Keluarga Nabi Ibrahim memberikan teladan dalam pengurbanan. Tak ada cinta tanpa pengurbanan. Makin besar cintanya, makin besar pula pengurbanannya.
Pengurbanan Mertua dan Menantu
Pada Hari Raya kurban ini, hendaklah mertua dan menantu memberikan kurban terbaik. Sebuah kurban untuk membangun hubungan penuh kedamaian dan keharmonisan. Mengurbankan ego dan harga diri, yang membuat konflik sering terjadi.
Sebuah survei di Indonesia belum lama ini menunjukkan mayoritas istri mengaku sempat kesulitan menjalin hubungan baik dengan mertua. Ketidakcocokan sifat menjadi alasan utama munculnya konflik menantu dan mertua.
Survei tersebut diinisiasi oleh Teman Bumil dan Populix, melibatkan 995 responden di seluruh Indonesia. Responden adalah perempuan yang berstatus sebagai istri atau ibu. Ditemukan hasil, sebanyak 32 % responden mengaku ketidakcocokan sifat dan perilaku kerap memunculkan konflik dengan mertua.
Selain itu, ditemukan beberapa penyebab konflik yang lainnya. Responden menyatakan beberpa penyulut ketidakharmonisan dengan mertua, antara lain intervensi mertua dalam urusan rumah tangga (17 %), intervensi mertua dalam mengurus anak (14 %), kritik mertua dalam proses kehamilan (7 %), serta berbagai penyebab lainnya (3 %).
Penyebab terbesar adalah ketidakcocokan sifat dan perilaku. Menantu perempuan kerap mendapatkan sifat-sifat ibu mertua yang tidak menyenangkan. Bukan saja soal beda usia atau beda generasi, namun juga perbedaan kebiasaan dan kultur kehidupan, perbedaan pendidikan dan pergaulan.
Jika dicermati, ketidakcocokan sifat dan perilaku, pada dasarnya adalah hal lumrah saja dalam hubungan antar manusia. Tidak perlu menjadi bahan konflik dan pertengkaran di antara mereka. Setiap manusia itu unik, berbeda dengan yang lainnya. Pasti akan dijumpai ketidakcocokan.
Misalnya antara suami dengan istri, mereka adalah dua pribadi yang pasti memiliki sisi ketidakcocokan. Maka tugas dalam pernikahan adalah mengelola ketidakcocokan tersebut. Mengubah konflik menjadi cinta dalam rumah tangga. Inilah dinamika cinta, selalu ada sisi ketegangannya.
Demikian pula antara orangtua dengan anak, pasti ada sisi ketidakcocokan di antara mereka. Tidak mungkin akan bisa cocok 100 % dalam semua hal. Jika hubungan di antara orang-orang yang sangat dekat --dalam sebuah keluarga inti---saja, memiliki sisi ketidakcocokan, bagaimana dengan orang-orang yang datang belakangan?
Menantu dan mertua itu "datang belakangan". Yang ada sebelumnya adalah ayah, ibu dan anak, dalam sebuah keluarga inti. Setelah anak menikah, datanglah menantu di keluarga itu. Sedangkan ayah dan ibu berubah menjadi mertua. Ini adalah status yang datang belakangan.