Tidak ada seorangpun di antara kita yang ingin terinfeksi virus Corona. Namun ternyata ini bukan pilihan. Ada yang harus menjadi kenyataan.
Keluarga saya termasuk yang ketat menjalankan protokol kesehatan. Misalnya, selama pandemi kami relatif di rumah saja. Keperluan belanja rutin kami lakukan secara online. Keluar rumah hanya jika benar-benar perlu dan mendesak.
Setiap keluar rumah, kami juga mengenakan masker. Kami berusaha menjauhi kerumunan, berusaha menjauhi makan bareng dengan teman-teman. Satu dua acara offline, kami lakukan dengan protokol yang ketat untuk persyaratan peserta.
Kami juga sudah tidak menerima konseling offline. Semua konseling kami lakukan secara online. Kami juga sangat membatasi tamu. Hanya apabila mendesak saja sehingga harus menerima tamu. Tetap dengan protokol ketat, misalnya tidak ada suguhan sehingga tidak ada alasan untuk membuka masker.
Kami sekeluarga juga sudah melakukan vaksinasi untuk dosis pertama. Pemberian vaksin dosis kedua belum tiba masanya. Meski demikian, kami sekeluarga tetap terkena Corona. Kami hadapi dan kami jalani saja takdir ini, karena usaha penjagaan maksimal sudah kami lakukan.
Bermula dari Pembantu Rumah Tangga
Di rumah kami ada asisten rumah tangga yang datang pergi. Pagi dan sore datang ia ke rumah kami untuk membantu bersih-bersih rumah.
Awalnya, anak dia positif Covid, berikutnya diapun terkena Covid. Saat anaknya positif Covid, dia masih sempat datang ke rumah namun kemudian kami liburkan. Saat itu ia test swab antigen dan dinyatakan positif.
Setelah itu saya bergejala, tanggal 5 Agustus 2021. Tanggal 6 Agustus saya test dan dinyatakan positif. Maka sejak itu saya melakukan isoman di rumah.
Hari berikutnya istri saya bergejala dan dinyatakan positif. Hari berikutnya, ibu mertua saya positif, disusul anak perempuan dan cucu saya. Terakhir beberapa hari kemudian, menantu lelaki saya pun positif.
Satu keluarga --yang tinggal se rumah dengan kami, hanya satu anak perempuan yang negatif. Dia berkali-kali test untuk memastikan, hasilnya selalu negatif. Maka dia satu-satunya yang tidak terinfeksi, namun harus ikut ritme isolasi mandiri karena seisi rumah terkonfirmasi positif.
Masuk Rumah Sakit
Semenjak terkonfirmasi positif, saya langsung mengontak dr. Rina Juwita, Sp.PD, dokter spesialis di RS UII. Saya mendapatkan arahan dari dr. Rina tentang obat, suplemen dan perlakuan selama saya menjalani isoman di rumah.
Tanggal 12 Agustus gejala panas tinggi belum reda. Maka dr. Rina meminta saya untuk dirawat di rumah sakit. Saya mengikuti saran itu. Satu paket sekalian dengan istri dan ibu mertua.
Mulai 12 Agustus kami bertiga mulai menjalani perawatan di RS UII Yogyakarta. Dimulai dengan pemeriksaan darah, akhirnya saya mendapat perlakuan sesuai kebutuhan. Sejak pemberian infus, antibiotik, obat antivirus, hingga obat anti penggumpalan darah.
Tanggal 14 Agustus dinyatakan virus berhasil dilumpuhkan. Program berikutnya adalah memperbaiki kerusakan yang dirimbulkan oleh virus. Ini memerlukan antibodi yang mencukupi. Maka sempat direncanakan untuk menambahkan plasma konvalesen untuk menambah jumlah pasukan antibodi.
Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah, Allah berikan kekuatan kepada tubuh saya untuk memproduksi antibodi yang mencukupi. Akhirnya tidak jadi ditambahkan plasma konvalesen.
Tangga 18 Agustus dilakukan test PCR, dan alhamdulillah hasilnya negatif. Malam hari itu juga, setelah mendapatkan hasil test PCR saya pulang ke rumah.
Setelah Pulang dari Rumah Sakit
Kita tahu bersama, respon tubuh manusia atas infeksi corona berbeda-beda. Kerusakan yang ditimbulkan oleh corona terhadap tubuh manusia juga berbeda-beda. Sangat banyak faktor mengapa terjadi perbedaan seperti ini.
Itu sebabnya, sangat banyak yang meninggal dunia karena efek kerusakan yang ditimbulkan corona sangat luar biasa. Sebagian berhasil sembuh namun dengan long-term-effect. Ada yang mengalami kerusakan di paru-paru secara permanen. Ada yang mengalami penurunan fungsi-fungsi tubuh.
Malam pertama di rumah, saya kesulitan tidur. Saya memahami ini adalah dampak dari terlalu banyak tidur selama di rumah sakit.
Tujuh hari di rumah sakit, dari 12 -- 18 Agustus 2021, saya diprogram untuk tetap berbaring dan tidur. Ini adalah cara untuk memproduksi antibodi. Maka 7 X 24 jam, atau hampir selama 168 jam, saya berbaring terus menerus, kecuali untuk keperluan toilet dan makan.
Hampir 168 jam saya berposisi dipaksa berbaring dan merem. Memaksa diri terus tidur, tentu tidak mudah. Sangat lelah untuk tidur. Sangat lelah untuk berbaring.
Maka saat pulang ke rumah, tidak bisa segera tidur. Ternyata berlanjut pada hari kedua di rumah sepulang dari rumah sakit. Tidak terasa mengantuk. Sejak pagi, siang, sore sampai malam, tidak ada mengantuknya. Susah payah saya berusaha tidur malam hari.
Hari ketiga masih sama, tidak ada rasa mengantuk. Pagi hari mulai saya gunakan olah raga ringan. Siang hari saya gunakan untuk menulis dan aktivitas onlie. Malam hari memaksa tidur, dan tetap tidak memiliki rasa mengantuk.
Hari ini, 24 Agustus 2021, adalah hari ke 7 di rumah, sepulang dari rumah sakit. Rasa mengantuk belum hadir. Saya gunakan untuk banyak berkegiatan di rumah, seperti bersih-bersih rumah, olahraga, mengurus taman, dan tentu saja menulis.
Malam harinya tetap belum muncul rasa mengantuk. Padahal siang juga tidak mengantuk. Inilah rupanya salah satu efek lanjut dari Covid-19. Merusak pola tidur, merusak selera makan, merusak kekuatan tubuh.
Sekali lagi, semua orang responnya berbeda-beda pasca terkena corona. Saya mendapat cerita dari adik ipar yang juga belum lama terpapar corona. Ia mengatakan, tiga pekan lamanya setelah usai isoman, tidak bisa tidur dan tidak mengantuk. Masuk pekan keempat baru mulai nyenyak tidur dan enak makan.
Waw, ternyata saya baru menjalani sepekan. Adik ipar saya sampai tiga pekan.
Soal Selera Makan
Saat dirawat di rumah sakit, saya memaksa diri untuk makan, tanpa berpikir selera dan rasa. Pokoknya harus makan sesuai jatah RS, untuk menutrisi tubuh.
Sepulang dari RS, ternyata selera makan sangat rendah. Tidak memiliki keinginan untuk menikmati makanan tertentu. Kopi, yang dulunya saya nikmati tiap hari, sekarang tidak bisa saya nikmati. Nasi goreng, yang dulu saya sangat hobi, sekarang tidak bisa masuk ke tenggorokan.
Jadi, setiap datang waktu makan, saya mencari inspirasi sesaat. Saya mencari menu makanan online, lalu mencoba membayangkan. Mana menu yang tampaknya mengundang selera, langsung saya pesan online. Alhamdulillah, dengan cara seperti itu, saya bisa menikmati makanan.
Targetnya hanya satu, makanan bisa masuk ke perut tanpa muntah. Dengan cara dadakan seperti itu, saya bisa tetap makan, tanpa merasa lezat atau enak. Pokoknya makanan masuk perut dulu, dan tidak muntah.
Adapun ibu mertua saya, tidak bisa menikmati makanan dan minuman. Respon tubuh beliau menolak makanan dan minuman. Sampai hari ketujuh sekarang ini, beliau masih sulit makan dan minum. Juga sulit tidur.
Untuk istri, merasa daya ingatnya sangat menurun. Harus mengingat-ingat sesuatu dalam waktu lama. Mudah lelah dan napas terasa berat. Padahal gejala yang muncul saat terinfeksi corona hanyalah panas semalam, setelah itu normal. Ditambah kehilangan penciuman sampai dua pekan.
Untuk anak, menantu dan cucu, semua tampak normal saja. Tidak mengalami gejala seperti saya atau ibu mertua. Mereka bisa menikmati makanan, minuman dan nyenyak tidur.
Rumah Sepi
Saat kami semua melakukan islolasi mandiri --kami bertiga di rumah sakit, dan tiga yang lain isoman di rumah, maka rumah menjadi sangat sepi. Bahkan tampak mencekam, karena tidak ada aktivitas.
Di depan rumah kami beri tulisan besar "Sedang Isoman, Semua Paket Harap Ditaruh di Meja Teras Depan". Ini karena setiap hari selalu ada paket datang ke rumah kami.
Satu orang tetangga kami minta untuk membersihkan halaman rumah setiap hari, agar tidak menjadi rumah "angker" karena kotor dan kumuh. Selama masa isoman, semua keluarga tidak ada yang muncul keluar rumah. Semua berkegiatan di kamar masing-masing.
Bingkisan Berdatangan
Salah satu hal yang sangat membahagiakan adalah, banyaknya doa dan perhatian dari tetangga dan sahabat. Setiap hari, selalu saja ada bingkisan di depan rumah kami. Kadang berupa buah, sayuran, kue, aneka suplemen, herbal, madu, dan lauk pauk. Bahkan ada yang mengirim buku.
Jadi selama masa isolasi mandiri, semua kebutuhan nutrisi keluarga kami sangat tercukupi. Masyaallah, luar biasa rasa kebersamaan dan kepedulian para tetangga dan sahabat semua.
Beginilah kehidupan kita di tengah masyarakat. Suasana peduli sangat tinggi. Bahkan beberapa orang datang ke rumah kami untuk memberikan doa langsung di rumah kami. Seperti ustadz Mohammad Fauzil Adhim dan tim Rumah Sajada, datang khusus untuk mendoakan di rumah kami. Subhanallah.
Peran Puskesmas
Etika dan prosedur saat terkonfirmasi positif adalah segera lapor kepada Satgas Covid di kampung tempat kami tinggal. Tindak lanjut dari laporan tersebut, kami didatangi Satgas Covid kampung kami untuk mendapat back up, dan juga pihak Puskesmas Banguntapan 1.
Saya sangat surprise dengan kesigapan petugas Puskesmas Banguntapan 1 yang sangat care dengan warga. Kami didatangi di rumah, dan mendapatkan arahan tindakan selama isoman. Berikut obat-obatan serta vitamin. Semuanya gratis. Luar biasa.
Puskesmas memantau perkembangan kami hampir setiap hari. Berbagai data ditanyakan untuk kami jawab, dan ini adalah bentuk kepedulian serta tanggung jawab yang luar biasa.
Hingga akhirnya hari ini, 24 Agustus 2021, kami mendapatkan surat cinta dari Puskesmas Banguntapan 1, yang menyatakan menantu dan cucu kami telah selesai menjalani masa isolasi mandiri. Alhamdulillah.
Perkumpulan Mantan Isoman
Dengan demikian, selesai sudah edisi isolasi mandiri di rumah kami. Setelah saya, istri dan ibu mertua selesai menjalani perawatan RS, disusul anak, menantu dan cucu yang selesai menjalani masa isoman. Alhamdulillah kami semua selamat dan sehat walafiat.
Kecuali saya dan ibu mertua, yang masih mengalami gejala sulit tidur dan makan. Kami yakin ini bagian dari proses penyembuhan. Semoga segera pulih kembali, sehat wal afiat, segar bugar dan sejahtera. Aamiin.
Saat ini sudah muncul berbagai komunitas yang menghimpun para penyintas Covid-19. Tujuannya untuk saling sharing, juga berusaha membantu kebutuhan plasma konvalesen bagi yang memerlukan bantuan.
Mungkin akan segera hadir juga Perkumpulan Mantan Isoman, yang jumlahnya sangat banyak di negeri ini. Tentu tidak untuk sekedar berkumpul, namun untuk bersyukur karena telah diselamatkan Allah dari kematian. Sementara banyak pasien Covid-19 yang wafat di masa penyembuhan.
Semoga sahabat semua tidak perlu terinfeksi virus mengerikan ini. Semoga Allah jaga dan Allah lindungi kita semua. Segera sembuh, Indonesiaku.
Yogyakarta, 24 Agustus 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H