[caption caption="ilustrasi : www.goziyan.com"][/caption]Ketika konflik hebat melanda pasangan suami istri dan mereka merasa sudah tidak memiliki jalan keluar, perceraian adalah pikiran yang lazim muncul pada keduanya. Tidak peduli sudah berapa lama mereka hidup berumah tangga, saat ketegangan memuncak banyak pasangan suami istri yang berpikir jalan pintas. Cerai adalah jalan termudah untuk mengakhiri semua konflik dan ketegangan antara suami. Inilah jalan pintas yang kerap dipikirkan oleh suami dan istri.
“Saya sudah lelah dengan konflik ini. Saya sudah tidak sanggup menghadapi hidup yang penuh konflik ini,” ujar istri.
“Saya sudah tidak tahu harus berbuat apa. Lelah saya dibuatnya”, ujar suami.
Ternyata keduanya sama-sama merasa lelah. Keduanya sama-sama merasa jenuh. Keduanya sama-sama merasa tersakiti. Keduanya sama-sama merasa tidak mau berada dalam kondisi seperti ini. Keduanya sama-sama ingin bahagia. Tapi kedua-duanya juga tidak bisa keluar dari konflik yang selalu terjadi.
Sepertinya aneh ya, tapi sering terjadi situasi seperti itu. Padahal mereka sendiri yang menciptakan konflik, mereka sendiri yang menciptakan krisis. Namun mereka merasa bingung dan tidak tahu bagaimana cara menghadapinya. Pada situasi seperti ini, suasana keluarga terasa sangat mencekam. Tidak ada lagi kebahagiaan, tidak ada lagi kelembutan, tidak ada lagi kasih sayang. Yang tersisa hanya kemarahan, kejengkelan, ketidaknyamanan dan berbagai perasaan negatif lainnya.
Padahal sebenarnya kunci penyelesaian ada pada mereka berdua. Hanya mereka sendiri yang bisa menyelesaikan persoalan dalam kehidupan keluarga. Tidak ada orang lain yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Di ujung titik buntu itu, mereka dihadapkan pada dua pilihan. Mengakhiri kisah cinta mereka, atau membangun ulang cinta dalam keluarga.
Pilihan pertama itu artinya bercerai. Pilihan kedua itu yang kerap disebut sebagai “kesempatan kedua”. Jika mereka memilih pilihan ketiga, tidak bercerai namun juga enggan menyelesaikan persoalan, yang akan mereka rasakan adalah siksaan dalam masa yang panjang. Hidup serumah dengan pasangan sah, namun tidak saling berinteraksi dan berkomunikasi. Hidupnya sendiri-sendiri, hanya demi mempertahankan gengsi.
Cobalah berpikir rasional dan dewasa. Fokuskan pada pilihan untuk membangun ulang cinta dalam keluarga. Manfaatkan kesempatan kedua yang selalu ada dan selalu terbuka. Jangan cepat-cepat untuk memutuskan mengakhiri kisah cinta dalam keluarga. Ingat, pernikahan adalah ikatan sakral atas nama Tuhan yang disahkan secara agama dan dilegalkan oleh aturan negara. Jangan cepat-cepat merusak ikatan sakral itu.
Sepuluh Pertanyaan untuk Menciptakan “Kesempatan Kedua”
Ketika pasangan suami istri merasa buntu, tidak menemukan jalan keluar dari krisis yang mereka hadapi, cobalah melakukan cooling down. Diam dan rehat, merenung dan berpikir, menenangkan hati dan pikiran, mendinginkan perasaan dan keinginan. Endapkan emosi, tundukkan ego, redakan kemarahan, urai ketegangan. Jangan mengambil keputusan besar dalam suasana emosi seperti ini.
Seluruh konselor pernikahan menekankan agar pasangan tidak tergesa-gesa memutuskan bercerai. Kami para konselor di Jogja Family Center (JFC) selalu menyampaikan bahwa JFC itu jurusan rujuk. Bukan jurusan cerai. Siapapun yang datang berkonseling kepada kami selalu diarahkan untuk mempertahankan keutuhan keluarga. Kami mengarahkan pasangan suami istri agar memanfaatkan “kesempatan kedua” dalam kehidupan pernikahan mereka.
Dalam situasi krisis kepercayaan antara suami dan istri, keduanya harus berusaha membangun kembali cinta dan kasih sayang. Keduanya harus melangkah bersama untuk menyelesaikan krisis tersebut, serta berusaha menyusun kembali puzle cinta mereka yang sempat berserakan. Jangan membiarkan konflik berkembang menjadi petaka yang menghancurkan kebahagiaan hidup berumah tangga. Terlebih pada pasangan suami istri yang telah memiliki anak, ini menjadi pertimbangan yang harus diutamakan.
Menurut David Wilchfort, seorang terapis pernikahan dari Jerman, dalam menghadapi kebuntuan hubungan, pasangan suami istri perlu menjawab sepuluh pertanyaan kritis berikut ini:
1. Apakah Anda masih bisa bersikap setia satu sama lain?
2. Apakah Anda masih saling menghormati satu sama lain?
3. Apakah Anda bersama-sama dapat berkembang dalam perkawinan ini?
4. Apakah Anda berdua masih dapat membuat sebuah keputusan penting bersama-sama?
5. Apakah Anda berdua masih memiliki tujuan bersama di masa depan?
6. Apakah Anda berdua masih dapat tertawa bersama?
7. Apakah Anda masih memiliki waktu untuk makan bersama?
8. Apakah Anda masih memiliki kepedulian satu sama lain?
9. Apakah Anda dapat masih dapat menikmati kedekatan fisik satu sama lain?
10. Apakah Anda bersedia untuk menjalin kembali hubungan yang sudah retak dengan pasangan?
Jawaban Anda terhadap sepuluh pertanyaan di atas, bisa digunakan untuk menjadi perenungan apakah hubungan Anda dengan pasangan masih dapat dipertahankan atau tidak. Jika sebagian besar jawabannya adalah “ya” berarti Anda masih memiliki cukup banyak cinta dan energi untuk hidup bersama pasangan. Inilah yang disebut sebagai “kesempatan kedua”. Pasangan yang sudah menghadapi jalan buntu dan ingin mengakhiri hubungan, namun ternyata mereka masih menemukan celah untuk keluar dari kebuntuan.
Bagi para konselor di Jogja Family Center, sepuluh pertanyaan tersebut bukan kami lemparkan secara terbuka dan bebas. Namun kami gunakan sebagai alat bimbing bagi pasangan suami istri yang tengah menghadapi kebuntuan, untuk bisa menjawab dengan jawaban “ya” pada semua item. Bukan memaksa, tapi menggali kesadaran sejak dari motivasi awal pernikahan mereka hingga akhirnya mereka bisa menemukan titik kesadaran baru untuk memanfaatkan kesempatan kedua dalam kehidupan berumah tangga.
Pada akhirnya semua keputusan kembali kepada pasangan suami istri itu sendiri. Mereka yang harus mengambil keputusan bersama secara bertanggung jawab. Bukan memenangkan ego demi menjaga harga diri masing-masing. Namun harus berpikir dewasa untuk mengambil pilihan terbaik bagi masa depan keluarga mereka, anak-anak mereka, reputasi mereka, karier mereka.
Kesempatan kedua, bahkan kesempatan ketiga, keempat dan seterusnya, selalu ada dalam kehidupan berumah tangga. Jangan sia-siakan kesempatannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H