Kisah di atas menggambarkan, bahwa penampilan fisik mampu mengelabui persepsi orang yang melihatnya. Para sahabat melihat laki-laki kaya yang lewat, karena penampilan fisik yang indah dan meyakinkan, maka mereka berpendapat bahwa pastilah ia orang yang terpercaya. Sebaliknya, melihat penampilan umum dari laki-laki miskin yang lewat kemudian, seakan-akan ia orang yang tidak terpercaya. Inilah ketertipuan yang mudah terjadi dari casing, penampilan dan atribut atau asesoris lainnya.
Perbandingan penampilan dengan sangat mudah bisa dilihat pada kondisi yang berbeda secara nyata. Misalnya seorang penampilan direktur utama dibandingkan buruh jalanan. Seorang jenderal bintang lima dibandingkan kopral. Seorang menteri dibandingkan pekerja bangunan. Atribut yang melekat pada diri seseorang, bahwa dia direktur, bahwa dia menteri, bahwa dia pemimpin organisasi besar, telah menimbulkan persepsi awal bahwa ia layak dipercaya. Padahal atribut seperti itu tidak bisa dengan sendirinya menjadi jaminan kebaikan seseorang.
Casing itu bisa direkayasa, atribut dan asesoris itu bisa saja imitasi. Di kampung-kampung ada lelaki menyamar sebagai polisi gadungan atau tentara gadungan, agar mudah mengelabui gadis yang ingin dinikahinya. Maka jangan terjebak dalam hal-hal yang bercorak fisik atau materi semata-mata, karena memilih calon suami akan berdampak sangat panjang dalam kehidupan anda, baik dunia maupun akhirat. Maka pertimbangkan masak-masak, pikirkan dengan jernih, lakukan upaya spiritual dengan istikharah, upayakan meminta nasihat dan pertimbangan dari orang-orang yang terpercaya agar tepat dan selamat dalam menentukan calon suami.
Nabi saw juga mengingatkan para sahabat tentang fenomena “ketertipuan” penglihatan semacam itu :
"Bisa jadi orang yang tampak kusut, berdebu, kumal pakaiannya dan tidak diperhatikan orang, kalau dia berdoa memohon kepada Allah justru akan dikabulkanNya" (hadits riwayat Muslim, Ahmad dan Al Hakim).
Rata-rata wanita lebih mudah terpedaya oleh sesuatu yang masuk melalui perasaan dan hatinya, bukan oleh sesuatu yang masuk melalui penglihatan matanya. Misalnya laki-laki yang pandai merayu, memberikan perhatian secara serius, menampakkan pengertian dan sikap care, menunjukkan kebaikan dalam perilaku, akan lebih menggoda bagi wanita. Apalagi ketika ditambah berbagai atribut dan asesoris keduniaan yang bertumpuk-tumpuk, tentu akan membuat wanita semakin tertarik.
Mengingat ketertipuan sangat mungkin terjadi, hendaknya kaum wanita menjadikan pertimbangan kebaikan agama sebagai landasan utama pemilihan suami. Nabi saw telah bersabda :
“Bila seorang laki-laki yang kamu ridhai agama dan akhlaknya meminang (anak wanitamu), nikahkanlah dia. Apabila engkau tidak menikahkannya, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas” (hadits riwayat Tirmidzi).
Pilih yang Tampan, Kaya dan Berpendidikan, Tapi Bertaqwa
Adalah sah bagi seorang wanita untuk memilih calon suami yang kaya, tampan, memiliki status sosial yang bagus, berpangkat, berpendidikan tinggi, dari keluarga yang baik, macho, atletis, dan ribuan sifat lainnya, tetapi landasan kebaikan agama tetap harus dinomorsatukan. Tatkala Nabi saw menyebutkan empat alasan mengapa wanita dinikahi oleh laki-laki, maka bisa pula dinisbatkan sebaliknya kepada kaum wanita dalam memilih calon suami. Tiga hal pertama yang disebutkan dalam hadits bersifat fitrah, artinya sesuai dengan kecenderungan rata-rata manusia. Wanita juga menyukai laki-laki yang kaya, tampan dan memiliki kedudukan sosial. Sebagaimana lelaki suka dengan wanita cantik, kaya dan terhormat. Ini fitrah dan manusiawi.
Tidak ada larangan bagi wanita lajang untuk memilih calon suami yang lebih kaya, lebih tampan, berpendidikan lebih tinggi, dan memiliki status sosial yang terhormat, dari beberapa laki-laki yang datang melamar kepadanya. Para laki-laki tersebut satu agama, satu keyakinan iman, berakhlak bagus, taat dalam beragama, tetapi berbeda-beda dalam ketampanan, kekayaan dan status sosial mereka. Tentu si wanita hanya bisa memilih satu dari sekian banyak lelaki yang menjadi fans selama ini, dan ia berhak memilih serta memutuskan. Tentu saja tetap harus dengan persetujuan orang tua atau walinya.