Sifat ini harus dipahami guru sebagai sebuah keniscayaan. Tidak mungkin memaksa murid untuk menjadi "anak penurut nan pasrah" seperti mereka dulu, namun perlu dituntun agar tidak salah arah. Hendaknya selalu dalam koridor yang positif dan konstruktif.
Coba simak ulasan di buku ini.
Berhadapan dengan Zahra aku serasa de javu.Sebagai wali kelas tentu aku juga merasa kecolongan. Selain itu, aku juga merasa Zahra telah memberiku pengajaran tentang pentingnya sebuah PERHATIAN dan sebagai guru kita tak boleh lengah apa lagi sampai ceroboh dalam memperhatikan setiap detail laku siswa.
Jika kita cermati, remaja era industri 4.0 cepat berpindah-pindah perhatian dari hal menarik yang satu ke hal menarik lainnya. Tidak betah berlama-lama melakukan aktivitas. Rentang perhatian yang pendek membuat mereka ini cenderung melakukan aktivitas multitasking. Guru perlu memiliki banyak kreativitas saat mendidik anak, agar tidak membosankan.
Remaja masa kini juga memiliki banyak akun media sosial untuk menyatakan eksistensi. Dalam dunia digital, mereka bisa hadir dan diakui sebagai individu. Benar-benar sebagai diri mereka sendiri. Hal ini sangat mereka senangi. Guru harus berusaha untuk mengarahkan agar ekspresi mereka selalu dalam koridor positif konstruktif.
Remaja mampu berpikir cepat seperti membaca tweet atau membaca berita pendek. Dampaknya, mereka tahu banyak hal tapi hanya pada sisi permukaan saja, tidak mengetahui detailnya.
Melalui teknologi, remaja bisa belajar banyak konten untuk mendalami ilmu agama. Sayangnya, jika mencari pengetahuan agama melalui Youtube, tidak mengaji langsung kepada ustaz atau ulama, mereka hanya mendapatkan pengetahuan tentang agama, namun tidak mendapatkan adab. Maka muncul banyak orang pintar tetapi kurang beradab.
Remaja dibiasakan dengan segala sesuatu yang serba instan, karena sudah tersedia semua kebutuhan belajar mereka. Tidak perlu menghafal rumus kimia atau matematika, tidak perlu mengikuti proses logis, semua tinggal ditanyakan ke mesin pencari.
Murid masa kini lebih memilih belajar dengan mencari sendiri konten di dunia digital melalui mesin pencari. Mereka lebih suka mengakses video tutorial atau bahan pembelajaran melalui berbagai situs, daripada mengerjakan PR dari sekolah.
Murid masa kini bukan hanya mengunduh tapi juga mengunggah konten. Mereka merasa tidak eksis bila tidak mengunggah konten. Maka banyak waktu mereka habiskan untuk aktivitas unduh dan unggah ini.
Sedemikian seru kondisi murid masa kini, anak-anak generasi digital. Keseluruhan karakter murid-murid masa kini di atas bukan sekadar untuk dimaklumi dan dibenarkan, namun justru untuk diarahkan agar semua selalu berada dalam koridor positif dan konstruktif. Jangan sampai sifat-sifat khas mereka justru membuat mereka berada dalam keadaan negatif serta destruktif, na'udzubillah min dzalik.
Guru harus selalu meningkatkan kapasitas dan kapabilitas agar bisa berperan dalam zaman yang semakin digital ini. Jangan sampai terpental di era digital. Nah, lalu bagaimana mendidik dan mengarahkan anak-anak pada era digital ini?