Dalam kitab Ihya' Ulumiddin, Imam Al-Ghazali menyampaikan kisah adanya konflik dalam rumah tangga Nabi saw.
: : ! "
Terjadi perdebatan antara Nabi saw dengan Aisyah ra, sampai keduanya meminta Abu Bakar menjadi penengah di antara keduanya, dan memintanya untuk menjadi saksi. Rasulullah berkata kepada Aisyah, 'Kamu yang berbicara atau aku?' Aisyah menjawab, 'Engkau saja yang berbicara dan jangan berkata kecuali yang benar.'
Lalu Abu Bakar menampar Aisyah sehingga mulutnya berdarah, dan berkata, "Pernahkah Beliau berkata  tidak benar, wahai musuh dirinya sendiri?' Kemudian Aisyah berlindung kepada Nabi saw dan duduk di belakang punggungnya. Nabi saw berkata, 'Kami tidak memanggilmu untuk ini dan kami tidak menginginkan darimu  berbuat hal ini.'
Al-Ghazali memuat hadits dalam kitab Ihya' Ulumiddin juz 2 hal 43. Al-Iraqi saat mentakhrij hadits Ihya tersebut dalam kitab Al-Mughni 'an Hamlil Asfar hal 481, mengatakan: diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Awsath dan Al-Khatib dalam At-Tarikh dari hadits Aisyah, dengan sanad dha'if.
Selain hadits yang dinukil Imam Al-Ghazali di atas, terdapat hadits lain yang memiliki kemiripan tema, yaitu adanya perselisihan dalam rumah tangga Nabi saw.
: " "
Dari Aisyah ra, bahwa Nabi saw meminta kepada Abu Bakar menyelesaikan masalah tentang Aisyah. Dan Nabi saw tidak mengira akan apa menimpa Aisyah. Abu Bakar mengangkat tangannya  kemudian menampar dan memukul dada Aisyah. Ketika Nabi saw melihat kejadian itu beliau berkata, "Wahai Abu Bakar saya tidak minta bantuan kepadamu tentang Aisyah setelah ini selamanya". HR. Ibnu Hibban no 4185. Syaikh Al-Albani menilai, hadits ini shahih lighairihi dalam As-Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no 2900. Syaikh Syu'aib Al-Arnauth juga menyatakan shahih.
Adab dalam Menyelesaikan Konflik Rumah Tangga
Dari contoh kejadian tersebut, ada beberapa pelajaran penting yang bisa kita ambil dari keteladanan Nabi Saw dalam menyelesaikan konflik rumah tangga.
- Selalu mengedepankan akhlak mulia
Nabi Saw tidak pernah melakukan tindakan yang tidak terpuji. Sungguh akhlak beliau telah dipuji oleh Allah Ta'ala sebagai "khuluqun azhim" atau akhlaq yang agung. Dengan keagungan akhlaq inilah Nabi Saw berinteraksi dengan semua manusia, termasuk dengan keluarga beliau. Bahkan ketika menyebut manusia yang terbaik, beliau menjadikan kebaikan akhlak sebagai patokan utama. Nabi saw bersabda,