“Wahai anak pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh anak saudaramu,” ujar Khadijah.
“Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?” tanya Waraqah.
Nabi Saw mulai berkisah tentang apa yang dialaminya di gua Hira.
“Itu Namus yang pernah Allah turunkan untuk membawa wahyu kepada Musa. Wahai, andai kiranya saat itu aku masih muda... Andai kiranya ketika itu aku masih hidup, tatkala kaummu mengusirmu...” ujar Waraqah.
Nabi Saw terkejut. “Apakah mereka akan mengusirku?”
“Iya”, tegas Waraqah, “Tidak ada seorang pun yang membawa seperti yang engkau bawa kecuali ia akan dimusuhi. Kalau aku mendapati hari-harimu itu tentu aku akan menolongmu dengan pertolongan yang kuat” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Perhatikan bagaimana peran Bunda Khadijah dalam menenangkan dan menyemangati sang suami. Ia sangat yakin akan kebaikan suaminya. Maka ia tidak khawatir dengan apa yang dialami oleh Nabi Saw di Gua Hira. Untuk itu ia mengajak Nabi Saw menemui Waraqah yang dianggap bisa memberi penjelasan atas apa yang sedang terjadi. Tindakan Bunda Khadijah sejak menyelimuti, menguatkan suami dengan kata-kata yang penuh semangat, mengajak suami kepada Waraqah, adalah tindakan yang benar-benar membantu dan diperlukan oleh Nabi Saw pada waktu itu.
Inilah salah satu karakter istri salihah. Pandai menenangkan suami saat gelisah, pandai menyemangati suami saat lemah.
Episode Kedua
Sebuah episode pada zaman kenabian, saat terjadi peristiwa Perjanjian Hudaibiyah. Pada tahun keenam hijriyah, di bulan Dzulqa’dah, Nabi Saw dan para sahabat berencana melaksanakan umrah di Baitullah. Mereka berangkat dari Madinah menuju Makkah dalam keadaan berihram.
Namun orang-orang paganis Makkah menghalangi beliau dan para sahabat untuk masuk ke kota Makkah. Maka dibuatlah perjanjian antara beliau dan orang-orang paganis bahwa beliau baru diperkenankan masuk kota Makkah tahun depan. Karena batal malaksanakan umrah beliau memerintahkan kepada para sahabatnya untuk melepas pakaian ihram, menyembelih hewan dan mencukur rambut.