Digital berasal dari kata Digitus (bahasa Yunani) yang berarti jari jemari. Jari jemari manusia berjumlah 10. Digital merupakan penggambaran keadaan bilangan yang terdiri dari angka 0 dan 1, atau off dan on. Semua sistem komputer menggunakan sistem digital sebagai basis datanya. Dapat disebut juga dengan istilah Bit (Binary Digit). Istilah digital kemudian digunakan untuk menyebut segala sesuatu yang terasosiasi dengan komputer atau internet.
Digital juga merupakan "pasangan" dari sistem analog. Contoh analog, misalnya jam atau arloji yang penanda waktunya menggunakan jarum yang bergerak konstan. Jam yang demikian disebut jam analog.Â
Sedangkan jam atau arloji yang penanda waktunya dengan angka-angka yang langsung terpajang di layar, disebut jam digital. Demikian pula timbangan, apabila penanda berat harus dilihat secara manual dengan membaca arah jarum, maka itu sistem analog. Sedangkan timbangan yang penanda beratnya langsung terpajang di layar berupa angka-angka, maka itu timbangan digital.
Sistem analog menggambarkan keadaan yang "jadul" dan tradisional, sedangkan digital menggambarkan keadaan yang "kekinian" dan canggih. Maka Era Digital secara mudah dipahami sebagai zaman kekinian yang serba canggih, karena terkoneksi dengan sistem komputer dan internet.
Pribumi dan Pendatang di Dunia Digital
Istilah Digital Natives dan Digital Immigrants pertama kali diungkapkan oleh seorang konsultan pendidikan bernama Marc Prensky pada tahun 2001 dalam artikelnya "Digital Natives, Digital Immigrants".Â
Presnky membahas kesenjangan antara siswa yang lahir sebagai Digital Natives dengan para pendidik yang menggunakan metode Digital Immigrants. Menurutnya, teknologi telah mengubah cara siswa berpikir dan memproses informasi. sehingga sulit bagi siswa untuk unggul secara akademis jika dididik menggunakan metode pengajaran yang sudah usang. Artikel dan analisis lengkap Marc Prensky bisa anda unduh di sini.
Generasi Digital Immigrants alias Pendatang Digital, adalah generasi yang lahir sebelum 1990, dimana saat mereka lahir hingga dewasa, teknologi belum terlalu digital. Sedangkan Digital Natives alias Pribumi Digital, adalah generasi yang lahir dimana teknologi sudah berada di dekatnya. Generasi pertama Digital Natives, lahir setelah tahun 1990.Â
Memasuki tahun 2000, seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin canggih, anak-anak yang lahir pada periode ini adalah generasi kedua dari Digital Natives.
Memasuki tahun 2010, penetrasi teknologi gadget serta smartphone semakin masif, anak-anak yang lahir setelah 2010 adalah generasi ketiga dari Digital Natives yang bercorak sangat digital. Kedua orangtua dari generasi ini bisa jadi bertemu di dunia maya melalui chatting sebelum menikah.Â
Mereka mengunggah undangan pernikahan dan foto-foto pernikahan melalui media sosial. Saat hamil, sang ibu rajin melaporkan kehamilannya melalui path, instagram dan pinterest. Wajar jika bayi generasi digital sangat cepat berinteraksi dengan teknologi digital.
Ada video unik yang diunggah di youtube, bisa menggambarkan situasi generasi era digital ini. Silakan akses di sini. Sebuah gambaran ekstrem dari seorang bayi yang lahir di era digital, yang membuat orangtua dan tenaga medis yang menolong kelahiran kaget bahkan shock. Digambarkan, sejak lahir si bayi sudah mengenal berbagai perangkat canggih.
- Karakter Generasi Digital Native
Generasi Digital Natives memiliki karakteristik yang khas, berbeda dengan generasi sebelumnya. Karakter ini terbentuk salah satunya dari respon atas berbagai perkembangan lingkungan dinamis yang melingkupi mereka. Orangtua maupun guru harus memahami karakter ini, agar bisa menempatkan diri secara tepat dalam mendidik, membina, mengarahkan dan mendampingi mereka menuju keluhuran nilai sebagai hamba Allah yang beriman dan bertaqwa.
- Menuntut kebebasan
Secara umum, generasi digital natives senang menuntut kebebasan. Sebagaimana ciri era digital, dimana orang bebas mengakses sumber informasi dari manapun, maka generasi ini tidak suka dibatasi dalam akses informasi. Sifat seperti ini perlu diarahkan oleh orangtua maupun guru, agar tidak salah arah. Hendaknya selalu dalam koridor yang positif dan konstruktif.
- Rentang perhatian yang pendek
Generasi digital natives cepat berpindah-pindah perhatian dari hal menarik yang satu ke hal menarik lainnya. Tidak betah berlama-lama melakukan aktivitas. Rentang perhatian yang pendek membuat generasi ini cenderung melakukan aktivitas multitasking. Orangtua dan guru perlu memiliki banyak kretivitas saat mendidik anak, agar tidak membosankan.
- Senang mengekspresikan diri
Generasi digital natives memiliki banyak akun medsos untuk menyatakan eksistensi. Dalam dunia digital, mereka bisa hadir dan diakui sebagai individu. Benar-benar sebagai diri mereka sendiri. Hal ini sangat mereka senangi. Lagi, lagi, orangtua dan guru harus berusaha untuk mengarahkan agar ekspresi mereka selalu dalam koridor positif konstruktif.
- Berpikir cepat, namun kehilangan kedalaman
Generasi digital natives mampu berpikir cepat seperti membaca tweet atau membaca berita pendek. Dampaknya, mereka tahu banyak hal tapi hanya pada sisi permukaan saja, tidak mengetahui detailnya.
- Bisa tahu banyak ilmu agama, tapi kehilangan adab
Generasi digital natives bisa belajar banyak konten keislaman untuk mendalami ilmu agama melalui internet. Jika mereka mencari pengetahuan agama hanya melalui youtube, tidak mengaji langsung kepada ustadz atau ulama, mereka hanya mendapatkan pengetahuan tentang agama, namun tidak mendapatkan adab. Maka muncul banyak orang pintar tetapi kurang beradab.
- Berpikir instan
Generasi digital natives dibiasakan dengan segala sesuatu yang serba instan, karena sudah tersedia semua kebutuhan belajar mereka. Tidak perlu menghafal rumus kimia atau matematika, tidak perlu mengikuti proses logis, semua tinggal ditanyakan ke mesin pencari.
- Belajar bukan dari instruksi, tapi dengan mencari
Generasi digital natives lebih memilih belajar dengan mencari sendiri konten di dunia digital melalui mesin pencari. Mereka lebih suka mengakses video tutorial atau bahan pembelajaran melalui berbagai situs, daripada mengerjakan PR dari sekolah.
- Unduh dan unggah
Generasi digital natives bukan hanya mengunduh tapi juga mengunggah konten. Mereka merasa tidak eksis bila tidak mengunggah konten. Maka banyak waktu mereka habiskan untuk aktivitas unduh dan unggah ini.
- Interaksi di media sosial
Generasi digital native senang menjalin pertemanan melalui media sosial. Mereka bisa melakukan aktivitas kesenangan bersama teman-teman di medoso, bahkan antar negara. Path, instagram, pinterest membuat generasi ini suka berbagi karya, dan berkolaborasi bersama teman-teman online untuk melakukan karya bersama.
- Suka menyendiri
Kegiatan online yang mengasyikkan cenderung dilakukan sendirian di tempat yang memerlukan privasi. Mereka kurang sosialisasi dengan lingkungan. Dampaknya, defisit perhatian dan cenderung mengalami pikun digital.
Mendidik "Anak Digital" di Era Digital
Sedemikian seru kondisi anak-anak yang mendadak digital. Di sisi lain, ada senjang antara generasi digital natives yang sangat cepat akses dengan teknologi mutakhir, dengan orangtua dan guru yang gagap teknologi alias gaptek.Â
Keseluruhan karakter generasi digital natives di atas bukan sekedar untuk dimaklumi dan dibenarkan, namun justru untuk diarahkan agar semua selalu berada dalam koridor positif dan konstruktif. Jangan sampai sifat-sifat khas mereka justru membuat mereka berada dalam keadaan negatif serta destruktif, na'udzubillah min dzalik.
Orangtua dan guru harus selalu meningkatkan kapasitas dan kapabilitas agar bisa berperan dalam zaman yang semakin diigital ini. Jangan sampai terpental di era digital. Â Nah, lalu bagaimana mendidik dan mengarahkan anak-anak pada era digital ini? Simak jawabannya di sini.
Bahan Bacaan:
Agung Sulistyanto, Generasi Digital Natives dan Digital Immigrants, dalam codepolitan.com
Cahyadi Takariawan, Wonderful Family, Era Adicitra Intermedia, Solo, 2016
Marc Prensky, Digital Natives, Digital Immigrants, On the Horizon, MCB University Press, Vol. 9 No. 5, October 2001
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI