Satu jam kemudian kau masuk dengan wanita muda di belakangmu. Wanita cantik, pakaiannya terlihat glamour dengan sebuah tas agak besar menggantung di pundaknya. Setelah menutup pintu, kamu segera menghampiri ibumu.
"Marni, maafkan ibu, Nak," perempuan paruh baya itu mengulurkan kedua tangannya, sepertinya berharap Marni memeluknya, seakan sudah bisa menguasai diri, mungkin rasa sakitnya mereda.
Marni menoleh ke arahmu seolah bertanya dan kau anggukan kepala pelan seperti mengiyakan.
"Maafkan Marni, Bu, maaf...," bisikmu di telinga perempuan yang mulai menua itu. Isak tangis terdengar lirih, mungkin Marni haru atau merasa bersalah, entahlah ....
Kamu hanya menyaksikan kedua wanita di hadapanmu saling berpelukan dengan derai air mata. Sepertinya kau masih bingung hendak berbuat apa, membiarkan mereka atau larut dalam harunya.
"Sudahlah, Mar, sudah, jangan kau bersedih," akhirnya kau berkata sambil mengusap pundak Marni yang sedang memeluk ibumu.
Marni tak pedulikan perkataanmu, masih memeluk ibumu dengan isaknya yang semakin mengeras. Setelah beberapa saat, Marni histeris sambil mengguncang-guncang tubuh ibumu.
"Ibu ... Ibu, Mas!"
Kamu sepertinya terkejut dan langsung memegang tangan ibumu untuk beberapa saat, kemudian jarimu kau tempelkan hidungnya.
"Ibuuu ...," kau ikut histeris setelah itu. Kamu memeluk erat tubuh ibumu yang lemas dan tak bernafas lagi.
Beberapa waktu hanya terdengar suara tangismu dan Marni, entah apa yang kamu dan Marni rasakan. Kemudia Marni berdiri, mungkin sudah bisa menguasai diri.