Ketidakmampuan bersikap empati berpotensi menimbulkan kesulitan dalam hubungan dengan orang lain. Suami dan istri yang tidak peka terhadap bahasa nonverbal dari pasangan, tidak akan mampu untuk menempatkan dirinya pada posisi pasangan, tidak mampu merasakan apa yang dirasakan pasangan dan memperkirakan maksud pasangan. Komunikasi dan interaksi akan tersekat jika memiliki sikap tidak empati seperti ini.
Ketidakmampuan suami dan istri untuk membaca bahasa nonverbal pasangan, dapat berdampak sangat merugikan. Hal ini karena salah satu kebutuhan dasar manusia adalah ingin dipahami, dihargai, diakui dan diterima.
6. Efikasi Diri Â
Self-efficacy atau efikasi diri adalah sebuah keyakinan bahwa seseorang mampu memecahkan masalah yang dihadapi dan mampu mencapai kesuksesan dengan upayanya. Self-efficacy merupakan hal yang sangat penting untuk mencapi resiliensi, karena sugesti atas kemampuan diri sangat berpengaruh positif dalam menghadapi setiap permasalahan. Suami dan istri yang memiliki efikasi diri, akan cenderung menghadapi semua hal dalam dirinya dengan sikap yang positif.
Dalam menghadapi setiap kerumitan, ada keyakinan akan potensi diri dalam menghadapi masalah. Efikasi ini akan sangat kuat apabila benar-benar bersumber dari dalam dirinya sendiri, bukan hasil sugesti orang lain. Namun terkadang seseorang memerlukan bantuan orang lain untuk menunjukkan bahwa dalam dirinya memiliki banyak potensi untuk keluar dari masalah dengan baik.
7. Reaching Out
Yang dimaksud dengan reaching out adalah kemampuan seseorang untuk menemukan dan membentuk suatu hubungan positif dengan orang lain, untuk meminta bantuan, berbagi cerita dan perasaan, untuk saling membantu dalam menyelesaikan masalah baik personal maupun interpersonal atau membicarakan konflik dalam keluarga. Reaching out merupakan upaya mendatangkan aspek-aspek positif dalam kehidupan, baik pribadi maupun keluarga.
Suami dan istri yang berhasil meningkatkan aspek positif dalam hidup, akan mampu membedakan risiko yang realistis dan tidak realistis, sekaligus memiliki makna dan tujuan hidup yang benar. Mereka mampu melihat gambaran besar dari kehidupan, sehingga tidak terjebak dalam fenomena yang bersifat sesaat. Saat menghadapi permasalahan atau tekanan dalam kehidupan berumah tangga, mereka lebih mampu mendayagunakan semua potensi secara positif sehingga mampu bertahan dan keluar dari masalah dengan sukses.
Dalam realitas keseharian, ditemukan banyak orang yang tidak mampu melakukan reaching out, karena sejak kecil  telah ditanamkan untuk menghindari kegagalan dan kemalangan. Mereka adalah pribadi yang lebih memilih memiliki kehidupan standar dibandingkan meraih kesuksesan yang lebih besar namun memiliki resiko kegagalan dalam hidup.
Demikianlah tujuh faktor yang akan membentuk daya resiliensi individu, yang pada akhirnya akan meningkatkan resiliensi keluarga.
Bahan Bacaan: Diana Setiyawati, Ph.D., Modul Resiliensi, Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 2016