Hari ini umat Islam seluruh dunia merayakan Iedul Adha. Meski shalat dilakukan di rumah saja, dan penyembelihan hewan kurban dilakukan oleh panitia, namun esensi kurban tetap didapatkan secara utuh. Ada pengurbanan karena landasan cinta.
Inilah yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim a.s. Cinta Nabi Ibrahim kepada Allah benar-benar tidak tertandingi. Sangat besar cintanya kepada Allah, maka ia terpilih menjadi kekasih Allah. Bahkan ketika harus berkurban, dengan pengurbanan yang paling besar sekalipun, ia mau melakukan.
PDRT, Pengurbanan Dalam Rumah Tangga
Dalam kehidupan berumah tangga, pasti memerlukan pengurbanan. Orang bijak menyatakan, cinta ejati butuh diuji. Bagaimana Anda mengetahui cinta jika tidak ada ujiannya?
Ujian Nabi Ibrahim sangat banyak. Dalam hidup berumah tangga, ujian beliau di antaranya adalah tidak segera mendapat anak. Beliau sangat ingin memiliki anak keturunan salih, maka tak lelah beliau berdoa --yang kita lafalkan hingga hari ini. Rabbi habli minashshalihin. Ini doa Nabi Ibrahim.
Allah kabulkan doa itu. Lahirlah Ismail, putra tercinta.
Ujian berikutnya saat harus meninggalkan Hajar dan Ismail, dua kekasih hatinya, di padang tandus yang tak ada tumbuhan maupun makanan. Ternyata ini adalah cikal bakal pertumbuhan peradaban, yang kin menjadi kota sangat ramai. Kota Mekah atau Makkah Al-Mukaramah.
Doa Nabi Ibrahim kembali terkabulkan. ''Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rizkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur'' (QS. Ibrahim: 37).
Ujian berikutnya adalah kisah penyembelihan Ismail, melalui sebuah mimpi. Nabi Ibrahim meyakini mimpi itu adalah perintah Allah untuk dilaksanakan. Maka segera ia sampaikan mimpi itu kepada Ismail. Ternyata Ismail meminta agar sang ayah mengeksekusi mimpi itu.
Sekarang menjadi ritual ibadah kurban. Dulunya adalah bukti ketaatan dan kecintaan Nabi Ibrahim kepada Allah. Maka Allah mengganti posisi Ismail dengan domba yang besar, untuk disembelih oleh Ibrahim.
Keluarga Nabi Ibrahim memberikan teladan dalam pengurbanan. Tak ada cinta tanpa pengurbanan. Makin besar cintanya, makin besar pula pengurbanannya.
Pengurbanan Mertua dan Menantu
Pada Hari Raya kurban ini, hendaklah mertua dan menantu memberikan kurban terbaik. Sebuah kurban untuk membangun hubungan penuh kedamaian dan keharmonisan. Mengurbankan ego dan harga diri, yang membuat konflik sering terjadi.
Sebuah survei di Indonesia belum lama ini menunjukkan mayoritas istri mengaku sempat kesulitan menjalin hubungan baik dengan mertua. Ketidakcocokan sifat menjadi alasan utama munculnya konflik menantu dan mertua.
Survei tersebut diinisiasi oleh Teman Bumil dan Populix, melibatkan 995 responden di seluruh Indonesia. Responden adalah perempuan yang berstatus sebagai istri atau ibu. Ditemukan hasil, sebanyak 32 % responden mengaku ketidakcocokan sifat dan perilaku kerap memunculkan konflik dengan mertua.
Selain itu, ditemukan beberapa penyebab konflik yang lainnya. Responden menyatakan beberpa penyulut ketidakharmonisan dengan mertua, antara lain intervensi mertua dalam urusan rumah tangga (17 %), intervensi mertua dalam mengurus anak (14 %), kritik mertua dalam proses kehamilan (7 %), serta berbagai penyebab lainnya (3 %).
Penyebab terbesar adalah ketidakcocokan sifat dan perilaku. Menantu perempuan kerap mendapatkan sifat-sifat ibu mertua yang tidak menyenangkan. Bukan saja soal beda usia atau beda generasi, namun juga perbedaan kebiasaan dan kultur kehidupan, perbedaan pendidikan dan pergaulan.
Jika dicermati, ketidakcocokan sifat dan perilaku, pada dasarnya adalah hal lumrah saja dalam hubungan antar manusia. Tidak perlu menjadi bahan konflik dan pertengkaran di antara mereka. Setiap manusia itu unik, berbeda dengan yang lainnya. Pasti akan dijumpai ketidakcocokan.
Misalnya antara suami dengan istri, mereka adalah dua pribadi yang pasti memiliki sisi ketidakcocokan. Maka tugas dalam pernikahan adalah mengelola ketidakcocokan tersebut. Mengubah konflik menjadi cinta dalam rumah tangga. Inilah dinamika cinta, selalu ada sisi ketegangannya.
Demikian pula antara orangtua dengan anak, pasti ada sisi ketidakcocokan di antara mereka. Tidak mungkin akan bisa cocok 100 % dalam semua hal. Jika hubungan di antara orang-orang yang sangat dekat --dalam sebuah keluarga inti---saja, memiliki sisi ketidakcocokan, bagaimana dengan orang-orang yang datang belakangan?
Menantu dan mertua itu "datang belakangan". Yang ada sebelumnya adalah ayah, ibu dan anak, dalam sebuah keluarga inti. Setelah anak menikah, datanglah menantu di keluarga itu. Sedangkan ayah dan ibu berubah menjadi mertua. Ini adalah status yang datang belakangan.
Wajar jika ada banyak ketidakcocokan sifat. Maka tidak perlu mencari-cari perbedaan dan memperuncingnya. Mumpun Hari Raya Iedul Adha, mengingatkan mertua dan menantu untuk memberikan pengurbanan terbaik. Kurban 'perasaan', untuk tidak mengagungkan ego dan harga diri. Mengurbankan sebagian privasi untuk saling memasuki, dan saling nyaman dalam proses adaptasi.
Bahan Bacaam
CNN Indonesia, Menguak Pemicu Konflik antara Menantu dan Mertua, 6 Juni 2021, https://www.cnnindonesia.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H