Tabib masuk ke dalam ruang racikan. Beberapa saat kemudian, ia kembali membawa ramuan dimaksud.
"Ramuan ini sangat manjur," ujarnya. "Berikan kepada ibu mertuamu, sehari tiga kali, sembari kamu mengantar makanan. Ramuan ini akan bekerja dalam saru bulan".
"Selama ini aku tak pernah mengantar makanan untuknya", ungkap si perempuan.
"Mulai hari ini, berbuat baiklah kepadanya. Ingat, ini hari-hari terakhir kehidupan ibu mertuamu. Berbuatlah sebaik mungkin. Sediakan makanan untuknya, sembari kami tambahkan ramuan ini. Berlakulah sopan, hormati ibu mertuamu, jangan membentak, jangan berlaku kasar kepadanya", tambah Tabib.
"Itu sangat berat bagi saya", ungkap si perempuan.
"Kamu ingin ia mati dengan cara yang halus kan? Supaya orang tidak curiga kepadamu? Nah, berbuat baiklah kepada ibu mertuamu di hari-hari akhir kehidupannya", pesan Tabib.
"Baiklah, saya mengerti". Perempuan itu segera pulang, membawa ramuan manjur dari Tabib.
Sesampai di rumah, ia mulai menjalankan perintah Tabib. Dengan sabar dia berusaha berbuat baik kepada ibu mertuanya. Ia layani keperluan makan ibu mertua, sehari tiga kali, sembari ditambah ramuan manjur dari Tabib.
Sembari melayani makan, ia bilang bahwa ramuan itu adalah obat yang akan menyembuhkan penyakit ibu mertua. Hari demi hari berlalu. Sang menantu selalu berusaha berbuat baik, sesuai pesan Tabib. Tak ada lagi pertengkaran semenjak itu.
Ibu mertua yang awalnya bersikap buruk pada menantu, secara perlahan berubah menjadi lebih baik. Ibu mertua merasa tersentuh oleh sikap baik menantunya. Mereka bahkan menjadi sangat akrab.
Menjelang stu bulan, hubungan mertua dan menantu terjalin semakin mesra. Menantu perempuan yang semula sangat membenci ibu mertuanya, kini berubah menjjadi sayang. Ia merasa ibu mertuanya telah benar-benar berubah. Ia tersentuh oleh kebaikan sikap dan ketulusan ibu mertua.