Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Adakah “Kesempatan Kedua” untuk Membangun Cinta dalam Keluarga?

14 Januari 2016   09:07 Diperbarui: 14 Januari 2016   09:30 1750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="ilustrasi : www.goziyan.com"][/caption]Ketika konflik hebat melanda pasangan suami istri dan mereka merasa sudah tidak memiliki jalan keluar, perceraian adalah pikiran yang lazim muncul pada keduanya. Tidak peduli sudah berapa lama mereka hidup berumah tangga, saat ketegangan memuncak banyak pasangan suami istri yang berpikir jalan pintas. Cerai adalah jalan termudah untuk mengakhiri semua konflik dan ketegangan antara suami. Inilah jalan pintas yang kerap dipikirkan oleh suami dan istri.

“Saya sudah lelah dengan konflik ini. Saya sudah tidak sanggup menghadapi hidup yang penuh konflik ini,” ujar istri.

“Saya sudah tidak tahu harus berbuat apa. Lelah saya dibuatnya”, ujar suami.

Ternyata keduanya sama-sama merasa lelah. Keduanya sama-sama merasa jenuh. Keduanya sama-sama merasa tersakiti. Keduanya sama-sama merasa tidak mau berada dalam kondisi seperti ini. Keduanya sama-sama ingin bahagia. Tapi kedua-duanya juga tidak bisa keluar dari konflik yang selalu terjadi.

Sepertinya aneh ya, tapi sering terjadi situasi seperti itu. Padahal mereka sendiri yang menciptakan konflik, mereka sendiri yang menciptakan krisis. Namun mereka merasa bingung dan tidak tahu bagaimana cara menghadapinya. Pada situasi seperti ini, suasana keluarga terasa sangat mencekam. Tidak ada lagi kebahagiaan, tidak ada lagi kelembutan, tidak ada lagi kasih sayang. Yang tersisa hanya kemarahan, kejengkelan, ketidaknyamanan dan berbagai perasaan negatif lainnya.

Padahal sebenarnya kunci penyelesaian ada pada mereka berdua. Hanya mereka sendiri yang bisa menyelesaikan persoalan dalam kehidupan keluarga. Tidak ada orang lain yang bisa menyelesaikan masalah mereka. Di ujung titik buntu itu, mereka dihadapkan pada dua pilihan. Mengakhiri kisah cinta mereka, atau membangun ulang cinta dalam keluarga.

Pilihan pertama itu artinya bercerai. Pilihan kedua itu yang kerap disebut sebagai “kesempatan kedua”. Jika mereka memilih pilihan ketiga, tidak bercerai namun juga enggan menyelesaikan persoalan, yang akan mereka rasakan adalah siksaan dalam masa yang panjang. Hidup serumah dengan pasangan sah, namun tidak saling berinteraksi dan berkomunikasi. Hidupnya sendiri-sendiri, hanya demi mempertahankan gengsi.

Cobalah berpikir rasional dan dewasa. Fokuskan pada pilihan untuk membangun ulang cinta dalam keluarga. Manfaatkan kesempatan kedua yang selalu ada dan selalu terbuka. Jangan cepat-cepat untuk memutuskan mengakhiri kisah cinta dalam keluarga. Ingat, pernikahan adalah ikatan sakral atas nama Tuhan yang disahkan secara agama dan dilegalkan oleh aturan negara. Jangan cepat-cepat merusak ikatan sakral itu.

Sepuluh Pertanyaan untuk Menciptakan “Kesempatan Kedua

Ketika pasangan suami istri merasa buntu, tidak menemukan jalan keluar dari krisis yang mereka hadapi, cobalah melakukan cooling down. Diam dan rehat, merenung dan berpikir, menenangkan hati dan pikiran, mendinginkan perasaan dan keinginan. Endapkan emosi, tundukkan ego, redakan kemarahan, urai ketegangan. Jangan mengambil keputusan besar dalam suasana emosi seperti ini.

Seluruh konselor pernikahan menekankan agar pasangan tidak tergesa-gesa memutuskan bercerai. Kami para konselor di Jogja Family Center (JFC) selalu menyampaikan bahwa JFC itu jurusan rujuk. Bukan jurusan cerai. Siapapun yang datang berkonseling kepada kami selalu diarahkan untuk mempertahankan keutuhan keluarga. Kami mengarahkan pasangan suami istri agar memanfaatkan “kesempatan kedua” dalam kehidupan pernikahan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun