Kemudian, terhentilah pembicaraan kami berdua sampai di situ.
Hampir lima bulan lamanya kami tidak bertemu. Suatu hari tiba-tiba sahabatku itu menghubungi aku. Dia mengundangku untuk menghadiri pesta pernikahnya. Aku senang sekali dan mengucapkan selamat kepadanya. Dua tahun berselang setelah menikah, aku bertemu lagi dengannya. Dia tampak bahagia sekali. Dia memberi kabar tentang kelahiran anaknya.
"Bagaimana keadaanmu dan istrimu?" tanyaku.
"Masya Allah," katanya, "Alhamdulillah, segala puji bagi Allah atas segala nikmat-Nya yang terlahir maupun yang batin. Aku beri tahu kamu bahwa aku mendapat nikmat yang besar sekali. Sungguh, Allah telah mengaruniakan kepadaku seorang istri yang menentramkan mata hatiku", jawabnya.
"Dia adalah perempuan yang shalihah, terpelajar, cerdas, cantik fisik dan akhlaknya, dan baik sikapnya. Allah telah menjadikan kasih sayang di antara kami sehingga merasa sangat bahagia. Dia benar-benar memuliakan aku dan keluargaku, khususnya kedua orang tuaku. Kedua orang tuaku telah berusia lanjut, mereka sangat butuh perhatian khusus dan istriku telah melakukan itu dengan sangat sempurna, alhamdulillah.Â
Demi Allah, aku benar-benar memuji Allah setiap kali aku mengingat penderitaan-penderitaanku ketika ditolak oleh orang-orang yang dulu itu, dan aku katakan : Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang menjadikan mereka tidak menerima lamaranku", lanjutnya.
Demikianlah buah dari kesabaran dalam masa penantian. Itulah rahasia mengapa dirinya ditolak oleh perempuan muslimah yang dilamar. Karena memang mereka bukan jodoh untuknya. Allah telah sediakan jodoh terbaik untuk dunia dan akhiratnya.
Semangaaaaatttt !!!
Bahan Bacaan
Cahyadi Takariawan, Wonderful Journeys for A Marriage, Era Adicitra Intermedia, Solo, 2016
Syaikh Sulaiman bin Muhammad bin Abdullah Al-Utsaim, Obat Penawar Hati Yang Sedih, Darus Sunnah, Jakarta, 2017