Berpangkal dari ke tiga faktor tersebut, sangat wajar jika harga burung cucak rawa tergolong mahal dibandingkan dengan spesies burung lainnya. Dan kabar gembiranya bagi para penangkar, setiap tahun harganya terus naik. Namun kabar buruknya, karena harga itu pula perburuan liar menjadi semakin sulit untuk dihentikan.
Guna mengatasi ancaman kepunahan burung cucak rawa, masih kata om Jokosa, perlu lebih digalakkan lagi kepedulian dari berbagai pihak untuk menjaga kelestariannya. Salah satu bentuk pelestariannya adalah penangkaran. Jika upaya penangkaran ini tidak digalakkan maka bukan mustahil dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan, populasi burung cucak rawa akan punah. Wouow . . . ngeri  ya . . .
Jika hal ini terjadi maka kita sendiri yang akan rugi dan kelak anak cucu kita tidak bisa menikmati keindahan suaranya dan kecantikan penampakannya. Mereka hanya akan mengenalnya lewat gambar. Kasihan sekali mereka . . .
Untuk itu agar burung ini tetap lestari maka berbagai upaya pelestariannya perlu untuk digalakkan, salah satunya dengan penangkaran. Melalui penangkaran maka perkembangbiakannya akan bisa dikontrol dengan baik. Untuk itulah KPCRI lahir. Dan untuk itu pula forum kopdar ini digelar, kata beliau mengakhiri dalam pers rilisnya.
Karena itu dalam kopdar yang diikuti hampir delapan puluhan anggota KPCRI dari berbagai daerah di Indonesia kali ini dikupas tuntas seputar penangkaran burung cucak rawa dan perawatan kesehatannya.
Sebagai pembicaranya panitia telah menghadirkan dr. Damai Santosa, Sp. PD. KHOM, FINASIMÂ dari Semarang dan dan DR. Drh. Edi Boedi Santoso, MP dari bagian patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada Yogyakarta, tempat beliau merangkap sebagai staf pengajar.
Kedua dokter yang kebetulan sama-sama bermarga Santosa dan sama-sama penggila burung ini berbagi materi dengan apik. Dr. Damai Santosa, Sp. PD. KHOM, FINASIM mengupas tentang teknik penangkaran burung cucak rawa dengan segala pernak-pernik yang mengitarinya. Sedangkan DR. Drh. Edi Boedi Santoso, MP membedah dari sisi kesehatannya.
Kedua nara sumber sependapat bahwa keberhasilan menangkar burung cucak rawa di awali dari pemilihan calon indukan yang meliputi kesehatannya, jenis kelaminnya, serta usia. Khusus dalam hal menentukan jenis kelaminnya, ini termasuk persoalan yang krusial. Pasalnya dua burung cucak rawa yang satu kelaminpun yaitu sama-sama jantan misalnya, pada saat birahi mereka bisa saling tindih seperti sedang kawin.
Demikian juga yang terjadi di kalangan cucak rawa betina. Sepasang burung yang sama-sama betina, bisa unjal sarang dan bertelur sebagai mana sepasang cucak rawa jantan dan betina. Tentu saja bedanya terletak pada terjadinya pembuahan atau tidak. Itulah krusialnya menentukan jenis kelamin pada burung cucak rawa.
Masih menurut DR Edi dalam hal ransum, pemberian pakan yang memenuhi kebutuhan protein, vitamin dan mineral menjadi prasyarat penting untuk menciptakan produktifitas sepasang indukan.
Mengenai pemilihan jenis kandang terbuka atau tertutup dr Damai memberikan gambaran, bahwa kedua type kandang ini sama-sama baiknya. Yang penting sesuai dengan karakter burungnya. Karena itu telitilah dengan cermat apakah burung milik kita cocok di kandang model terbuka atau kandang model tertutup. Lalu sesuaikan pilihan type kandang kita dengan karakter burung tersebut. Jika tips ini kita lakukan maka, kemungkinan besar produktifitas burung kita akan stabil.