Mohon tunggu...
Pajriana Baeturrohman
Pajriana Baeturrohman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IAILM Suryalaya Fakultas Dakwah prodi ilmu tasawuf

Mahasiswa Institut agama Islam latifah mubarokiyah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hikmah di Ujung Kesabaran

29 Oktober 2024   12:00 Diperbarui: 29 Oktober 2024   12:04 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Azmi duduk sendirian di teras masjid pesantren setelah shalat Isya. Angin malam berhembus pelan, membawa dingin yang menusuk sampai ke tulang. Langit malam itu cerah, bertabur bintang, seolah-olah semesta sedang bersinar terang di atas pesantren Al-Ma'arif yang terletak di pinggiran kota.

Azmi sudah lima tahun tinggal di pesantren ini. Sejak kelas satu SMP, ia sudah menghafal Al-Qur'an dan belajar berbagai ilmu agama dengan penuh kesungguhan. Namun, meski lima tahun berlalu, ia merasa hatinya tak pernah tenang. Beberapa hafalannya sering terlupa, dan doa-doa yang ia panjatkan serasa menggantung, tanpa jawaban.

Kegelisahan itu semakin dalam saat mendengar kabar bahwa ibunya sakit keras di kampung. Namun, sebagai anak dari keluarga yang sederhana, Azmi tidak memiliki uang untuk pulang. Ia hanya bisa berdoa setiap malam, berharap Allah memberikan kesembuhan pada ibunya.

"Azmi, kamu nggak masuk ke asrama?" Suara Ustaz Fadhil, salah satu pengajar pesantren, membuyarkan lamunannya.

Azmi tersenyum kecil. "Belum, Ustaz. Saya ingin menenangkan pikiran dulu."

Ustaz Fadhil duduk di sebelah Azmi, memandangi wajah santri muda itu. Ia tahu ada kegelisahan di hatinya. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Nak?"

Azmi menunduk. "Ibu saya sakit, Ustaz. Saya ingin sekali pulang, tapi tidak punya biaya."

Ustaz Fadhil mengangguk perlahan. Ia paham, santri seperti Azmi kerap menghadapi kesulitan. "Azmi, pernahkah kamu mendengar kisah Nabi Ayub?" tanyanya, mencoba memberi Azmi sebuah pelajaran.

Azmi mengangguk, "Nabi yang diuji dengan penyakit dan kehilangan harta benda, tapi tetap bersabar dan bersyukur kepada Allah."

"Betul. Allah selalu punya cara untuk menguji hamba-Nya, Nak. Setiap ujian adalah bentuk cinta-Nya, dan ujian itu akan selesai saat kita benar-benar ridha dan sabar."

Azmi merenungkan kata-kata Ustaz Fadhil. Di malam itu, ia memutuskan untuk semakin memperbanyak doanya dan memperkuat kesabaran. Dalam hati, ia berkata pada dirinya sendiri bahwa ia akan terus berdoa dan berusaha, meski jalan tampak sulit.

Hari berganti, dan Azmi menjalani hari-harinya dengan lebih ikhlas. Ia mengaji lebih sering, berusaha menghafal Al-Qur'an lebih giat, seolah-olah itu adalah persembahan doanya untuk kesembuhan ibunya.

Dua bulan kemudian, sebuah kabar datang yang membuatnya terkejut. Pesantren menerima donasi dari seorang dermawan, dan Ustaz Fadhil memberi tahu bahwa sebagian dari donasi itu diperuntukkan bagi santri yang ingin pulang karena kondisi darurat. Dengan hati penuh syukur, Azmi akhirnya pulang ke kampungnya.

Saat tiba di rumah, Azmi terkejut melihat ibunya yang telah sembuh dari sakitnya. Sang ibu tersenyum menyambut kepulangannya. Mereka berdua menangis, berpelukan penuh haru. Azmi merasa begitu bersyukur atas segala ujian dan kesabaran yang telah ia jalani.

Di malam itu, Azmi berdoa di sisi ibunya. Ia tersadar bahwa segala ujian datang dengan tujuan. Allah mungkin tidak selalu memberikan apa yang kita inginkan dengan segera, tetapi Dia selalu tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya.

Di pesantren, Azmi kembali dengan tekad baru, menjalani setiap hari dengan sabar dan penuh ikhlas. Ia mengerti bahwa setiap santri, seperti dirinya, sedang diuji untuk menjadi lebih baik, lebih kuat, dan lebih dekat kepada Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun