Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Haruskah Istri Terus Menunggu Suami?

9 September 2016   08:33 Diperbarui: 10 September 2016   04:15 1348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com

Sepuluh tahun bukanlah waktu yang pendek untuk sebuah penantian. Walau sakit hati karena merasa ditelantarkan, Romlah masih memiliki harapan bahwa Bang Toyib akan kembali. Suatu hari nanti, Bang Toyib pulang ke rumah, melanjutkan hidup berumah tangga bersamanya demi kebaikan masa depan dua anak mereka yang telah beranjak remaja. Anak pertama sekarang sudah sekolah kelas satu SMA dan anak kedua sekolah di SMP kelas satu. Keduanya memerlukan biaya, dan Romlah merasa keberatan menghidupi kedua anaknya sendirian.

Benar, Romlah tidak pernah mengeluh. Ia, sebagaimana perempuan desa pada umumnya, menjalani hidup dengan bersahaja. Melakukan apa yang bisa dilakukan untuk bertahan hidup. Ia rela bekerja keras banting tulang demi menghidupi dua anak dan menyekolahkan mereka. Romlah tidak mau meminta-minta atau merepotkan orang tua. Dalam penantian panjang itu, Romlah masih setia menyelipkan doa untuk suaminya yang tidak jelas keberadaannya, apakah masih bekerja di negeri jiran sebagai TKI ataukah sudah kembali ke Indonesia.

Banyak sanak saudara dan tetangga yang menyarankan agar Romlah mengajukan gugatan cerai saja ke Pengadilan, lalu memulai hidup baru bersama lelaki lain. Namun nalurinya sebagai istri yang setia masih merasa berat untuk menempuh langkah itu. Romlah memilih menunggu, sambil melakukan kegiatan untuk menjalani kehidupan bersama anak-anak tercinta. Dua anak itulah hiburan dan keasyikannya.

Namun, sampai kapan Romlah harus menunggu suami yang tidak jelas itu? Apakah sebagai istri ia harus selalu setia menunggu, padahal tidak ada keterangan apapun yang bisa didapat tentang keberadaan Bang Toyib?

www.pinterest.com
www.pinterest.com
  • Pilihan-pilihan Pahit

Romlah tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi pada Bang Toyib. Mungkin saja Bang Toyib masih bekerja di negeri jiran namun mendapat masalah soal perizinan, sehingga ia harus sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan petugas negara setempat. Mungkin juga Bang Toyib sedang meringkuk dalam penjara karena dianggap TKI ilegal, dan tidak ada yang mengadvokasi. Tapi bisa jadi Bang Toyib sedang bersenang-senang dengan perempuan lain, menikmati kebebasan di negeri seberang yang jauh dari anak istri. Atau entah apa yang sesungguhnya terjadi.

Pilihan yang dihadapi Romlah sangat terbatas dan semuanya terasa pahit untuk dijalani.

Pilihan pertama ini sudah ia lakukan sepanjang sepuluh tahun terakhir. Cukup panjang dan melelahkan. Sekaligus menyakitkan. Namun karena ia tidak mengerti apa yang harus dilakukan, maka ia jalani saja semua kepahitan dalam masa menunggu yang tak berkesudahan itu. Romlah mulai bisa beradaptasi dengan kesendirian, bahkan bisa menemukan kegembiraan dan keasyikan bersama dua anak yang harus dibersamainya.

Jika ia memilih untuk terus menunggu, itu adalah hak Romlah. Itu adalah keyakinan dan kesetiaannya yang tiada terhingga. Ia adalah perempuan yang akan menjadi legenda tentang kesetiaan dan lamanya penantian. Bahkan kelak ia bisa mendapatkan surga atas kesabaran dalam penantian, dan kesetiaan kepada suami yang telah menikahinya atas nama Tuhan. Mungkin Romlah memang legenda, di saat banyak orang dengan mudah memutuskan bercerai tanpa alasan yang bisa dipahami, ia memilih menunggu, padahal alasan untuk bercerai sudah sangat memadai.

  • Berusaha Mencari dan Menemukan Sang Suami

Pada awal mulai muncul ketidaklancaran komunikasi, Romlah sudah berusaha untuk mencari dan menemukan sang suami. Ia mencoba menulis surat, namun tidak berbalas. Ia berusaha menelpon, namun nomer HP Bang Toyib yang selama ini dia simpan sudah tidak aktif lagi. Ia juga sudah menghubungi teman-teman Bang Toyib yang sama-sama menjadi TKI, namun mereka semua mengatakan tidak mengerti. Pupus sudah harapan Romlah untuk bisa menemukan suaminya.

Sebagai perempuan desa yang lugu dan tidak berpendidikan tinggi, Romlah tidak lagi mengetahui jalan apa yang bisa ia gunakan untuk menemukan sang suami. Jika memang Romlah masih ingin mencari dan menemukan sang suami, ia bisa mendatangi kantor stasiun televisi nasional yang menyiarkan berita kehilangan atau laporan pengaduan masyarakat yang disiarkan secara live. Siapa tahu ada warga yang mengetahui keberadaan suaminya bisa memberikan informasi. Romlah juga bisa memasang iklan di koran atau media sosial, atau media internet, tentang berita hilangnya Bang Toyib.

Romlah juga melapor secara legal formal melalui kantor polisi, untuk mengadukan kehilangan suami. Bisa pula meminta bantuan melalui anggota dewan terdekat yang dia bisa akses untuk membantu menemukan sang suami melalui jalur diplomasi politik. Atau melalui lembaga bantuan hukum yang bisa membantunya mengakses ke berbagai jalur untuk upaya hukum menemukan keberadaan Bang Toyib yang hilang. Dan masih banyak jalan yang bisa ditempuh oleh Romlah untuk mengusahakan informasi mengenai keberadaan sang suami.

Namun lagi-lagi, sebagai perempuan desa yang lugu, ia merasa terlalu repot dan rumit jika harus melakukan semua tindakan itu. Ia merasa gagap jika harus berhadapan dengan pihak-pihak yang baginya sangat asing.

  • Menggugat Cerai Melalui Pengadilan Agama

Bang Toyib jelas-jelas telah melanggar tiga poin dari perjanjian shigat taklik yang dulu diucapkan saat menikah di hadapan wali, saksi dan petugas KUA. Pertama, Bang Toyib telah meninggalkan romlah lebih dari 2 (dua) tahun berturut-turut. Kedua, Bang Toyib tidak memberi nafkah wajib kepada keluarganya lebih dari 3 (tiga) bulan. Ketiga, Bang Toyib telah membiarkan (tidak memperdulikan) Romlah dan kedua anaknya lebih dari 6 (enam) bulan. Ketiga poin ini saja sudah menjadi alasan yang kuat untuk dibawa Romlah ke Pengadilan Agama, dan menggugat cerai suaminya.

Jika langkah ini ditempuh, maka akan menyelesaikan banyak persoalan ketidakjelasan. Perceraian tentu sangat menyakitkan, namun ia bisa menjawab banyak pertanyaan yang selama ini tersimpan dan tidak terselesaikan. Beberapa persoalan akan terselesaikan dengan langkah perceraian ini.

Pertama, status Romlah menjadi lebih jelas. Selama sepuluh tahun ini, terutama tujuh tahun terakhir, status Romlah tidak jelas. Apakah ia masih punya suami ataukah tidak. Secara dejure, ia masih berstatus sebagai istri yang sah dari Bang Toyib. Namun secara defakto, ia hidup sendiri tanpa ada kejelasan status. Dengan bercerai secara resmi, maka statusnya menjadi jelas, yaitu sebagai janda.

Kedua, tidak terbebani oleh hak dan kewajiban sebagai suami dan istri. Sepanjang masih berstatus sebagai suami dan istri, sesungguhnya ada hak dan kewajiban yang melekat pada keduanya. Jika tidak ditunaikan, akan menjadi beban bahkan dosa bagi keduanya. Maka dengan perceraian, akan membebaskan Bang Toyib dan Romlah dari ikatan hak dan kewajiban yang tidak bisa mereka tunaikan.

Ketiga, tidak terbebani oleh ketidakjelasan. Selama ini Romlah hidup dalam ketidakjelasan status, antara berumah tangga atau tidak. Dia menjadi contoh rumah tangga yang tidak jelas, karena hanya memiliki bukti buku nikah dan hasil pernikahan berupa dua anak. Namun fungsi-fungsi keluarga sudah tidak bisa berjalan lagi semenjak terpisah sepuluh tahun dengan suami. Dengan bercerai, ia tidak lagi gelisah oleh karena status ketidakjelasan ini.

  • Menikah Lagi untuk Memulai Hidup Baru

Jika telah memilih langkah untuk bercerai, maka keduanya bebas menentukan pilihan masa depan. Dengan bercerai secara legal formal, akan membuat Romlah bisa menantukan langkah selanjutnya. Apakah akan menikah lagi dengan lelaki lain, ataukah akan menikmati hidup sebagai janda dan menjalani peran single parent. Demikian pula bagi Bang Toyib, akan memiliki kebebasan memilih masa depannya sendiri.

Romlah masih cukup muda dan masih produktif. Ia masih memerlukan kehangatan pelukan lelaki yang menjadi suaminya secara sah. Ia berhak untuk menikmati kebahagiaan dalam kehidupan keluarga yang utuh dan berdaya. Kedua anaknya juga memerlukan figur ayah yang bertanggung jawab dan membimbing langkah mereka. Menikah lagi bagi seorang Romlah adalah salah satu bentuk pilihan sadar yang bisa dibenarkan secara agama dan hukum positif negara.

Namun, masih ada hal mengganjal pada diri Romlah. Sebuah kekhawatiran, bagaimana jika nanti Bang Toyib pulang? Apa yang akan dikatakannya, jika ternyata bang Toyib masih menghendaki kembali meneruskan hidup berumah tangga dengan dirinya? Ia merasa menjadi perempuan tidak setia, jika berpikir untuk menggugat cerai dan menikah lagi dengan lelaki lain. Ia merasa sangat malu jika ternyata kelak Bang Toyib datang, padahal tidak tahu kalau sudah ada keputusan Pengadilan Agama tentang perceraian mereka.

Semua pilihan ini tentu kembali kepada Romlah sendiri. Dia lebih nyaman yang mana, karena dia sendiri yang akan menjalaninya. Orang lain mungkin merasa sedih dan geram dengan perlakuan Bang Toyib terhadap Romlah dan dua anaknya, tapi bisa jadi Romlah tidak memiliki sikap seperti itu. Kadang orang lain melihat dalam perspektif yang lebih dramatis daripada pelakunya sendiri. Kadang orang lain melebih-lebihkan kondisinya, seakan-akan Romlah tertindas dan terzhalimi sedemikian rupa, lalu dibumbui dengan banyak kisah bombastis yang mengesankan keterpurukan Romlah. Padahal bisa jadi Romlah merasa biasa saja.

Jika memang Romlah merasa happy dengan menunggu tanpa batas waktu, toh ia telah menjalaninya selama sepuluh tahun ini. Jika Romlah masih ingin mencari dan menemukan sang suami, itu juga sebuah pilihan sadar yang harus dihormati bahkan dibantu untuk memperlancar urusannya. Jika ia memilih bercerai, itu adalah pilihan yang masuk akal dan mudah dipahami siapapun. Semua kembali kepada Romlah, apa yang lebih nyaman bagi dirinya.

Baca postingan kisah Bang Toyib sebelumnya di :

Rumah Tangga Tidak Jelas, seperti Apa?

Malpraktik Berumah Tangga

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!

Hantu Pocong Lembang, Hiburan Siang di Jalan Macet!

7 bulan yang lalu
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun