Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Suami-suami yang Tidak Pernah Dimarahi Istri

7 Januari 2016   05:57 Diperbarui: 7 Januari 2016   11:10 26061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sini ada dua sisi yang harus diperhatikan oleh pasangan suami istri. Pertama, jika sedang marah, hendaklah berusaha untuk menyalurkan secara positif dan konstruktif. Jangan menyalurkan kemarahan dengan perkataan, perbuatan dan sikap yang negatif serta destruktif. Penyaluran negatif ini misalnya dengan umpatan, teriakan, caci maki, sumpah serapah, kata-kata kotor, pukulan, tendangan, merusak barang-barang, dan lain sebagainya.

“Cara” marah seperti ini memang sangat mudah dilakukan dan sangat mudah pula dimengerti oleh pasangan. Tidak perlu menjelaskan dengan kata-kata “aku sedang marah”, tapi kalau ekspresinya negatif seperti dijelaskan di atas, dengan sangat mudah pasangan akan merasakan dan mengerti kemarahannya. Ekspresi kemarahan yang negatif dan destruktif ini tidak menghasilkan kebaikan apapun baik bagi diri sendiri maupun bagi pasangan. Terlebih ketika sudah memiliki anak, kemarahan seperti itu akan menjadi inspirasi bagi mereka.

Anda harus selalu belajar dan berusaha untuk menyalurkan kemarahan secara positif dan konstruktif. Misalnya ---bagi umat Islam--- dengan berwudhu, shalat sunnah, istighfar, dan kegiatan spiritual lainnya. Hendaknya selalu mengingat bahwa marah itu bukan ciri calon penghuni surga, sebagaimana sabda Nabi “Jangan marah bagimu surga”.  Atau disalurkan dengan melakukan tindakan yang produktif, seperti oleh raga, kerja keras, dan menyalurkan dengan karya nyata. Kisah boneka rajut di atas adalah salah satu contoh penyaluran marah dengan kerja dan karya nyata.

Kedua, hendaknya berusaha untuk memahami dan mengerti kemarahan pasangan. Setiap orang memiliki ekspresi kemarahan yang khas, tidak selalu sama dengan orang lainnya. Oleh karena itu, setiap kita harus berusaha mengenali ekspresi kemarahan pasangan, dan tingkat atau level kemarahannya. Dengan mengenalinya, kita akan tahu betapa marahnya pasangan walaupun hanya diekspresikan lewat sikap diam dan mimik muka dingin.

Saat mengetahui pasangan tengah marah, hendaknya anda berusaha mendekat dan menenangkannya. Sangat bagus jika sejak awal anda sudah memiliki kesepakatan dengan pasangan tentang “sikap yang diharapkan pasangan saat ia marah”. Dengan itu anda akan tahu apa yang menyenangkan serta menenangkan hati pasangan saat ia tengah marah kepada anda. Ikut marah, membalas kemarahan dengan kemarahan, atau meninggalkan pasangan yang tengah marah, bukanlah tindakan yang tepat. Jika salah satu tengah marah, yang lainnya harus berusaha cool dan tetap tenang.

Jika tidak mengerti kemarahan pasangan, anda merasa ia baik-baik saja, padahal tengah menyimpan ‘bom waktu’ yang siap meledak setiap saat. Berhati-hatilah.

Selamat pagi, selamat beraktivitas. Salam Kompasiana. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun