Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pasangan Setia: "Atut Runtut Pindha Mimi dan Mintuna"

12 April 2016   19:44 Diperbarui: 13 April 2016   01:52 3501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilustrasi: weheartit.com"][/caption]Jika kita menghadiri resepsi pernikahan dalam tradisi Jawa, biasanya akan diperdengarkan “Bawa Setya Tuhu” yang dilanjutkan dengan tembang Setya Tuhu. Bawa ini dilantunkan kembali dengan apik oleh Manthous dan sering menghiasi acara-acara resepsi pernikahan sampai dengan hari ini. Tembang itu merupakan simbol dari harapan semua pihak yang hadir dalam resepsi tersebut, terhadap sepasang pengantin yang sedang merayakan kebahagiaan pada hari itu. Sebuah harapan agar pengantin bisa hidup rukun dan saling mencintai dalam menjalani bahtera rumah tangga.

Kehidupan sepasang suami istri yang setia, bahagia, rukun, tentram, damai dan sejahtera, sering dikiaskan sebagai “Mimi dan Mintuna”. Orang Jawa sejak zaman dulu menjadikan Mimi dan Mintuna sebagai legenda untuk menggambarkan kesetiaan pasangan suami istri. Mereka hidup dalam kebahagiaan dan keharmonisan karena suami dan istri selalu setia, selalu bersama dalam suka dan duka. Tidak ada yang bisa memisahkan mereka kecuali kematian. Gambaran indah tentang keluarga yang harmonis, bahagia, sakinah mwaddah wa rahmah.

Masyarakat Jawa –terutama yang berusia tua dan tinggal di desa—sangat hafal dan menghayati “Bawa Setya Tuhu” berikut ini:

Setya Tuhu

...........

Pamintaku, Nimas sida asih

Atut runtut tansah reruntungan

Ing sarina sawengine

Datan ginggang sarambut

Lamun adoh caketing ati

Yen cedhak tansah mulat

Sido asih tuhu

Pindha mimi lan mintuna

Ayo Nimas bareng hanetepi wajib

Sido asih bebrayan

..........

Aku kang setya satuhu

Kawit mbiyen nganti saiki

Bebasane peteng kepapag obor sumunar

Andika pangayomanku

Lahir batinku wus nyoto

Mung sajake andika semune kurang reno

Tandha yekti, paseksene rikalane ngangkat awrat

Mlampah tebih, datan lesu

Mugyantuk berkahing Gusti

Andika mung tansah limpat

Panyuwunku, setya kula tansah anglam-lami...

Lagu ini hampir selalu diperdengarkan dalam acara resepsi pernikahan masyarakat Jawa yang masih menggunakan adat Jawa. Untuk masyarakat Jawa yang sudah tidak mengenal budaya Jawa, tidak lagi memperdengarkan bawa Setya Tuhu ini, diganti dengan budaya pop atau yang lainnya. Padahal makna yang terkandung di dalamnya sangat bagus untuk menasehati pengantin maupun untuk mengingatkan yang sudah hidup berumah tangga.

[caption caption="ilustrasi: minatanjung.wordpress.com"]

[/caption]Apakah Mimi dan Mintuna Itu ?

Apa sebenarnya Mimi dan Mintuna yang dilegendakan itu? Mengapa Mimi dan Mintuna bisa menjadi simbol pasangan yang setia? Banyak masyarakat Jawa yang bisa menyanyikan langgam Setya Tuhu itu, tidak tahu makna Mimi dan Mintuna. 

Beberapa kali saya bertanya kepada teman-teman saya masyarakat Jawa, yang mengenal dan bisa menyanyikan langgam Setya Tuhu, ternyata mereka juga tidak tahu apa itu Mimi dan Mintuna. Ternyata saya banyak temannya.... :)

Setelah bertanya kepada Wikipedia, barulah mendapat jawaban Ternyata Mimi dan Mintuna, adalah hewan.... Hah? Saya baru tahu kalau Mimi dan Mintuna itu adalah sepasang hewan. Saya belum pernah melihatnya hingga sekarang. Hanya berusaha untuk membayangkan bentuknya saja.

Iya benar. Mimi dan Mintuna adalah jenis hewan beruas (artropoda) yang menghuni perairan dangkal wilayah paya-paya dan kawasan mangrove. Bentuknya seperti ladam kuda berekor. Masuk dalam keluarga Limulidae dan menjadi wakil dari bangsa Xiphosurida yang masih bertahan hidup. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Horseshoe Crab, atau dalam bahasa Indonesia disebut Belangkas. Panjang tubuhnya kira-kira 51 cm atsu 20 inchi, berwarna coklat kehijauan.

Mimi adalah nama dalam bahasa Jawa untuk yang berkelamin jantan dan mintuna adalah untuk yang berkelamin betina. Menurut cerita, mimi dan mintuna adalah ikan ajaib. Kedua ikan tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Jika pasangan ikan ini dipisahkan maka keduanya akan segera mati. Keunikan lain, jika ikan ini dimasak tidak bersamaan maka akan beracun, tetapi jika dimasak bersamaan menjadi sehat dan enak dikonsumsi.

Maka, pasangan suami istri itu hendaknya selalu “runtang-runtung rerentengan, pindha mimi lan mintuna.” Seperti sepasang mimi dan mintuna, yang tidak bisa dipisahkan, tidak bisa dijauhkan. Mereka menjadi hidup penuh kekuatan apabila disatukan. Mereka menjadi bermakna dan memberikan kontribusi kebaikan dalam kehidupan apabila berpasangan. Mereka akan kehilangan cahaya kehidupan apabila terpisahkan. Sebuah kebersamaan yang sangat kuat, itulah makna “akad nikah”, yang di dalam kitab suci disebut sebagai “mitsaqan ghalizha” atau ikatan yang kokoh.

Atut Runtut, Selalu Bersama Dalam Suka dan Duka

Ada banyak jenis ikatan atau akad dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya ada akad (transaksi) pinjam meminjam, akad jual beli, akad pemberian dan hadiah, ada akad nikah, serta berbagai akad yang lainnya. Di antara berbagai jenis akad tersebut, yang dinyatakan sebagai “mitsaqan ghalizha” hanyalah akad nikah. Karena mengikat dua manusia, lelaki dan perempuan, dalam satu ikatan kehidupan. Karena nikah adalah ikatan yang kokoh, maka tidak boleh sembarangan dipisahkan atau dibatalkan.

Masyarakat Indonesia ---khususnya Jawa--- menggambarkannya kuatnya ikatan suami dan istri ini sebagai Mimi dan Mintuna. Sekedar perlambang bahwa hendaknya suami dan istri selalu berada dalam situasi kebersamaan, dalam semua kondisinya. Pasangan setia harus selalu menempuh kehidupan bersama dalam suka dan duka. Itulah yang menjadi harapan semua orang yang berumah tangga. Hal itulah yang tertuang dalam kalimat-kalimat bait Bawa Setya Tuhu, yang merupakan sebuah permintaan, sebuah harapan dari suami kepada istri. Pada sebagian versi, dibuat pula yang berbentuk permintaan istri kepada suami.

Bawa Setya Tuhu berisi permintaan dan harapan untuk bisa menjalani kehidupan berumah tangga bersama, dalam suka maupun duka, dalam tawa dan air mata, dalam kebahgiaan dan kepedihan. Setia dan bahagia bukan hanya ketika sedang berada dalam keadaan yang berkecukupan, serba terpenuhi semua kebutuhan, serba mudah dalam menjalani kehidupan. Namun tetap setia dan bahagia saat harus menghadapi situasi kekurangan, tidak memiliki harta untuk mencukupi kebutuhan, tidak bisa memenuhi berbagai macam keinginan.

Bawa Setya Tuhu yang disambung dengan langgam atau tembang Setya Tuhu, berisi petuah hidup berumah tangga agar selalu sakinah, mawaddah wa rahmah. Semua dimulai dari kebaikan pasangan suami istri yang selalu “atut runtut tansah reruntungan”, yaitu suami dan istri yang selalu beriringan, bergandengan, berpegangan, berada pada pihak yang sama dalam menghadapi setiap masalah, cobaan, godaan dan tantangan hidup berumah tangga. Inilah yang diharapkan akan terjadi pada pasangan pengantin baru yang tengah melaksanakan pesta atau resepsi pernikahan.

Harapan Suami Terhadap Istri

Pada bait-bait berikut, seorang suami menyampaikan harapan dan isi hati, menyampaikan keinginan akan sebuah kehidupan rumah tangga yang dipenuhi keindahan dan kebahagiaan.

......

Pamintaku, Nimas sida asih

Atut runtut tansah reruntungan

Ing sarina sawengine

Datan ginggang sarambut

Lamun adoh caketing ati

Yen cedhak tansah mulat

Sida asih tuhu

Pindha Mimi lan Mintuna

Ayo Nimas bareng hanetepi wajib

Sida asih bebrayan

.........

Kurang lebihnya, dalam bahasa bebas, harapan tersebut seperti ini : “Dinda, aku ingin selalu hidup bersamamu. Saling mencinta. Saling mengasihi. Atut runtut tansah reruntungan, aku ingin kita selalu akur, selalu kompak. Kemana-mana selalu bersama. Siang maupun malam, dalam tidur maupun terjaga, saat susah maupun senang, saat berat maupun ringan. Jika hari siang kita berkegiatan bersama, jika hari malam kita tidur berdua. Aku ingin melewati hidup ini bersamamu, Dinda, dan aku tidak sanggup hidup sendiri tanpamu”.

“Datan ginggang sarambut, aku tidak ingin berjauhan darimu walau hanya berjarak sehelai rambut, Dinda. Aku tidak ingin ada sekat komunikasi, atau ada sumbatan yang membuat tidak nyaman hati. Kita harus membongkar semua benteng yang menyekat antara diriku dengan dirimu. Kita harus membuang segala rintang yang menghalangi hatiku dengan hatimu. Tidak boleh ada jarak di antara kita berdua, yang membuat ada orang ketiga hadir di antara kita. Tidak boleh, kita harus berpegangan erat-erat. Jangan ada celah yang membuat orang lain merusak keutuhan keluarga kita”.

“Lamun adoh caketing ati, Dinda, jika pun kita terpaksa berjauhan karena sesuatu urusan, namun kita selalu dekat secara perasaan. Suatu ketika kita harus berpisah secara fisik, karena aku harus bekerja di tempat yang berbeda denganmu. Atau aku ada tugas ke luar kota yang membuat kita terpaksa harus berpisah, yakinlah itu hanya sementara. Aku pasti akan kembali pulang. Aku akan selalu merindukan dirimu. Walau fisik kita berpisah tempat, namun jiwa kita selalu bersama. Aku akan selalu mendoakanmu, dan aku berharap engkaupun mendoakan aku”.

“Yen cedhak tansah mulat, Dinda, jika tengah berdekatan, maka kita akan semakin bisa saling menjaga, saling mencinta, saling memberikan kehangatan. Dalam kedekatan fisik, terdapat pula kedekatan hati, pikiran dan perasaan. Kita bisa bercengkerama, bercanda, tertawa, berkegiatan bersama. Aku ingin selalu menjagamu, sebagaimana aku ingin engkau selalu menjagaku. Aku tidak akan membiarkanmu kesepian, aku tidak akan membiarkanmu merasa sendirian. Sida asih tuhu, Dinda, jadilah kita pasangan yang saling mengasihi dan mencintai dengan sepenuh hati”.

“Pindha Mimi lan Mintuna, Dinda, aku ingin hidup kita indah seperti Mimi dan Mintuna. Saling percaya, saling menghormati, saling menghargai, saling menghormati. Kita hadapi semua masalah bersama-sama, kita jalani kehidupan bersama-sama, kita bangun peradaban di rumah kita. Marilah Dinda, kita membangun hidup berumah tangga dengan sepenuh kebahagiaan. Agar hidup kita selalu dalam keberkahan, selalu sakinah, mawaddah wa rahmah. Bahagia selamanya hingga ke surga”.

Gambaran Mimi dan Mintuna demikian kuat melekat dalam benak masyarakat kita, yang menghendaki kehidupan keluarga penuh kebahagiaan dan keindahan. Demikianlah semestinya orang hidup berumah tangga. Menikah itu untuk bahagia, menikah itu untuk saling mencinta, menikah itu untuk saling menerima. Bukan untuk saling melukai, saling menyakiti, saling mengkhianati, saling merendahkan, saling melecehkan dan saling menjatuhkan.

Harapan Istri Terhadap Suami

Setelah selesai bawa, dilanjutkan dengan langgam atau tembang Setya Tuhu, yang merupakan suara hati sang istri, sebagai berikut:

..........

Aku kang setya satuhu

Kawit mbiyen nganti saiki

Bebasane peteng kepapag obor sumunar

Andika pangayomanku

Lahir batinku wus nyoto

Mung sajake andika semune kurang reno

Tandha yekti, paseksene rikalane ngangkat awrat

Mlampah tebih, datan lesu

Mugyantuk berkahing Gusti

Andika mung tansah limpat

Panyuwunku, setya kula tansah anglam-lami

............

Jika dimaknai dengan terjemahan bebas, artinya kurang lebih seperti ini : “Aku kang setya satuhu, Kanda, akulah istri yang setia mencintaimu. Dari mula kita menikah, hingga kapanpun, aku akan selalu mencintaimu. Aku akan selalu setia bersamamu. Diriku menjadi istrimu, seperti gulita malam yang bertemu cahaya terang. Sebelum menikah denganmu, aku adalah gadis yang galau. Hatiku kini sungguh bahagia bersamamu, Kanda. Aku tidak menyesal, bahkan aku bangga mendampingi hidupmu. Aku merasa mendapatkan jalan kebahagiaan dengan mendampingimu. Engkau telah membimbing arah hidupku”.

“Andika pengayomanku, Kanda, engkaulah yang aku harapkan melindungiku. Aku merasa lemah hidup sendiri di dunia ini, aku ingin berteduh pada kekuatan cintamu. Aku ingin bersandar pada bahu kokohmu. Aku percaya, engkau akan sanggup melindungiku. Jangan serahkan aku kepada siapapun, jangan biarkan aku diganggu orang-orang yang iseng dan ingin mengambilku darimu. Lindungi aku, Kanda, karena aku ingin selalu di sisimu. Aku tidak ingin berpisah darimu, dan aku percaya bahwa engkau mampu melindungiku”.

“Lahir batin ku wus nyoto, Kanda, lahir dan batinku sudah nyata mencintaimu. Aku adalah istrimu dan siap selalu menjalani hidup bersamamu. Engkau tidak perlu meragukan kesetiaan dan cintaku. Terus terang, kadang aku merasa engkau masih meragukan cintaku, kadang aku merasa engkau masih belum berkenan pada sikap-sikapku, namun percayalah Kanda, aku akan selalu buktikan kesetiaanku. Lahir dan batinku selalu setia mencintaimu”.

“Tandha yekti paseksene, Kanda, di antara tanda kesetiaanku adalah, aku rela bekerja keras, aku relah berjalan jauh, aku rela hidup dalam segala keadaan, dan tidak pernah mengeluh. Aku tidak menuntut kemewahan, aku tidak menuntut kekayaan materi, aku rela dengan semua pemberianmu. Aku tidak mengeluh oleh karena kehidupan kita yang sederhana dan apa adanya, karena aku lebih percaya kekuatan cintamu. Itu semua adalah bukti kesetiaan cintaku kepadamu, maka jangan engkau ragukan lagi”.

“Mugyantuk berkahing Gusti, Kanda, semoga kita berdua selalu mendapatkan keberkahan hidup dari Allah, Sang pencipta dan pemilik alam semesta. Semoga hidup kita selalu berada dalam ridha-Nya, jangan sampai kita mendekati murka-Nya. Aku berharap Kanda terus melangkah ke depan, terus berjuang, terus berusaha, terus bekerja, terus berkarya untuk kebaikan keluarga kita. Aku berharap Kanda terus bersungguh-sungguh melakukan dan memberikan yang terbaik untuk masyarakat, bangsa dan negara”.

“Panyuwunku, setya kula tansah anglam-lami. Kanda, permintaanku, semoga kesetiaanku selalu engkau ingat dan engkau kenang. Semoga kesetiaanku menjadi penyemangat bagimu, dan tidak engkau sia-siakan. Aku benar-benar ingin bersamamu, ingin mendampingimu. Aku selalu setia kepadamu, dan aku berharap engkau selalu setia kepadaku. Seperti Mimi dan Mintuna, kita tidak bisa hidup sendiri-sendiri. Kita harus selalu bersama, apalagi untuk mendidik dan membesarkan buah hati kita. Mana mungkin aku sendirian melakukannya...”

Menjadi Pasangan yang Atut Runtut

Begitulah harapan pasangan suami dan istri yang diwujudkan dalam bentuk bawa dan langgam Setya Tuhu. Sangat indah dan menyentuh hati, karena diungkapkan secara berpasangan. Mengawali kehidupan berumah tangga, setelah akad nikah dan resepsi walimah, suami dan istri hendaknya selalu meresapi pesan-pesan yang terkandung di dalamnya. Bukan hanya untuk bahan nyanyian atau hiburan semata, tapi pahamilah kandungan maknanya. Benar-benar petuah yang sangat dalam maknanya.

Bawa dan langgam Setya Tuhu memberikan gambaran kehidupan ideal suami dan istri dalam sebuah rumah tangga. Mereka hidup bersama dalam suasana kebahagiaan dan keceriaan, dalam suasana kekompakan sebagai pasangan yang saling memberi, saling melengkapi, saling menghormati, saling menghargai, saling mencintai, saling menyayangi, saling merindui. Mereka berdua adalah pasangan yang selalu “atut runtut, tansah reruntungan”, selalu bersama-sama dalam suka dan duka.

Seperti Mimi dan Mintuna, yang tidak bisa hidup sendiri-sendiri. Seperti Mimi dan Mintuna, yang akan mati jika dipisahkan. Seperti Mimi dan Mintuna, yang selalu setia.

Bagaimana dengan anda?

 

 

Sumber Bacaan :

wiki/Belangkas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun