Suami atau istri yang tidak mampu mengatur dan mengelola emosi, akan membuat pasangannya merasa tidak nyaman. Bahkan dalam kondisi tertentu, bisa membuat seseorang menjadi sangat tertekan karena sikap emosional pasangannya. Demikian pula dalam relasi antara orang tua dengan anak, jika orang tua tidak memiliki kemampuan regulasi emosi, akan membuat anak merasa tidak nyaman berada di dekat orang tua.
Dalam kehidupan keluarga, emosi yang dirasakan dan dimiliki oleh seorang anggota keluarga akan cenderung berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya. Uniknya, semakin seseorang terasosiasi dengan kemarahan, maka ia akan semakin menjadi pemarah. Misalnya, seorang suami yang dikenal dan disebut sebagai pemarah oleh istri dan anak-anak, akan membuat dia menjadi semakin mudah marah. Dengan sikap yang mudah marah tersebut, membuat istri dan anak-anak semakin tertekan. Inilah suasana keterkaitan dan keterikatan yang terjadi dalam suatu keluarga.
Ada dua keterampilan yang dapat memudahkan individu untuk melakukan regulasi emosi, yaitu yaitu sikap tenang (calming) dan fokus (focusing). Dua keterampilan ini mampu membantu individu untuk mengontrol emosi, menjaga fokus pikiran ketika tengah banyak hal yang mengganggu, serta meredam stres yang tengah terjadi. Jika suami dan istri memiliki kemampuan regulasi emosi yang baik, maka berbagai masalah dan persoalan akan sangat mudah untuk diselesaikan. Karena pada dasarnya masalah menjadi mudah apabila dihadapi dengan sikap tenang dan tidak emosional.
2. Pengendalian Impuls
Yang dimaksud dengan pengendalian impuls adalah kemampuan untuk mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri sendiri. Seseorang yang tidak memiliki kemampuan pengendalian impuls, cepat mengalami fluktuasi emosi yang pada akhirnya mengendalikan pikiran dan perilakunya. Jika seorang istri tidak mampu mengendalikan keinginan, maka akan memunculkan sikap emosional terhadap suami, karena menganggap suami tidak peduli, tidak cinta lagi, disebabkan tidak segera memenuhi keinginannya.
Demikian pula suami yang tidak mampu mengendalikan keinginan, akan mudah meledak kemarahan terhadap istri hanya karena istri tidak segera memenuhi keinginannya. Oleh karena itu, kemampuan pengendalian impuls menjadi hal yang sangat penting agar resiliensi keluarga bisa tercapai dan bisa semakin tinggi. Semakin bagus kemampuan pengendalian impuls dalam diri suami dan istri, semakin bagus pula kemampuan resiliensi mereka.
Orang yang tidak memiliki kemampuan pengendalian impuls, menampilkan perilaku mudah marah, kehilangan kesabaran, impulsif, dan berlaku agresif. Perilaku seperti ini membuat anggota keluarga merasa tidak nyaman sehingga berakibat pada buruknya hubungan di antara mereka. Pengendalian impuls bisa dilakukan dengan selalu berpikir positif serta konstruktif, mencegah terjadinya kesalahan pemikiran, sehingga dapat memberikan respon yang tepat pada permasalahan yang ada.
Seseorang dapat melakukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat rasional yang ditujukan kepada dirinya sendiri, seperti:
“Apakah kesimpulan yang aku ambil atas masalah ini benar-benar berdasarkan fakta atau hanya persangkaanku saja?”
“Apakah aku sudah melihat permasalahan secara komprehensif, ataukah hanya permukaannya saja?”
“Adakah hikmah dan manfaat dari semua masalah ini?”