Gap, itulah yang sekarang terjadi. Ya, kesenjangan. Bahkan telah menjadi problem kemanusiaan yang saat besar di era industri 4.0 saat ini. Gap di semua lini.
Teknologi, ini yang menjadi biang keladi. Teknologi itu ambigu. Memiliki dua sisi yang berlawanan. Ia mendekatkan, namun juga menjauhkan. Ia menyatukan, namun juga memisahkan.
Di satu sisi, teknologi komunikasi mampu menyatukan banyak orang dalam satu grup chating. Mendekatkan orang-orang yang tinggal secara berjauhan. Serasa di hadapan. Bahkan antarnegara. Serasa dekat.
Bahkan uniknya, "mendekatkan" juga bisa bermakna "mengaburkan". Batas-batas cinta dan benci, batas-batas bahagia dan derita, batas-batas penghormatan dan penghinaan, terkadang menjadi bias dan tidak terlalu jelas. Mendekat, namun kabur.
Di sisi lain, teknologi komunikasi telah membuat jarak yang kian berarti. Memisahkan orangtua dengan anak, memisahkan guru dengan murid, memisahkan semakin jauh direktur dengan staf.
Inilah sifat ambigu dari teknologi. Semua orangtua dan guru, harus memamahi persis sisi ini.
Dalam bukunya Digital Natives, Digital Immigrant, Marc Prensky memberikan penjelasan yang cukup gamblang tentang kesenjangan komunikasi antara para guru dan muridnya. Menurutnya, teknologi telah mengubah cara murid berpikir dan memproses informasi sehingga sulit bagi mereka untuk unggul secara akademis jika dididik menggunakan metode pengajaran yang sudah usang.
Saat ini, kebanyakan guru adalah adalah generasi yang lahir sebelum 1990. Saat mereka lahir hingga dewasa, teknologi belum semodern sekarang. Sedangkan para muridnya adalah generasi yang lahir ketika teknologi sudah begitu di dekat. Maka, murid-murid masa kini memiliki karakteristik yang khas, berbeda dengan generasi pendidiknya.
Karakter ini terbentuk salah satunya dari respons atas berbagai perkembangan lingkungan dinamis yang melingkupi mereka. Guru harus memahami karakter ini, agar bisa menempatkan diri secara tepat dalam mendidik, membina, mengarahkan dan mendampingi mereka menuju keluhuran nilai sebagai hamba Allah yang beriman dan bertakwa.
Memahami Remaja
Zahra dan Iwan, tokoh dalam novel Zahra karya Yessy Eria (2020), adalah representasi remaja produk teknologi. Salah satu sifat remaja era industri 4.0 adalah senang menuntut kebebasan. Sebagaimana ciri era digital, ketika orang bebas mengakses sumber informasi dari mana pun, maka mereka ini tidak suka dibatasi dalam akses informasi.