Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Merdeka dari Wabah Ketidaktertiban

16 Agustus 2020   23:37 Diperbarui: 17 Agustus 2020   05:32 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampai lama sekali saya berdiri saja dan menyaksikan orang-orang yang baru datang dengan santai tanpa merasa punya beban langsung meminta dilayani. Si ibu penjual gudeg juga langsung melayani permintaan mereka tanpa memperhatikan atau bertanya apakah mereka memang sudah antre dan tidak ada antrean yang diserobot haknya.

Lama-lama saya merasa hak saya direbut orang banyak, akhirnya sayapun memberanikan diri untuk menyatakan bahwa sekarang giliran saya untuk dilayani. Saya bersyukur, seorang wanita yang berdiri disamping saya mengerti bahwa saya memang sudah lama mengantre, maka dia ikut menguatkan pernyataan saya.

"Di sini harus berani bicara begitu pak. Langsung bilang saja bapak pesan apa. Kalau diam saja bapak tidak akan dilayani", kata wanita itu.

Saya tidak berbohong, saya berdiri satu jam untuk mengantre di warung gudeg tersebut. Padahal jika dilihat dari awal saya datang, bahwa saya adalah orang keenam, mestinya saya hanya akan mengantre limabelas menit saja untuk mendapatkan giliran dilayani.

Sungguh, selera makan gudeg saya sudah hilang saat akhirnya saya mendapatkan pelayanan. Satu jam berdiri, tentu saja itu bagian dari ibadah, karena berusaha tertib tidak mau mengambil hak orang lain. Sedih, kapan kita bisa tertib?

Wabah Ketidaktertiban

"Itu kan warung gudeg kecil di trotoar jalan, ya wajarlah kalau tidak bisa tertib", mungkin begitu pikiran kita mencoba memaklumi dan mencari pembenaran. Namun saya pernah mengantre di sebuah bank nasional ternama untuk sebuah keperluan. Semula saya diminta antre di sebuah counter, dan saya langsung bergabung di antrean yang sudah terbentuk.

Cukup lama saya antre, namun ternyata setelah saya tiba di counter tersebut, petugas menyatakan bahwa saya harus datang dulu ke bagian lain. Satu sisi saya merasa kecewa, mengapa tadi saya disuruh mengantre di counter itu, mengapa tidak langsung ditunjukkan ke bagian yang dimaksud.

Namun saya berusaha tertib dan sabar. Sayapun menuju ke bagian yang ditunjuk oleh petugas counter, di situ tampak sedang ada customer yang dilayani. Maka saya memosisikan diri berdiri di garis antrean.

Cukup lama saya menunggu di bagian tersebut, karena petugasnya hanya satu dan sedang melayani customer. Namun saya merasa sangat terganggu, saat customer tersebut pergi, ada customer lain yang baru tiba langsung duduk di depan petugas, tanpa berdiri mengantre di belakang saya. Masyaallah, berarti saya harus antre lagi sampai customer itu selesai.

Tidak cukup di situ, saat customer itu selesai, saya segera bergerak menuju kursi di depan petugas. Belum sampai langkah saya di depan petugas, mendadak ada seorang lelaki yang telah mendahului saya duduk di depan petugas tersebut. Astaghfirullahal azhim, dia mendahului saya, padahal dari tadi saya berdiri mengantre.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun