ibunya meminta air minum. Setelah Ibnu Mas'ud datang membawa air minum, ternyata sang ibu sudah tertidur. Akhirnya Ibnu Mas'ud berdiri di dekat kepala ibunya sambil memegang wadah berisi air tersebut hingga pagi" (Birrul Walidain, Imam Ibnul Jauzi).
Di masa pemerintahan Ustman bin Affan, harga sebuah pohon kurma mencapai seribu dirham. Meskipun demikian, Usamah bin Zaid membeli sebatang pohon kurma lalu memotong dan mengambil jamar kurma tersebut. Jamar adalah bagian batang kurma yang berwarna putih yang berada di jantung pohon kurma. Jamar tersebut ia suguhkan kepada ibunya.
Banyak orang bertanya, "Mengapa engkau lakukan itu, padahal harga satu pohon kurma itu seribu dirham?" Usamah menjawab, "Karena ibuku meminta jamar pohon kurma, dan tidaklah ibuku meminta sesuatu kepadaku yang bisa kuberikan, pasti aku berikan" (Shifatush Shafwah, Imam Ibnul Jauzi).
Muliakanlah ibumu, surga untukmu. Selamat Hari Ibu.
Bahan Bacaan
Aris Munandar, Potret Salaf Dalam Birrul Walidain, https://muslim.or.id, 1 April 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H