Tik Tok merupakan aplikasi media online yang luar biasa hebat kemampuannya. TikTok telah menjadi suatu tren bagi generasi masa kini. Tak hanya kaum muda millenilal berbagai kalangan mulai dari anak -- anak, remaja sampai orang tua. Berbagai tren muncul dikarenakan keberadaan aplikasi ini. Aplikasi yang berasal dari Tiongkok ini menjadi fenomena global dalam industri media sosial. Perkebangan TikTok juga cukup pesat, aplikasi ini merupakan aplikasi wajib yang kian telah diunduh oleh jutaan orang di seluruh dunia. Lalu munculah pertanyaan, negara manakah yang menjadi pengguna TikTok terbanyak tahun 2023?
Menurut Statista yang dilakukan oleh Goodstats dalam publikasinya negara Amerika lah yang memiliki pengguna TikTok terbanyak berdasarkan total jumlah pengguna yang terlibat dalam aplikasi tersebut dengan jumlah 116 juta akun pengguna. Selanjutnya terdapat Indonesia dengan total 112 juta akun. Posisi ketiga dan keempat diduduki oleh Brazil yang memiliki 84 juta akun dan Meksiko dengan 62 juta akun. Lalu di posisi kelima diisi oleh negara Rusia dengan jumlah 51 juta akun pengguna. Beralih ke Benua Asia Tenggara terdapat beberapa negara berurutan sekaligus yaitu Vietnam dengan 50 juta akun pengguna, Filipina dengan 41,43 juta akun pengguna dan Thailand 41,06 juta akun pengguna. Terakhir di di posisi dua terbawah terdapat Turki dan Arab Saudi yang masing-masing memiliki 31 dan 28 Arab Saudi juta akun pengguna.
Kemampuan konten TikTok dalam mempengaruhi opini publik telah menjadi fenomena yang signifikan dalam era media sosial saat ini. Dalam hal ini kami mengambil sebuah sampel yakni sebuah fokus akan diberikan pada kontroversi seputar kopi sianida yang viral kembali setelah ditayangkan dalam film dokumenter "Ice Cold: Murder Coffee and Jessica Wongso" di platform Netflix. TikTok, sebagai platform berbagi video pendek yang sangat populer, telah menciptakan ruang baru bagi pengguna untuk menyampaikan opini mereka.
Fenomena ini bermula sejak ditayangkannya Film dokumenter oleh Netflix yang berjudul "Ice Cold: Murder Coffee and Jessica Wongso". Â Sebelum diproduksi, film tersebut menayangkan proses wawancara dari beberapa pihak yang terkait dengan kejadian kasus kopi sianida tersebut, diantaranya ada Jessica Kumala Wongso sebagai terdakwa, Eddy Salihin sebagai ayahnya Mirna, dan Otto Hasibuan sebagai penasihat hukum Jessica.
Proses wawancara yang menjadi trend dikalangan warganet dan di unggah berkali kali oleh user TikTok yaitu saat Eddy Salihin terdapat membawa senjata api di saku celananya yang mana pada saat itu pihak Netflix sangat terkejut.
Video wawancara tersebut menjadi cikal bakal kasus kopi sianida ini ramai dan hangat dibicarakan kembali. Sebagai referensi, mengutip dari sebuah akun dari pengguna TikTok @Lalu Mara Satriawangsa yang merespon tentang kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin oleh Jessica Kumala Wongso atau lebih dikenal dengan kasus Kopi Sianida. Dalam unggahannya dengan 33,3K Likes dan 1548 Comment. Dengan jumlah likes dan komen yang secara kuantitas sangat banyak, dan dari kebanyakan pengguna yang comment dalam unggahan tersebut menyebutkan ragu bahwa pembunuh mendiang Wayan Mirna Salihin adalah Jessica Kumala Wongso.
Sebabnya banyak sekali video yang serupa menjelaskan kejanggalan -- Kejanggalan yang ada. Sebagai contoh, penjelasan dari ayah mendiang Mirna sendiri yang malah menjadi senjata makan tuan. Alih -- alih mendapat pembelaan dari warganet, malah mendapatkan asumsi yang mana menyudutkan ayahnya mendiang Mirna. Pasalnya Ayah nya kerap kali memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan fakta -- fakta yang sebelumnya sudah dijelaskan oleh saksi ahli dalam persidangan 7 tahun yang lalu.
Respon publik yang didapati setelah melihat dari berbagai comment di unggahan TikTok menunjukan pembelaannya kepada Jessica. Padahal 7 tahun yang lalu publik ramai ramai menghakimi Jessica sebagai orang berdarah dingin yang tega membunuh teman sekaligus sahabatnya sendiri.
Publik memiliki asumsi dan cara pandang yang baru setelah hal ini ramai di TikTok, berbagai pendapat dari para Ahli seperti Dokter Djaja yang mana ahli toxicology jenazah yang menerangkan bahwa kematian mendiang Mirna bukan disebabkan karena sianida. Publik membentuk sebuah pola asumsi yang mana dalam hal ini membela justru membela terdakwa Jessica.
Ditambah lagi dari keterangan penasihat hukum Jessica yaitu Otto Hasibuan yang ditampilkan dalam video TikTok sedang wawancara bersama Karni Ilyas yang sebenarnya wawancara tersebut di unggah di YouTube, akan tetapi banyak yang mengunggah kembali di TikTok dengan versi yang lebih singkatnya. Keterangan dari Otto Hasibuan menyebutkan bahwa kurangnya alat bukti yakni CCTV yang menunjukan bahwa Jessica yang menaruh sianida di Kopi Mirna itu tidak ada faktanya dan alasan dijatuhkan hukuman dikarenakan hanya karena Jessica memesan kopi terlebih dahulu dan menolak untuk meminumnya sebelum Mirna.
Akibatnya perubahan asumsi publik terjadi karena merasa selama ini salah sangka terhadap Jessica. Hal ini dibuktikan dengan ramainya tagar "keadilan untuk Jessica" diberbagai platform terutama Twitter.
Hal yang menjadikan asumsi publik berubah tersebut tak terlepas melalui penggunaan efektif fitur-fitur kreatif dan algoritma yang cerdas, konten TikTok mampu menyebar dengan cepat dan luas, mempengaruhi persepsi dan opini publik. Dalam konteks kopi sianida, konten TikTok seperti penjelasan - penjelasan dari para ahli dan video serupa yang di unggah berkali kali dapat memainkan peran penting dalam memperkuat atau meragukan narasi yang muncul dalam film dokumenter ataupun dalam persidangan tersebut.
Dalam hal ini konten yang dibuat oleh pengguna TikTok dapat memberikan sudut pandang alternatif, mengkritik atau mengomentari narasi yang disajikan dalam film tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi pandangan publik terhadap kasus tersebut.
Akan tetapi, ini juga menjadi hal yang buruk. Karena setiap kelebihan pasti ada kekurangannya. Sebagai contoh apabila yang viral adalah seorang anak yang masih dibawah umur melakukan tindak pidana. Walaupun anak tersebut sudah diadili akan tetapi buah dari viralnya tersebut akan menjadi dampak yang serius untuk masa depannya. Hal ini juga penting untuk diingat bahwa kemampuan konten TikTok dalam mempengaruhi opini publik juga dapat menghadirkan tantangan.
Konten yang viral di TikTok seringkali tidak melewati proses verifikasi fakta yang ketat, sehingga dapat menyebarkan informasi yang tidak akurat atau bahkan menyesatkan. Pengguna TikTok juga dapat terjebak dalam efek "filter bubble" di mana mereka hanya terpapar pada sudut pandang yang sejalan dengan kepercayaan mereka sendiri. Dalam penelitian ini, akan sangat menarik untuk melihat bagaimana konten TikTok telah mempengaruhi persepsi dan opini publik tentang kasus kopi sianida setelah ditayangkan dalam film dokumenter Netflix.
Dengan memeriksa interaksi antara konten TikTok, penonton film, dan respons masyarakat secara keseluruhan, kita dapat lebih memahami peran dan dampak konten TikTok dalam membentuk opini publik. Opini publik yang terbentuk melalui konten TikTok harus diperlakukan dengan hati-hati dan kritis. Dalam era informasi yang cepat dan luas, penting untuk memverifikasi fakta, mendengarkan berbagai sudut pandang, dan melibatkan diri secara aktif dalam proses berpikir kritis sebelum membentuk opini yang berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H