Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Suami Istri Belum Mencapai Kesejiwaan

27 Januari 2016   06:35 Diperbarui: 27 Januari 2016   09:10 19114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memang konflik suami istri ada sisi positifnya, sebagaimana pernah saya posting di Kompasiana tentang “9 Manfaat Konflik Suami Istri”. Namun jika konflik muncul dengan mudah dan sewaktu-waktu, ini menandakan belum ketemunya titik kesejiwaan di antara suami dan istri. Konflik hendaknya bisa dikelola dengan baik, bukan menjadi sebuah karakter, bukan menjadi sebuah hobi. Tidak ada kebahagiaan yang muncul akibat dari memelihara konflik berkepanjangan.

6. Sering salah paham

Setiap pembicaraan dan komunikasi, tidak berujung kepada pengertian, namun justru menimbulkan kesalahpahaman. Kata-kata dan kalimat sering disalahpahami, pesan yang ingin disampaikan tidak dimengerti maknanya oleh pasangan. Saat suami berbicara, istri langsung memotong dan “meluruskan” kesalahan omongan suami. Hal ini membuat suami tidak nyaman karena merasa tidak dipercayai. Demikian pula saat istri bicara, suami langsung memotong dan “meluruskan” kesalahan omongan istri. Ini juga membuat tidak nyaman istrri karena merasa tidak dimengerti.

Tangis istri tidak dimengerti maknanya oleh suami, diamnya suami tidak dipahami oleh sang istri. Keinginan istri untuk curhat dan mengobrol ditangkap sebagai tuntutan yang berlebihan pada suami. Sementara keinginan suami untuk tidak banyak bicara ditangkap sebagai bentuk tidak tanggung jawab di mata istri. Keduanya mudah salah paham oleh sikap dan perkataan pasangan sehingga ketegangan selalu muncul dalam kegiatan keseharian. Tentu tidak enak hidup dalam suasana seperti ini.

7. Tidak ada yang mau mengalah

Ketika suami dan istri belum mencapai kesejiwaan, masing-masing selalu menganggap dirinyalah yang benar, dan pasangannya berada di pihak yang salah. Keduanya merasa heran, mengapa pasangannya tidak pernah merasa bersalah. Suami merasa dirinya yang benar dan istri yang salah. Sebaliknya, istri merasa dirinya yang benar dan suami yang salah. Keduanya tidak ada yang mau mengalah dalam setiap konflik dan pertengkaran. Ego masing-masing masih sangat dominan.

Ketika suasana mau menang sendiri seperti ini dimiliki oleh suami atau istri atau keduanya, membuat konflik tidak pernah bisa diselesaikan. Rasa tidak mau mengalah ini muncul sebagai akibat ego yang sangat tinggi pada suami atau istri, yang merasa enggan untuk dikalahkan oleh pasangan. Suami merasa gengsi kalau kalah oleh istri dan istri merasa gengsi kalau kalah oleh suami. Perasaan “menang kalah” seperti ini muncul karena mereka belum mencapai titik kesejiwaan.

8. Tidak bisa lagi menikmati aktivitas fisik bersama pasangan

Ketika aktivitas fisik sudah tidak lagi bisa dinikmati, padahal tidak ada kendala usia maupun kesehatan, ini adalah tanda belum menemukan kesejiwaan. Mestinya suami dan istri itu bahagia dengan berbagai aktivitas fisik bersama. Sejak dari cumbu rayu, hubungan seksual, atau sekedar berjalan-jalan dan aktivitas fisik berduaan, merupakan hal yang seharusnya sangat menyenangkan bagi keduanya. Jika aktivitas fisik sudah tidak lagi bisa dinikmati, bahkan dirasakan sebagai beban, ini pertanda mereka belum menemukan titik kesejiwaan.

Pada pengantin baru, ativitas fisik suami dan istri sangat tinggi intensitasnya. Seiring berjalannya usia dan waktu, aktivitas fisik semakin menurun secara frekuensi. Namun mereka tetap menikmati dan tetap bergairah melakukan bersama pasangan walaupun tidak lagi sebanyak saat masih muda. Seharusnya aktivitas fisik tetap bisa dinikmati walaupun usia mereka sudah sama-sama tua.

9. Menganggap dirinya yang selalu mengalah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun