Dalam kehidupan sehari-hari, banyak pasangan suami isteri mengalami kegagalan berkomunikasi. Sering terjadi salah paham di antara mereka berdua. Saat suami bicara, isteri tidak menangkap maksud pembicaraan suami. Menurut sang isteri, suaminya kalau berbicara selalu melingkar-lingkar dan tidak jelas kemauannya.Â
Demikian pula saat isteri berbicara, tidak dimengerti isinya oleh suami. Sudah sekian lama isteri bicara, namun suami merasa kehilangan arah, sebenarnya apa yang dikehendaki sang isteri. Ujung-ujung dari pembicaraan yang saling tidak dimengerti ini adalah ketersinggungan, kemarahan dan pertengkaran.Â
Memang ada beberapa jenis hambatan, yang biasanya membuat komunikasi menjadi tidak efektif. Menurut Ron Ludlow dan Fergus Panton dalam bukunya Komunikasi Efektif (Penerbit Andi, Yogyakarta, 1996), hambatan-hambatan komunikasi itu meliputi perbedaan status, problem semantik, distorsi persepsi, perbedaan kultur, gangguan fisik, miskin pilihan sarana, dan tidak adanya respon. Berikut ini saya fokuskan pembahasan pada lingkup hambatan komunikasi antara suami dan isteri.Â
1. Status EffectÂ
Adanya perbedaaan status sosial yang dimiliki suami dan isteri bisa menjadi hambatan komunikasi. Misalnya seorang suami yang "berdarah biru" atau ningrat, sementara isterinya dari kalangan masyarakat biasa. Atau isteri yang menempuh pendidikan tinggi hingga mencapai gelar doktor bahkan profesor, sementara suaminya lulusan SMP atau SMA.Â
Ada isteri yang memiliki karier bagus dan mampu mencapai puncak jabatan di instansinya, sementara sang suami tidak pernah naik pangkat dan jabatan. Ada pula suami yang menikmati posisi sebagai pemimpin keluarga, lalu bersikap otoriter karena meletakkan isteri sebagai bawahan. Itu semua adalah contoh adanya perbedaan status sosial antara suami dan isteri.Â
Jika mereka tidak saling memahami dan toleransi atas perbedaan itu, bisa membuat pasangannya tidak dapat mengemukakan pendapatnya dengan lancar. Ada sekat status sosial yang menyebabkan masing-masing tidak leluasa dalam berkomunikasi.Â
2. Semantic Problems dan Perceptual DistortionÂ
Faktor semantik menyangkut bahasa, diantaranya mengenai makna kata dan kalimat. Ada kata-kata yang diucapkan suami, namun dipahami dengan cara berbeda oleh isteri. Ada kalimat yang diucapkan isteri, namun dipahami secara berbeda oleh suami. Sedangkan distorsi persepsi adalah penyimpangan persepsi dari makna yang dikehendaki.Â
Misalnya ketika suami mengatakan "Aku tidak senang melihat engkau berpakaian seperti itu". Sang isteri tersinggung dan sakit hati, karena ia menyimpulkan suaminya membenci dirinya.Â
Perhatikan, kata "tidak senang", telah dipahami sebagai "benci". Padahal "tidak senang" itu tidak sama dengan "benci". Ini yang menjadi salah satu contoh problem semantik dalam komunikasi, bahwa kata-kata dan kalimat itu bisa dimaknai dengan cara berbeda oleh pasangan.Â
Contoh lain, saat isteri mengatakan kepada suami, "Aku ingin kamu lebih bersemangat dalam kerja, supaya hasilnya lebih banyak." Kalimat ini membuat sang suami tersinggung, karena "Saya dikira pemalas. Saya kan sudah bekerja keras selama ini". Perhatikan, kata "lebih bersemangat kerja", dipahami sebagai menuduh suami sebagai pemalas. Padahal jelas sangat berbeda maknanya.Â
Demikian pula problem semantik dan distorsi persepsi dalam tulisan. Saat suami mengirim pesan chat kepada isterinya dengan kalimat "Cepat pulang!!!" Isteri merasa sangat tidak nyaman dengan chat tersebut. Ia merasa baru sebentar pergi sudah dimarahi dan disuruh pulang.Â
"Kenapa engkau memarahiku????" Jawab isteri lewat chat.Â
"Aku tidak marah!!!!!" balas suami.Â
Penggunaan tanda seru dalam tulisan, bisa dimaknai sebagai bahasa marah. Berbeda antara "Cepat pulang...." yang ditulis dengan tambahan titik-titik, dengan "Cepat pulang !!!!" yang ditulis dengan tambahan beberapa tanda seru. Padahal sang suami merasa tidak marah dan hanya meminta isterinya cepat pulang.Â
Distorsi persepsi dapat disebabkan karena perbedaan cara pandangan yang sempit pada diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta cara mengerti yang sempit terhadap orang lain. Sehingga dalam komunikasi terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang antara satu dengan yang lainnya.Â
3. Cultural DifferencesÂ
Hambatan komunikasi bisa disebabkan oleh karena perbedaan latar belakang budaya atau kebiasaan antara suami dan isteri. Perbedaan corak kultur sangat tampak dalam masyarakat Indonesia yang heterogen. Budaya Batak berbeda dengan Jawa, kultur Makassar tidak sama dengan Sunda, kebiasaan masyarakat Madura berbeda dengan Betawi, dan seterusnya.Â
Jika suami berasal dari Batak dan isteri berasal dari Solo, Jawa Tengah, bisa menimbulkan problem komunikasi ketika mereka tidak saling berusaha memahami dan menyesuaikan diri. Isteri menganggap suaminya kasar kalau bebricara, sedangkan suami menganggap isterinya tidak pernah jelas kalau bicara, karena terlalu pelan.Â
4. Physical Distractions Â
Gangguan fisik bisa menjadi hambatan komunikasi. Gangguan ini bisa terjadi pada pengaruh lingkungan fisik terhadap proses berlangsungnya komunikasi. Contohnya suara riuh atau kebisingan, suara hujan atau petir, menyebabkan pembicaraan menjadi tidak nyaman dan membuat pesan tidak tertangkap secara jelas dan utuh.Â
Gangguan fisik juga bisa disebabkan karena kondisi fisik yang menyebabkan tidak jelas dalam berbicara. Misalnya suara menjadi sengau, atau suara menjadi tidak jelas, karena faktor struktur fisik organ suara.Â
5. Poor Choice of Communication ChannelsÂ
Kadang terjadi gangguan yang disebabkan oleh media yang dipergunakan dalam komunikasi. Misalnya ketika sedang menelpon pasangan, terjadi gangguan signal, sehingga suara telepon menjadi terputus-putus dan tidak jelas.Â
Pada situasi seperti itu harus segera ada pilihan lain untuk meneruskan komunikasi, misalnya dengan mengirim pesan chat, "Maaf sayang, signal sedang jelek di sini, nanti aku telepon lagi ya". Dengan cara itu, pasangannya tidak memiliki perasaan curiga atau khawatir, karena sudah ada penjelasan.Â
Kadang suami isteri berada dalam suasana ketegangan. Mereka tidak bisa berbicara satu dengan yang lainnya, karena tengah konflik. Dalam kondisi tidak bisa berkomunikasi secara langsung dengan berbicara, seharusnya ada alternatif lain untuk menyalurkan pesan. Misalnya melalui tulisan, apakah surat, email, chatting dan lain sebagainya. Dengan cara itu, komunikasi tetap berjalan lancar, walau tidak harus dalam bentuk pembicaraan langsung.Â
6. No FeedbackÂ
Hambatan komunikasi bisa terjadi karena tidak adanya respon atau tanggapan sama sekali. Misalnya seorang isteri yang merasa telah banyak berbicara, bercerita dan mencurahkan perasaan, namun sang suami hanya diam saja. Tidak merespon sama sekali.Â
Isteri menjadi tersinggung dan akhirnya malas berbicara karena merasa tidak diperhatikan. Padahal diamnya suami bukan karena tidak memperhatikan, namun ia tidak tahu akan bicara apa pada waktu itu.Â
Sesungguhnya respon tidak selalu berbentuk kalimat atau ungkapan-ungkapan. Karena respon bisa berbentuk mimik wajah, bahasa tubuh, pelukan, belaian, genggaman tangan dan seterusnya. Dengan cara itu isteri merasa telah diperhatikan oleh suami, walaupun tidak ada pembicaraan dari suami.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H