Mohon tunggu...
Syam ibnu Ram
Syam ibnu Ram Mohon Tunggu... Human Resources - ASN

Pegiat Keayahan (https://www.ayahkeren.com/search/label/Kolom%20Ayah?&max-results=6)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Cucak Rawa; Dari Parangtritis untuk Indonesia

31 Januari 2016   14:28 Diperbarui: 31 Januari 2016   14:34 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="( Gelaran Hajat Penggila Burung Cucak Rawa Dalam Kopdar KPCRI V) | Sumber Gambar: Dok. Pribadi"][/caption]Puluhan orang yang tergabung dalam Komunitas Pecinta Cucak Rawa Indonesia (KPCRI) menggelar kopi darat (kopdar) bertempat di Taman Wisata Puncak Parangtritis Yogyakarta, Sabtu (30/01/2016). Momen yang digawangi oleh om Agus Barokah dan kawan-kawan dari KPCRI regional Yogyakarta ini adalah agenda rutin dari komunitas para penangkar dan penggemar burung cucak rawa seluruh Indonesia tersebut. Dan momen ini adalah hajatan kali ke lima mereka.

Sebagaimana ke empat kodar sebelumnya, momen kali ini juga mampu menyedot peserta dari berbagai daerah di Indonesia. Para penggila burung cucak rawa dari Jakarta, Jateng DIY, Surabaya, Malang, Sukamara Kalimantan Tengah, Banjarbaru Kalimantan Selatan menhadiri hajatan penting ini.

Suasana kopdar berlangsung meriah dan penuh kekeluargaan. Acara dikemas dalam suasana lesehan yang santai namun tetap serius. Suasana santai tapi serius ini sengaja dipilih, karena acara ini di samping membahas tema seputar penangkaran burung cucak rawa yang lumayan menuntut konsentrasi, peserta kopdar juga dimanjakan dengan indahnya pemandangan puncak parangtritis dan eloknya pemandangan laut selatan. Maklum acaranya memang digelar di kawasan Wisata Pantai Parang Tritis, sebuah destinasi wisata yang sudah kesohor bahkan sampai ke manca negara, yang keindahan alamnya turut mendukung kemeriahan acara ini.

Aroma kemeriahan acaranya sendiri sebenarnya sudah tercium beberapa pekan sebelumnya. Dari hari ke hari dalam medio Januari ini tak henti-hentinya para anggota KPCRI menunjukkan antusiasmenya yang kian meninggi. Sebagian bahkan menyampaikan ketidaksabarannya dalam group WA. Bahkan sampai ada yang kepingin melipat kalender bulan Januari ini langsung menjadi tanggal 30 saja. Ini mirip calon mempelai yang pingin segera naik ke pelaminan.

Maklum acara ini memang sangat penting, terutama bagi para penangkar. Sebab dalam empat kopdar sebelumnya selalu membahas persoalan aktual yang dihadapi oleh penangkar. Tentu saja di kopdar kali ini hal serupa akan terulang. Dan acara kali ini benar-benar bernas.

Dalam sambutannya ketua KPCRI  om Joko Sadono mengatakan bahwa kegiatan kopdar ini bertujuan  untuk menyambung tali silaturahim para penggemar dan pemerhati burung cucak rawa yang tergabung dalam wadah KPCRI. Melalui silaturahim (jumpa darat) ini diharapkan anggota KPCRI dapat memanfaatkannya sebagai media untuk lebih mengintensifkan kegiatan dalam membangun jaringan sosial antar sesama penangkar dan pemerhati burung cucak rawa yang ada di seluruh Indonesia, sekaligus bertukar pikiran tentang cara menangkarkan maupun merawat burung cucak rawa yang baik.

Di samping itu diharapkan forum ini juga bisa memberikan pemahaman kepada para pesertanya tentang arti pentingnya melestarikan burung dari ancaman kepunahan, khususnya burung cucak rawa. Dengan pemahaman yang benar maka diharapkan para anggota KPCRI termotivasi untuk melakukan upaya-upaya pemberdayaan dan memberikan rangsangan kepada masyarakat untuk ikut berkontribusi dalam konservasi burung melalui penangkaran, imbuhnya.

 Dalam pers rilis yang dikirim ke media, lelaki penggila burung cucak rawa yang biasa di panggil om Jokosa ini, mengatakan bahwa menangkar burung cucak rawa memiliki tantangan tersendiri, karena burung bersuara merdu ini memiliki kebiasan berbeda dibandingkan dengan burung lain pada umumnya. Salah satu kebiasan buruknya adalah sering membuang telurnya sendiri bahkan kadang membuang anaknya dari saranng.

Selain perilaku buruk dari burung tersebut, kata beliau, banyaknya aksi perburuan yang dilakukan oleh sebagian oknum masyarakat menyebabkan populasinya di alam liar menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, saat ini populasi cucak rawa di daerah Sumatera dan Kalimantan pun sudah menurun.

Selain itu ancaman kepunahan burung cucak rawa juga “didukung” oleh faktor gengsi sang burung. Jamak difahami bahwa burung cucak rawa merupakan burung yang mempunyai tempat tersendiri di hati penggemarnya; karena keindahan alunan suaranya dan kecantikan bulunya.  

Sehingga tidak mengherankan jika bagi sebagian masyarakat Indonesia, memelihara burung cucak rawa, bukan lagi sekedar menyangkut hobi semata namun sudah menyangkut status sosial seseorang di dalam masyarakat.

Berpangkal dari ke tiga faktor tersebut, sangat wajar jika harga burung cucak rawa tergolong mahal dibandingkan dengan spesies burung lainnya. Dan kabar gembiranya bagi para penangkar, setiap tahun harganya terus naik. Namun kabar buruknya, karena harga itu pula perburuan liar menjadi semakin sulit untuk dihentikan.

Guna mengatasi ancaman kepunahan burung cucak rawa, masih kata om Jokosa, perlu lebih digalakkan lagi kepedulian dari berbagai pihak untuk menjaga kelestariannya. Salah satu bentuk pelestariannya adalah penangkaran. Jika upaya penangkaran ini tidak digalakkan maka bukan mustahil dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan, populasi burung cucak rawa akan punah. Wouow . . . ngeri  ya . . .

Jika hal ini terjadi maka kita sendiri yang akan rugi dan kelak anak cucu kita tidak bisa menikmati keindahan suaranya dan kecantikan penampakannya. Mereka hanya akan mengenalnya lewat gambar. Kasihan sekali mereka . . .

Untuk itu agar burung ini tetap lestari maka berbagai upaya pelestariannya perlu untuk digalakkan, salah satunya dengan penangkaran. Melalui penangkaran maka perkembangbiakannya akan bisa dikontrol dengan baik. Untuk itulah KPCRI lahir. Dan untuk itu pula forum kopdar ini digelar, kata beliau mengakhiri dalam pers rilisnya.

Karena itu dalam kopdar yang diikuti hampir delapan puluhan anggota KPCRI dari berbagai daerah di Indonesia kali ini dikupas tuntas seputar penangkaran burung cucak rawa dan perawatan kesehatannya.

Sebagai pembicaranya panitia telah menghadirkan dr. Damai Santosa, Sp. PD. KHOM, FINASIM  dari Semarang dan dan DR. Drh. Edi Boedi Santoso, MP dari bagian patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada Yogyakarta, tempat beliau merangkap sebagai staf pengajar.

Kedua dokter yang kebetulan sama-sama bermarga Santosa dan sama-sama penggila burung ini berbagi materi dengan apik. Dr. Damai Santosa, Sp. PD. KHOM, FINASIM mengupas tentang teknik penangkaran burung cucak rawa dengan segala pernak-pernik yang mengitarinya. Sedangkan DR. Drh. Edi Boedi Santoso, MP membedah dari sisi kesehatannya.

Kedua nara sumber sependapat bahwa keberhasilan menangkar burung cucak rawa di awali dari pemilihan calon indukan yang meliputi kesehatannya, jenis kelaminnya, serta usia. Khusus dalam hal menentukan jenis kelaminnya, ini termasuk persoalan yang krusial. Pasalnya  dua burung cucak rawa yang satu kelaminpun yaitu sama-sama jantan misalnya, pada saat birahi mereka bisa saling tindih seperti sedang kawin.

Demikian juga yang terjadi di kalangan cucak rawa betina. Sepasang burung yang sama-sama betina, bisa unjal sarang dan bertelur sebagai mana sepasang cucak rawa jantan dan betina. Tentu saja bedanya terletak pada terjadinya pembuahan atau tidak. Itulah krusialnya menentukan jenis kelamin pada burung cucak rawa.

Masih menurut DR Edi dalam hal ransum, pemberian pakan yang memenuhi kebutuhan protein, vitamin dan mineral menjadi prasyarat penting untuk menciptakan produktifitas sepasang indukan.

Mengenai pemilihan jenis kandang terbuka atau tertutup dr Damai memberikan gambaran, bahwa kedua type kandang ini sama-sama baiknya. Yang penting sesuai dengan karakter burungnya. Karena itu telitilah dengan cermat apakah burung milik kita cocok di kandang model terbuka atau kandang model tertutup. Lalu sesuaikan pilihan type kandang kita dengan karakter burung tersebut. Jika tips ini kita lakukan maka, kemungkinan besar produktifitas burung kita akan stabil.

Masih dalam sesi yang sama DR Edi memberikan komparasi antara memilih indukan dengan cara membesarkan dari trotolan atau bedol kandang. Dalam hal ini terdapat kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jika budget kita mencukupi maka memilih bedol kandang tentu lebih cepat menghasilkan anakan. Namun jika budget kita pas-pasan maka membeli burung siapan akan lebih baik, hanya saja kita sebagai penangkar membutuhkan waktu yang lebih lama untuk bisa menikmati hasilnya.

Namun meskipun peluang menghasilkan anak akan lebih cepat melalui bedol kandang, ada hal yang harus diwaspadai jika kita memilih bedol kandang, yaitu agar kita menyediakan “fasilitas” yang sama pesis dengan “fasilitas” di tempat yang lama. Fasilitas tersebut meliputi piranti maupun suasana di dalam dan di luar kandang, jadwal pemberian pakan, serta jenis pakan agar burung lebih mudah dalam menyesuaikan diri di tempat yang baru. Demikian seperti yang beliau ulas.

Acara kopdar berlangsung benar-benar gayeng sampai tengah hari. Selesai ishoma acara di lanjutkan dengan sesi ramah tamah. Dalam sesi ini diisi dengan perkenalan profil masing-masing peserta, masukan kepada sesama penangkar dan harapan mereka kepada KPCRI ke depan.

Salah seorang peserta yaitu om Herman atau Heru Manuk alias Heru Sutarman, seorang penggila burung cucak rawa senior dari Hero Bird Farm Banjarnegara, yang sekaligus pendiri dan pegiat Asosiasi Penangkar Cucak Rawa (APCR) beliau menuturkan agar kicau mania mengutamakan cucak rawa hasil penangkaran. Ini sekaligus untuk menyerap hasil jerih payah mereka. Yang kedua penangkar harus bisa mencetak penangkar baru sebagai bagian dari strategi perluasan pasar. Dan kepada para penangkar beliau berpesan agar tak bosan-bosannya melakukan inovasi penangkaran dan senantiasa bersabar dalam menghadapi kendala-kendala penangkaran. Istilahnya penangkar harus pandai ngemong ati, agar tidak makan ati, tandas beliau.

Hal ini senada dengan pesan dari DR Edi yang juga menandaskan bahwa untuk menjaga stabilitas produksi seorang penangkar cucak rawa tidak boleh bersikap grusa-grusu dalam merawat burungnya. Sebab antara penangkar dan burung tangkarannya mereka terikat dengan ikatan emosi. Jika penangkarnya grusa-grusu atau kemrungsung tidak sabaran dan pingin segera memetik hasilnya, maka sang indukan akan menangkap kegelisan tersebut. Maka burungpun menjadi tidak tenang. Dalam kondisi gelisah indukan cucak rawa tidak bisa berproduksi dengan baik. Mungkin indehoy-.nya terganggu ya he he he . . . samalah kayak kita, mana enak kalau indohoy kita terganggu, bukan begitu om Heru . . .he he he . . .

Sementara itu Haji Subehan, penggila cucak rawa paling senior di Banjar Baru Kalimantan Selatan yang jauh-jauh menghadiri hajatan kelima KPCRI ini, beliau lebih menyoroti pada suasana semaraknya forum yang terlihat sangat hidup. Forumnya betul-betul hidup, sehingga bisa dinikmati oleh seluruh peserta, kata beliau.

Kalau dari sisi materi koddar beliau berharap agar ke depan lebih bisa menukik lagi, misalnya dengan menghadirkan penangkar yang benar-benar sudah malang melintang di kandang penangkaran. Dengan menghadir penangkar yang matang ditempa persoalan di lapangan, diharapkan semua problem yang dialami peserta kopdar akan terjawab berdasarkan pengalaman riil dari sang nara sumber.

Tak ada pesta yang tidak berakhir. Mataharipun kini sudah bergeser ke barat. Seluruh acara berlangsung dengan baik.

Namun tak ada gading yang tak retak. Sesempurna apapun, seluruh kerja panitia dan partisipasi peserta selalu menyisakan kekurangan. Karena salah dan lupa adalah dua sifat yang selalu melekat pada kita sebagai manusia. Untunglah ustadz Arif Damkar dari Kebumen memberikan tausiyah dengan mengutip sabda nabi yang berbunyi “al insanu mahalul khoto’ wa nisyan” yang artinya manusia adalah tempatnya salah dan lupa.

Mendapat tausiyah seperti ini rasanya “Mak Nyessss . . . “ hati inipun terasa adeeemmm . . .sehingga kita semua bisa saling memaklumi jika ada kekurangan di antara kita. Baik di antara sesama panitia maupun antara panitia dan peserta.

Kerja keras kalian tidak sia-sia, semuanya akan menjadi amal baik kalian . . . tapi ngomong-ngomong pak Arif Damkar kemana ya ? Kok gak ada penampakannya . . . he he he . . .

Salam hangat semuanya . . .klank . . .klink . . .klunk . . .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun