Manusia tidak bisa lepas dari permasalahan kehidupannya. Seberapa jauh seseorang menghindar, masalah tersebut tetap akan mengikutinya. Realitasnya, ada orang yang bisa menghadapi permasalannya sendiri namun ada pula yang tidak mampu menyelesaikan sendiri.
Beberapa orang memerlukan bantuan untuk mengurai dan menyelesaikan masalahnya. Beberapa orang ingin berkeluh kesah namun tidak tahu tempat yang tepat. Akibatnya, masalahnya tidak selesai, justru semakin berkembang luas.
Demikian pula dalam kehidupan keluarga. Banyak masyarakat yang terlilit berbagai problematika hidup berumah tangga, sejak dari yang ringan hingga yang berat. Sebagian dari mereka dengan mudah mampu menyelesaikan persoalan rumah tangga mereka sendiri.
Sebagian yang lain merasa sangat kesulitan untuk bisa keluar dari permasalahan. Bahkan ada yang benar-benar menghadapi jalan buntu ketika menghadapi persoalan dalam rumah tangga.
Data Kementrian Agama RI menyebutkan, tahun 2009: menikah 2.162.268 kejadian, cerai 216.286 kejadian. Tahun 2010 : menikah 2.207.364 kejadian, cerai 285.184 kejadian. Tahun 2011 : menikah 2.319.821 kejadian, cerai 258.119 kejadian. Tahun 2012 : menikah 2.291.265 kejadian, cerai 372.577 kejadian. Tahun 2013 : menikah 2.218.130 kejadian, cerai 324.527 kejadian. Ambil data tahun 2012 dan 2013 saja, angka perceraian di dua tahun itu sekitar 350.000 kasus. Berarti dalam satu hari rata-rata terjadi 959 kasus perceraian, atau 40 perceraian setiap jam.
Hal ini sudah bisa mengindikasikan banyaknya masalah keluarga yang sudah memasuki kategori darurat. Ada kondisi darurat keluarga yang tidak mampu diselesaikan oleh keluarga itu sendiri, hingga mereka mengambil jalan pintas dengan perceraian. Padahal sesungguhnya masih akan terbuka banyak opsi apabila mereka bersedia untuk melakukan mediasi kepada pihak yang tepat dan memiliki kompetensi.
Reselga (Relawan Konselor Keluarga)
Pada saat keluarga berada dalam situasi darurat, hingga tidak mampu menyelesaikan persoalan mereka sendiri, di saat itulah orang memerlukan bantuan dan intervensi pihak lain yang memiliki kompetensi.
Secara profesional, mereka bisa meminta pertolongan kepada para psikolog, psikiater dan konselor, sesuai konteks permasalahannya. Namun profesi ini serasa masih sangat “jauh” dari jangkauan masyarakat kita pada umumnya. Masyarakat masih banyak yang enggan datang ke kantor pelayanan profesi psikolog, psikiater dan konselor.
Untuk itu, perlu dicetak para relawan yang berada di tengah kehidupan masyarakat, yang bertugas secara sosial untuk membantu orang lain yang memerlukannya. Para relawan ini diharapkan mampu membantu orang-orang di sekitarnya, dalam mengurai berbagai permasalahan kehidupan pribadi maupun keluarga.
Untuk memudahkan penyebutan, para relawan ini saya sebut sebagai Relawan Konselor Keluarga, yang saya singkat dengan Reselga. Disebut relawan, karena memang sifat pekerjaannya sosial, bukan profesional.