Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Keharmonisan Keluarga adalah Sumber Produktivitas yang Luar Biasa

24 September 2021   07:20 Diperbarui: 29 September 2021   01:47 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"It is also anticipated that young people will have more time to meet, marry and have children, going some way to solving the worsening problem of a falling birth rate, an increasingly older national demographic and a contracting population" --Julian Ryall, 2021.

Mungkin Jepang adalah satu-satunya bangsa di dunia yang memiliki istilah khusus untuk menyebut fenomena kematian karena kelelahan kerja. 

Istilah "karoshi" menunjukkan, secara umum bangsa Jepang memiliki etos kerja yang sangat tinggi. Sedemikian rupa --sampai menimbulkan ketidakseimbangan dalam hidup.

Sekarang Jepang menghadapi masalah serius terkait demografi nasional yang semakin tua dan populasi yang menyusut. 

Para pejabat pemerintahan berharap pihak perusahaan bisa memberlakukan jam kerja yang fleksibel dan kerja jarak jauh (work from home), sampai pandemi berakhir. Pemerintah akan mengeluarkan kebijakan empat hari kerja dalam sepekan.

"Pemerintah sangat ingin perubahan sikap ini berakar pada perusahaan Jepang," ungkap Martin Schulz, Kepala Ekonom Kebijakan untuk Unit Intelijen Pasar Global Fujitsu Ltd., kepada DW.

"Selama pandemi, perusahaan telah beralih ke cara operasi baru dan mereka melihat peningkatan produktivitas secara bertahap," kata Schulz. 

"Perusahaan meminta karyawan mereka bekerja dari rumah atau dari jarak jauh, yang bisa membuat lebih nyaman dan produktif bagi banyak orang."

Perhatian terhadap Keluarga

sumber: asia.nikkei.com
sumber: asia.nikkei.com

"The government said in the outline of its campaign that, with a four-day working week, companies would be able to retain capable and experienced staff who might otherwise have to leave if they are trying to raise a family or take care of elderly relatives" --Julian Ryall, 2021.

Pola kerja yang menuntut banyak waktu, tenaga dan perhatian di perusahaan, menyebabkan banyak masyarakat Jepang enggan menikah dan memiliki anak. Waktu, tenaga dan perhatian mereka tercurah untuk pekerjaan. Mereka kehilangan keseimbangan dalam kehidupan.

Produktivitas jangka pendek mungkin tampak bagus dengan jam kerja tinggi tersebut. Namun produktivitas jangka panjang menjadi terabaikan. 

Ada sisi-sisi kemanusiaan yang kurang mendapatkan sentuhan, salah satunya adalah pernikahan dan rumah tangga. Penduduk tua Jepang semakin banyak, sementara sangat sedikit jumlah kelahiran.

Melalui kebijakan empat hari kerja sepekan ini, Pemerintah Jepang mengharapkan mampu mendorong lebih banyak orang untuk mendapatkan kualifikasi pendidikan tambahan atau bahkan mengambil pekerjaan sampingan selain pekerjaan tetap mereka. Hal ini berdampak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Pemerintah Jepang juga berharap, hari libur ekstra setiap pekan akan mendorong para pekerja keluar rumah dan berbelanja, sehingga meningkatkan perekonomian. 

Dengan hari libur lebih banyak, generasi muda akan memiliki lebih banyak waktu untuk bertemu pasangannya, menikah, dan memiliki anak.

Perhatian terhadap pernikahan, keluarga dan pengasuhan anak menjadi sangat penting bagi kelangsungan sebuah bangsa. 

Bisa saja sebuah bangsa mengalami kepunahan, apabila tidak ada lagi anak-anak yang lahir dari ras mereka. Keengganan menikah dan memiliki anak --karena tuntutan pekerjaan dan tingginya pajak, bisa berdampak terpotongnya bahkan hilangnya generasi.

Bagi Schulz, kuncinya terletak pada peningkatan produktivitas. "Selama setahun terakhir, karyawan menunjukkan bahwa mereka secara fisik tidak perlu berada di kantor lima hari seminggu dan sampai larut malam untuk tetap produktif," katanya

Titik Keseimbangan

Selama ini bisa jadi banyak negara yang berasumsi, keluarga bisa menghambat produktivitas kerja. Ada banyak contoh kehidupan keluarga yang tampak menghambat produktivitas kerja, misalnya:

  • Ketika ada anak yang sakit parah, maka salah satu atau kedua orang tua akan meminta izin tidak masuk kerja, demi mengurus anak yang sakit.
  • Ketika suami atau istri sakit, maka pasangannya harus mengurus dan menunggu di rumah sakit, sehingga menjadi alasan untuk tidak masuk kerja.
  • Pegawai yang memiliki istri/suami dan anak, bisa menimbulkan konsekuensi tuntutan gaji yang lebih banyak, dibandingkan pegawai yang lajang.
  • Ketika dalam satu keluarga memiliki banyak anak, akan ada beban ekonomi yang bisa menambah permasalahan pada seseorang yang menyebabkan menurunnya performa dan kinerja di perusahaan. 

Beberapa contoh kondisi di atas, mungkin menjadi semacam hantu bagi pengambil kebijakan. Maka pernikahan dan membangun kehidupan rumah tangga tidak menjadi perhatian, karena dinilai sebagai keputusan sangat pribadi dan bahkan bisa mengganggu kinerja di perusahaan.

Padahal, kehidupan manusia justru akan produktif apabila mampu menjaga semua titik keseimbangan. Misalnya keseimbangan perhatian dari sisi spiritual, intelektual, emosional, dan material. 

Keseimbangan antara sisi ruhani dan jasmani. Keseimbangan antara keluarga dan kerja. Keseimbangan antara kesibukan dan istirahat; dan lain sebagainya.

Sebagian masyarakat memberikan perhatian demikian besar terhadap keluarga. Sampai muncul ungkapan "Family Is Not An Important Thing, Family Is Everything". 

Ungkapan tersebut mungkin tampak berlebihan dalam memandang keluarga, namun hal itu akan benar-benar dirasakan pada saat seseorang kehilangan kebahagiaan dan keutuhan keluarga.

Apalah artinya bisnis yang besar, penghasilan berlimpah, kekayaan terus bertambah, popularitas makin membuncah, namun tidak disertai kehangatan keluarga. 

Dalam perspektif kebangsaan dan kenegaraan, kehadiran keluarga yang kuat adalah sarana utama membangun masa depan yang lebih berjaya. Tanpa kehadiran keluarga yang kuat, problem demografi dan produktivitas akan selalu terancam.

Bahkan mengancam kepunahan sebuah bangsa atau ras, lantaran tidak memedulikan keluarga. Mari selalu perbaiki dan kokohkan keluarga Indonesia, demi masa depan yang semakin berdaya dan berjaya.

Bahan Bacaan

Cahyadi Takariawan, Family is Not an Important Thing, Family is Everything, https://www.kompasiana.com/pakcah, 23 November 2016

Julian Ryall, Japan Proposes Four-day Working Week to Improve Work-life Balance, https://www.dw.com, 22 Juni 2021

Kentaro Shiozaki, A 4-day Workweek? Japan Gives the Idea Serious Thought, https://asia.nikkei.com, 13 April 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun