Mohon tunggu...
Pairunn Adi
Pairunn Adi Mohon Tunggu... Administrasi - Penyuka fiksi

Seorang Kuli Bangunan yang sangat suka menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Boneka Jerami

10 Februari 2021   14:41 Diperbarui: 12 Februari 2021   02:01 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi boneka jerami. (sumber: pixabay.com/Geordie)

Wanita di hadapanmu mengerang, tubuhnya bergucang, sepertinya menahan rasa sakit yang teramat-sangat. Di pembaringan tanpa kasur itu tubuhnya membujur, entah mengapa kamu mematung di sampingnya, hanya memandanginya dengan kerut dahi yang membuat sepasang alismu hampir menyatu.

Mungkin kau bingung mau berbuat apa, karena wanita dihadapanmu terus mengerang, seolah iba atau tak tega, kau jadi seperti itu.

Setelah beberapa saat, kau keluar, sedang wanitu itu masih saja mengerang dan menggeliat, terlentang dengan tatapan kosong, entah apa yang membuatnya begitu, kadang tangannya menekan perut, kadang meremas-remas rambutnya dengan erangan yang suaranya memilukan yang mendengar.

"Pergilah, pergi, setan, aku tak bersalah!" Meracau, keras suaranya.

Kamu masuk dan menutup pintu kamar. Sejanak diam, mungkin kau ragu atau entah apa. Setelah beberapa saat, kau menghampirinya, mengusap dahi perempuan itu seolah kau ingin menenangkannya.

"Bersabarlah, Bu, sebentar lagi Marni datang," bisikmu.

"Aku sudah tidak tahan, sakiiit!" jawab wanita yang kau panggil ibu itu dengan teranggah-enggah.

"Sabar, Bu, jangan menyerah, ingatlah anak-anakmu," jawabmu, mungkin kau berusaha membuatnya tabah.

"Cepatlah kamu jemput dia!"

Kamu keluar lagi, entah apa yang akan kau lakukan, sedang perempuan yang kulitnya mulai keriput itu masih saja mengerang.

"Duh, Gusti, apa dosaku hingga Kau buat aku sakit seperti ini? Ampunilah, bila waktuku memang telah habis, berilah kemudahan," keluhnya lirih sambil menekan-nekan perutnya.

Satu jam kemudian kau masuk dengan wanita muda di belakangmu. Wanita cantik, pakaiannya terlihat glamour dengan sebuah tas agak besar menggantung di pundaknya. Setelah menutup pintu, kamu segera menghampiri ibumu.

"Marni, maafkan ibu, Nak," perempuan paruh baya itu mengulurkan kedua tangannya, sepertinya berharap Marni memeluknya, seakan sudah bisa menguasai diri, mungkin rasa sakitnya mereda.

Marni menoleh ke arahmu seolah bertanya dan kau anggukan kepala pelan seperti mengiyakan.

"Maafkan Marni, Bu, maaf...," bisikmu di telinga perempuan yang mulai menua itu. Isak tangis terdengar lirih, mungkin Marni haru atau merasa bersalah, entahlah ....

Kamu hanya menyaksikan kedua wanita di hadapanmu saling berpelukan dengan derai air mata. Sepertinya kau masih bingung hendak berbuat apa, membiarkan mereka atau larut dalam harunya.

"Sudahlah, Mar, sudah, jangan kau bersedih," akhirnya kau berkata sambil mengusap pundak Marni yang sedang memeluk ibumu.

Marni tak pedulikan perkataanmu, masih memeluk ibumu dengan isaknya yang semakin mengeras. Setelah beberapa saat, Marni histeris sambil mengguncang-guncang tubuh ibumu.

"Ibu ... Ibu, Mas!"

Kamu sepertinya terkejut dan langsung memegang tangan ibumu untuk beberapa saat, kemudian jarimu kau tempelkan hidungnya.

"Ibuuu ...," kau ikut histeris setelah itu. Kamu memeluk erat tubuh ibumu yang lemas dan tak bernafas lagi.

Beberapa waktu hanya terdengar suara tangismu dan Marni, entah apa yang kamu dan Marni rasakan. Kemudia Marni berdiri, mungkin sudah bisa menguasai diri.

"Maafkan Marni, Bu, maaf ...."

Marni berbalik hendak melangkah keluar, entah apa yang dipikirkannya.

"Marni ...!" serumu, mungkin kamu hendak mencegahnya pergi. Marni tak mengindahkan panggilanmu, langkahnya bergegas.

Sesaat kamu terpaku, entah apa yang kau pikirkan, mungkin kau tak percaya bila Marni akan tega meninggalkan kamu dan jasad ibumu.

Kemudian kau menutupi tubuh ibumu dengan selimutnya, ketika kamu melakukan itu, kamu melihat tas warna hitam yang dibawa Marni tadi. Beberapa saat kau hanya membolak-baliknya, mungkin kau ragu akan membukanya.

Setelah beberapa saat, kau tampak sangat terkejut sekali, raut mukamu menunjukan hal itu.

"Marni ...." Sepertinya kamu tak percaya dengan apa yang kamu lihat dalam tas tersebut.

Kau mengeluarkan sebuah boneka jerami dari dalam tas Marni, ya, boneka yang ada sebuah paku besar menancap di perutnya.

Malang, 10 Januari 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun