Romlah juga melapor secara legal formal melalui kantor polisi, untuk mengadukan kehilangan suami. Bisa pula meminta bantuan melalui anggota dewan terdekat yang dia bisa akses untuk membantu menemukan sang suami melalui jalur diplomasi politik. Atau melalui lembaga bantuan hukum yang bisa membantunya mengakses ke berbagai jalur untuk upaya hukum menemukan keberadaan Bang Toyib yang hilang. Dan masih banyak jalan yang bisa ditempuh oleh Romlah untuk mengusahakan informasi mengenai keberadaan sang suami.
Namun lagi-lagi, sebagai perempuan desa yang lugu, ia merasa terlalu repot dan rumit jika harus melakukan semua tindakan itu. Ia merasa gagap jika harus berhadapan dengan pihak-pihak yang baginya sangat asing.
- Menggugat Cerai Melalui Pengadilan Agama
Bang Toyib jelas-jelas telah melanggar tiga poin dari perjanjian shigat taklik yang dulu diucapkan saat menikah di hadapan wali, saksi dan petugas KUA. Pertama, Bang Toyib telah meninggalkan romlah lebih dari 2 (dua) tahun berturut-turut. Kedua, Bang Toyib tidak memberi nafkah wajib kepada keluarganya lebih dari 3 (tiga) bulan. Ketiga, Bang Toyib telah membiarkan (tidak memperdulikan) Romlah dan kedua anaknya lebih dari 6 (enam) bulan. Ketiga poin ini saja sudah menjadi alasan yang kuat untuk dibawa Romlah ke Pengadilan Agama, dan menggugat cerai suaminya.
Jika langkah ini ditempuh, maka akan menyelesaikan banyak persoalan ketidakjelasan. Perceraian tentu sangat menyakitkan, namun ia bisa menjawab banyak pertanyaan yang selama ini tersimpan dan tidak terselesaikan. Beberapa persoalan akan terselesaikan dengan langkah perceraian ini.
Pertama, status Romlah menjadi lebih jelas. Selama sepuluh tahun ini, terutama tujuh tahun terakhir, status Romlah tidak jelas. Apakah ia masih punya suami ataukah tidak. Secara dejure, ia masih berstatus sebagai istri yang sah dari Bang Toyib. Namun secara defakto, ia hidup sendiri tanpa ada kejelasan status. Dengan bercerai secara resmi, maka statusnya menjadi jelas, yaitu sebagai janda.
Kedua, tidak terbebani oleh hak dan kewajiban sebagai suami dan istri. Sepanjang masih berstatus sebagai suami dan istri, sesungguhnya ada hak dan kewajiban yang melekat pada keduanya. Jika tidak ditunaikan, akan menjadi beban bahkan dosa bagi keduanya. Maka dengan perceraian, akan membebaskan Bang Toyib dan Romlah dari ikatan hak dan kewajiban yang tidak bisa mereka tunaikan.
Ketiga, tidak terbebani oleh ketidakjelasan. Selama ini Romlah hidup dalam ketidakjelasan status, antara berumah tangga atau tidak. Dia menjadi contoh rumah tangga yang tidak jelas, karena hanya memiliki bukti buku nikah dan hasil pernikahan berupa dua anak. Namun fungsi-fungsi keluarga sudah tidak bisa berjalan lagi semenjak terpisah sepuluh tahun dengan suami. Dengan bercerai, ia tidak lagi gelisah oleh karena status ketidakjelasan ini.
- Menikah Lagi untuk Memulai Hidup Baru
Jika telah memilih langkah untuk bercerai, maka keduanya bebas menentukan pilihan masa depan. Dengan bercerai secara legal formal, akan membuat Romlah bisa menantukan langkah selanjutnya. Apakah akan menikah lagi dengan lelaki lain, ataukah akan menikmati hidup sebagai janda dan menjalani peran single parent. Demikian pula bagi Bang Toyib, akan memiliki kebebasan memilih masa depannya sendiri.
Romlah masih cukup muda dan masih produktif. Ia masih memerlukan kehangatan pelukan lelaki yang menjadi suaminya secara sah. Ia berhak untuk menikmati kebahagiaan dalam kehidupan keluarga yang utuh dan berdaya. Kedua anaknya juga memerlukan figur ayah yang bertanggung jawab dan membimbing langkah mereka. Menikah lagi bagi seorang Romlah adalah salah satu bentuk pilihan sadar yang bisa dibenarkan secara agama dan hukum positif negara.
Namun, masih ada hal mengganjal pada diri Romlah. Sebuah kekhawatiran, bagaimana jika nanti Bang Toyib pulang? Apa yang akan dikatakannya, jika ternyata bang Toyib masih menghendaki kembali meneruskan hidup berumah tangga dengan dirinya? Ia merasa menjadi perempuan tidak setia, jika berpikir untuk menggugat cerai dan menikah lagi dengan lelaki lain. Ia merasa sangat malu jika ternyata kelak Bang Toyib datang, padahal tidak tahu kalau sudah ada keputusan Pengadilan Agama tentang perceraian mereka.
Semua pilihan ini tentu kembali kepada Romlah sendiri. Dia lebih nyaman yang mana, karena dia sendiri yang akan menjalaninya. Orang lain mungkin merasa sedih dan geram dengan perlakuan Bang Toyib terhadap Romlah dan dua anaknya, tapi bisa jadi Romlah tidak memiliki sikap seperti itu. Kadang orang lain melihat dalam perspektif yang lebih dramatis daripada pelakunya sendiri. Kadang orang lain melebih-lebihkan kondisinya, seakan-akan Romlah tertindas dan terzhalimi sedemikian rupa, lalu dibumbui dengan banyak kisah bombastis yang mengesankan keterpurukan Romlah. Padahal bisa jadi Romlah merasa biasa saja.