[caption caption="ilustrasi : www.goziyan.com"][/caption]Dalam kehidupan berumah tangga, kadang terlintas godaan pada suami dan istri berupa perasaan kagum terhadap orang lain. Perasaan kagum suami terhadap perempuan lain, atau perasaan kagum istri terhadap laki-laki lain. Ini bukan tentang perselingkuhan, bukan pula tentang seseorang yang jatuh cinta atau menjalin hubungan asmara dengan pihak ketiga. Bukan seperti itu. Ini adalah bab seseorang mengagumi pribadi orang lain.
Perasaan kagum ini adalah sesuatu yang sangat wajar dan manusiawi, karena memang ada sebab-sebab yang membuat seseorang pantas dikagumi. Misalnya, ada perempuan yang sangat cantik, maka terhadap realitas ini banyak laki-laki bisa terkagum-kagum dengan kecantikan tersebut. Atau, ada laki-laki yang sangat gagah macho, terhadap realitas ini banyak perempuan bisa terkagum-kagum dibuatnya. Jadi ini sangat natural dan manusiawi, karena kondisi “sangat cantik” dan “sangat gagah” itu mudah terlihat mata tanpa harus lama-lama memandangnya.
Perasaan kagum tidak selalu dengan sesuatu yang sifatnya fisik atau lahiriyah, bisa pula kagum terhadap sifat ruhaniyah atau hal yang bercorak spiritual. Misalnya, ada perempuan cantik yang tampak demikian shalihah, rajin ibadah, banyak menghafal Qur’an, maka bisa menimbulkan kekaguman pada lelaki yang mengetahui kondisi itu. Demikian pula, saat ada seorang lelaki ganteng yang tampak demikian salih, ahli ibadah, ilmu agamanya sangat mendalam, alim, kata-katanya membangkitkan motivasi, maka bisa menimbulkan kekaguman pada perempuan yang mengetahui kondisi tersebut.
Ketika Kekaguman Diekspresikan
Perasaan kagum -baik pada konteks fisik maupun pada konteks spiritual- yang pada awalnya adalah sesuatu yang wajar dan manusiawi, bisa berubah menjadi problematika yang bisa merusak kebahagiaan keluarga, ketika perasaan kekaguman itu diekspresikan di hadapan pasangan. Ekspresi kekaguman yang berlebihan, atau yang terlalu sering diekspresikan, membuat pasangan merasa dibandingkan atau bahkan merasa diremehkan. Ingat kata kuncinya, “tidak ada orang yang senang dibandingkan dengan orang lain secara negatif”.
Perhatikan contoh kalimat ekspresi kekaguman berikut ini.
“Subhanallah, cantik sekali wanita itu”, ujar seorang suami mengomentari seorang perempuan.
Kalimatnya tampak “Islami” dengan menyebut kata “subhanallah”. Namun ketika hal itu diekspresikan di hadapan istri, bisa menyulut kecemburuan dan kemarahan pada sang istri. Apalagi ketika ekspresi kekaguman itu konsisten ditujukan kepada perempuan yang sama, akan semakin menguatkan kecemburuan sang istri terhadap suami. Istri merasa sakit hati karena suami memuji-muji perempuan lain, padahal tidak pernah atau jarang memuji dirinya.
Perhatikan contoh kedua berikut ini.
“Alhamdulillah, teman baru di divisiku baik banget. Aku tidak pernah melihat ada orang yang lebih solih dari temanku itu. Orangnya sabar dan penuh pengertian”, ujar seorang istri mengomentari lelaki teman kerjanya.
Kalimatnya juga tampak “Islami” dengan menyebut kata “alhamdulillah”. Namun ketika hal itu diekspresikan di hadapan suami, bisa menyulut kecemburuan dan kemarahan pada sang suami. Apalagi ketika kekaguman itu konsisten ditujukan kepada lelaki yang sama, maka sang suami semakin memiliki perasaan tersisihkan, terbandingkan dan dikalahkan. Sang suami merasa istrinya telah tergoda oleh laki-laki lain, sehingga mulai terbangun perasaan cemburu yang kian kuat dalam diri suami.
Ungkapan kekaguman terhadap kondisi kebaikan atau kelebihan orang lain yang diekspresikan di hadapan pasangan ---seperti dalam dua contoh di atas--- potensial menimbulkan masalah dalam keluarga. Suami dan istri bisa tersulut kecemburuan, dan rasa cemburu yang dipendam dalam waktu lama akan berubah menjadi amarah dan dendam.
Realitas Obyektif vs Penangkapan Subyektif
Walaupun dalam dua contoh di atas tidak ada tambahan kalimat, "Enggak kayak kamu", namun perasaan seperti itu bisa muncul pada pasangan. Kalimatnya normatif, dan secara obyektif memang benar, namun secara subyektif dirasakan berbeda oleh pasangan. Realitas obyektifnya, orang tersebut memang layak dikagumi. Namun secara subyektif, hal itu menyebabkan pasangan merasa dibandingkan.
Jadi, kalimat normatif di atas akan ditangkap secara berbeda oleh pasangannya, sebagai berikut:
“Subhanallah, cantik sekali cewek itu. Enggak kayak kamu...."
“Alhamdulillah, teman baru di divisiku baik banget. Aku tidak pernah melihat ada orang yang lebih solih dari temanku itu. Orangnya sabar dan penuh pengertian. Enggak kayak kamu”.
Kalimat “enggak kayak kamu” itu tidak mesti terucapkan, namun sudah bisa dirasakan seperti itu oleh pasangan. Apalagi ketika memang kalimat “enggak kayak kamu” benar-benar diucapkan, pasti akan semakin membuat rasa sakit hati yang mendalam pada diri pasangan.
“Lihat bu Susan itu. Walaupun orangnya sibuk, tapi dia sangat rajin datang ke pengajian rutin di masjid. Makanya orangnya jadi sangat lembut dan sopan. Enggak kayak kamu”.
Kalimat ini sangat menyakitkan bagi sang istri, kendati realitas obyektifnya bisa jadi memang seperti itu.
“Pak Soleh itu benar-benar soleh seperti namanya. Orangnya sangat bijak, cerdas, berwibawa, dan rajin ngaji. Enggak kayak kamu”.
Kalimat seperti ini tentu sangat menyakitkan bagi sang suami, kendati realitas objektifnya bisa jadi memang seperti itu.
Jadi, memang ada perasaan tertentu yang harus disembunyikan dari pasangan. Seperti perasaan kagum kepada wanita lain, atau perasaan kagum kepada pria lain. Perasaan iri atas kecantikan isteri orang lain, atau iri atas kejantanan suami orang lain. Perasaan kagum atas kelembutan istri orang lain, atau kesalihan suami orang lain. Perasaan kekaguman terhadap kondisi orang lain seperti itu selayaknya disembunyikan dari pasangan, karena jika diungkapkan, akan membuat pasangan merasa dibandingkan.
Semua Orang Istimewa
Pada dasarnya, tidak ada seorangpun yang senang dibandingkan dengan orang lain. Istri Anda tidak akan suka dibandingkan dengan perempuan lain, suami Anda tidak senang dibandingkan dengan lelaki lain. Ini berlaku secara umum, termasuk pada anak-anak di rumah maupun di sekolah. Membandingkan satu anak dengan anak yang lainnya, bisa membuat seorang anak merasa tersisih dan tidak diterima oleh orang tua atau gurunya. Karena pada dasarnya semua anak itu istimewa, pada sisi yang berbeda-beda.
Membandingkan suami atau istri dengan orang lain bisa menyakitkan hati, dan bisa membuat suasana yang berbeda dari apa yang diharapkan. Mungkin saja tujuan membandingkan adalah agar bisa memotivasi pasangan untuk lebih baik dan lebih sesuai harapan, namun seringkali yang didapatkan justru sebaliknya. Ungkapan yang dimaksudkan untuk memotivasi istri agar bisa lebih baik dari kondisi yang sekarang, bisa ditangkap secara sangat berbeda. Sang isteri merasa tersinggung dan tidak terima dirinya dibandingkan dengan perempuan lain, dan tidak terima sang suami memuji-muji perempuan lain.
Demikian pula istri yang menceritakan secara verbal kekaguman terhadap laki-laki lain, sangat potensial menyinggung perasaan suami. Walaupun maksud sang istri adalah untuk memotivasi suami agar bisa lebih baik dan lebih salih, namun ketika dilakukan dengan jalan memuji dan mengagumi kebaikan lelaki lain, sangat potensial menimbulkkan dampak yang sangat jauh berbeda dengan harapan semula. Bukannya suami menjadi lebih baik, namun justru suami bisa semakin menarik diri dari kebaikan untuk semakin mempertegas perbedaan bahwa dirinya berbeda dengan lelaki yang sangat dikagumi istrinya itu.
Hendaknya suami dan istri selalu ingat, bahwa semua orang itu istimewa. Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Selalu ada sisi keistimewaan yang ada pada diri setiap manusia, yang tidak selalu sama antara satu orang dengan orang lainnya. Jangan Anda bandingkan suami Anda dengan lelaki lain, jangan Anda bandingkan istri Anda dengan perempuan lain. Maka carilah sisi-sisi keistimewaan pada diri pasangan Anda untuk Anda kagumi dan anda ekspresikan kepada dirinya.
Perasaan kagum terhadap perempuan lain tidak sepantasnya Anda sampaikan kepada istri. Perasaan kagum terhadap lelaki lain tidak sepantasnya Anda buka kepada suami. Cukup Anda simpan sendiri saja dan Anda tempatkan secara proporsional. Jangan sampai menggeser posisi pasangan dari hati Anda.
Tempatkan pasangan Anda di posisi yang paling istimewa di hati Anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H