Pernikahan telah mempertemukan dua pribadi dengan karakter, latar belakang, kebiasaan, serta pengalaman yang berbeda. Pengalaman kehidupan bersama orang tua masing-masing, ditambah pendidikan dan lingkungan pergaulan, juga pembelajaran, membuat mereka berada dalam situasi yang berbeda. Bisa memiliki persepsi dan tradisi yang berbeda, dalam banyak aspek kehidupan. Itulah pentingnya untuk saling mengenal (ta'aruf) untuk mendapatkan kemantapan menikah, karena mereka harus banyak melakukan kompromi dalam berbagai hal berbeda tersebut.
Kendatipun telah saling mantap untuk menikah, namun tetap saja harus terus menerus disertai kesanggupan untuk beradatasi dan berdialog antara suami dan istri di sepanjang perjalanan kehidupan berumah tangga. Karena hidup berumah tangga adalah sebentuk laboratorium "bernyawa" yang sangat dinamis, amat sangat banyak hal yang harus terus menerus dihadapi dan diantisipasi.
Di antara sekian banyak hal dinamika tersebut, terdapat bagian-bagian yang cukup sensitif dan krusial, yang memerlukan pensikapan secara lebih bijak dan lebih dewasa.
Ada beberapa hal yang sensitif dan krusial dalam kehidupan pernikahan, yang sangat penting untuk dibicarakan secara terbuka. Dari hati ke hati. Jangan emosi, karena tujuannya adalah mendapatkan kenyamanan solusi.
Walaupun saat ta'aruf menjelang nikah Anda berdua sudah pernah membicarakan dan membuat kesepakatan, namun setelah menikah anda tetap harus membicarakannya lagi. Bicarakan baik-baik dengan pasangan beberapa poin sensitif dan krusial berikut ini.
Pertama, terkait kerja dan pekerjaan
Bekerja dimana, sebagai apa, ataukah mengembangkan wirausaha, merupakan hal penting dan sensitif dalam kehidupan pernikahan.
Oleh karena itu, sebelum menikah sudah perlu mendialogkan rencana-rencana ke depan terkait masalah kerja dan pekerjaan.
Tema kerja itu bukan saja menyangkut penghasilan dan penghidupan keluarga, namun juga terkait dengan cita-cita, pengabdian profesi, orientasi hidup, bahkan dalam batas tertentu: gengsi dan kehormatan. Untuk itu perlu didiskusikan baik-baik bersama pasangan, baik sebelum menikah maupun setelah menikah.
Beberapa pertanyaan berikut ini bisa menjadi bahan diskusi. Apakah Anda berdua akan bekerja semua? Atau suami saja yang bekerja? Jika istri bekerja, dimana dan bagaimana? Jika istri tidak bekerja, bagaimana dengan pemenuhan kebutuhan pribadinya? Jika suami belum bekerja, apa yang harus dilakukan? Jika akan memulai usaha mandiri, bagaimana langkahnya? Bolehkah istri membuat dan mengelola usaha mandiri? Bagaimana teknis dan kesepakatannya?
Kedua, terkait pemenuhan kebutuhan finansial keluarga
Hal yang sangat krusial sekaligus sensitif lainnya adalah terkait pemenuhan kebutuhan finansial keluarga. Bekerja ataupun wirusaha, belum tentu telah mampu memenuhi kebutuhan finansial keluarga.Â
Di sisi lain, suami sebagai pemimpin keluarga dan penanggung jawab untuk memenuhi seluruh kebutuhan finansial keluarga, belum tentu memiliki kemampuan penuh untuk menunaikan peran tersebut.
Maka sangat penting didialogkan secara terbuka, bagaimana kesepakatan teknis terkait pemenuhan kebutuhan finansial keluarga, agar tidak menimbulkan suasana saling menyalahkan dan suasana tidak mengenakkan lainnya.
Beberapa pertanyaan berikut ini bisa menjadi bahan diskusi dengan pasangan. Bagaimana mekanisme pemenuhan kebutuhan finansial keluarga? Apakah dari suami semua, atau sharing dengan istri? Jika sharing, berapa persen masing-masing? Bagaimana teknis melakukan sharing tersebut? Jika penghasilan suami tidak mencukupi, bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga? Jika penghasilan suami dan istri tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, bagaimana cara mereka untuk mengatasinya?
Ketiga, terkait manajemen keuangan keluarga
Di antara hal krusial dan sensitif dalam kehidupan pernikahan adalah manajemen keuangan keluarga. Bukan saja soal pekerjaan dan pemenuhan kebutuhan hidup berumah tangga, namun ada sisi manajerial yang memerlukan kesepakatan kedua belah pihak.
Persoalan manajemen keuangan keluarga kerap memicu konflik suami istri. Kadang ada tuduhan satu pihak menguasai seluruh resousrces keluarga, atau tidak transparan, atau sikap pelit, bahkan tuduhan tidak adil.
Hal-hal renik seperti ini menjadi sangat sensitif dan krusial, maka harus dibahas dalam suasana yang jernih agar tidak menimbulkan keretakan keluarga.
Beberapa pertanyaan berikut ini bisa menjadi bahan diskusi dengan pasangan. Siapa yang memegang dan mengelola keuangan keluarga? Apakah suami saja, atau istri saja? Ataukah dibagi, keduanya memegang uang. Apa saja pos pemasukan dan pengeluaran keluarga? Bagaimana cara membantu keluarga besar suami dan keluarga besar istri jika mereka memerlukan bantuan ekonomi? Jika istri bekerja dan memiliki penghasilan, bagaimana pengelolaan keuangan istri?
Keempat, terkait manajemen rumah tangga
Bukan hanya soal manajemen keuangan keluarga yang bisa menimbulkan konflik, bahkan manajemen rumah tangga secara umum juga menjadi titik rawan dalam kehidupan pernikahan. Hidup berumah tangga memerlukan ilmu namun juga seni dalam menjalaninya.Â
Manajemen hidup berumah tangga melibatkan keduanya, perlu ilmu yang memadai, sekaligus perlu seni dalam menjalani. Mengelola sangat banyak hal , sejak yang pokok sampai yang teknis, memerlukan kemampuan untuk berseni-seni agar bisa dijalankan dengan kelegaan hati. Prinsipnya adalah, jangan sampai ada kezaliman dalam pengelolaan kehidupan berumah tangga.
Beberapa pertanyaan berikut ini bisa menjadi bahan diskusi dengan pasangan. Bagaimana pembagian peran kerumahtanggaan antara suami dan istri? Bagaimana pembagian peran dalam menyelesaikan hal teknis dan praktis dalam rumah tangga? Jika suami dan istri keduanya bekerja, siapa yang mengurus hal teknis dan praktis dalam rumah tangga? Perlukah asisten rumah tangga? Apa saja pekerjaan ASN ? Siapa dan bagaimana mendampingi serta membimbing anak-anak? Jika istri tidak bekerja, bagaimana pembagian peran kerumahtanggaan antara suami dan istri?
Kelima, terkait pengambilan keputusan
Bagaimana mengambil keputusan dalam hidup berumah tangga, menjadi salah satu tema sensitif dan krusial. Oleh karena itu, perlu kesepakatan teknis dalam tema ini.
Kenyataannya, sering ditemukan konflik suami istri yang bermula dari konteks pengambilan keputusan.
Sebagai contoh, suami yang dituduh otoriter karena semua hal diputuskan sendiri tanpa melibatkan istri, atau sebaliknya, suami yang tidak bisa mengambil keputusan sehingga semua hal tergantung istri.
Kenyataannya pula, tidak semua keluarga mampu mengembangkan tradisi musayawarah yang baik dalam mengambil keputusan.
Beberapa pertanyaan berikut ini bisa menjadi bahan diskusi duami dan istri. Bagaimana cara mengambil keputusan dalam keluarga? Hal apa saja yang memerlukan musyawarah antara suami dan istri? Hal apa saja dan kondisi seperti apa yang suami bisa mengambil keputusan sendiri? Hal apa saja dan kondisi seperti apa yang istri bisa mengambil keputusan sendiri? Ketika musyawarah dan mengalami kebuntuan, tidak bisa mengambil keputusan, langkah apa yang akan mereka ambil? Kapan dan bagaimana musyawarah keluarga?
Itu semua adalah contoh hal sensitif dalam kehidupan pernikahan. Bicarakan baik-baik, dan buatlah kesepakatan yang melegakan dan membuat nyaman bagi keduanya.
Jangan mendiamkan hal-hal sensitif tersebut tanpa pembicaraan, yang menyebabkan muncul situasi chaos.
Suami dan istri terlibat konflik berkepanjangan disebabkan tidak ada kesepakatan yang bisa dijadikan pegangan dalam menghadapi hal-hal sensitif tersebut.
Jika belum sempat mengobrol dan membuat kesepakatan terkait hal-hal sensitif tersebut, segera lakukan sekarang juga, Mumpung Ramadhan, suasana jiwa dalam kondisi tenang, tidak emosional.
Cari waktu yang tepat, duduklah berdua dengan pasangan dalam suasana nyaman, bicarakan semua hal secara bijak dan dewasa. Bukankah kalian berdua adalah sepasang kekasih yang saling mencinta?
Maka bicaralah sebagai kekasih, dan bicaralah dengan landasan cinta.
Mertosanan Kulon, 12 Â Ramadhan 1439 H
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H