Mohon tunggu...
Pairunn Adi
Pairunn Adi Mohon Tunggu... Administrasi - Penyuka fiksi

Seorang Kuli Bangunan yang sangat suka menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki dalam Sel

8 September 2018   10:18 Diperbarui: 8 September 2018   10:19 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lelaki di hadapaku tampak segar, ceria, walau harus menjalani hukuman di balik jeruji besi. Sorot matanya selalu menyiratkan optimis yang tinggi.

"Benar, loe, mau nikah lagi setelah bebas?"

Ia tersenyum mendengar pertanyaanku. Pena di tangannya ia mainkan, seolah sedang memikirkan jawaban.

"Apa seorang mantan terpidana dilarang menikah?" sambil tersenyum, Petrus berkilah.

Petrus sosok yang aku kagumi. Mantan pejabat tinggi yang sangat memerhatikan orang kecil.

"Tidak ada larangan, tapi, loe kan baru cerai?"

"Baru atau lama apa bedanya? Aku lelaki, Jo, beristri dua pun kagak ada larangan."

"Brati benar yang diberitakan media?"

Petrus tak menjawab, ia hanya tersenyum sebagai pembenaran.

"Termasuk calon istri, loe?"

Lelaki berkulit putih itu mengangguk, tatapannya seperti tombak, tajam menusuk mataku.

"Loe gila?"

Petrus tertawa.

"Entahlah, mungkin juga."

"Loe mau pindah agama?"

Petrus tertunduk. Entah apa yang dipikirkannya. Pena yang ia mainkan tadi diketuk-ketukan meja.

"Mungkin."

"Setelah bebas, loe menikah, trus, apa masih berniat jadi pejabat?"

"Kalau memungkinkan."

"Loe masih Petrus yang kukenal, kan?"

"Jo, apa pun yang gue lakuin, percayalah."

Setelah sekian lama aku mengenalnya, apa mungkin harus merobek kepercayaan itu. Tapi, ini seperti ada yang ganjil.

"Buat apa? Loe masih kurang merasakan dinginnya penjara?"

"Jo, kalau bukan gue, siapa lagi? Loe seneng keadaan kayak gini terus?".

"Tapi..., Ah, sulit gue memahami, loe."

Aku menatapnya lekat. Ingin kulihat sebuah kebenaran di hatinya. Tapi tak terlihat, entahlah, aku sebenarnya tak setuju, ia sudah banyak berkorban, apa mungkin akan dikorbankan lagi.

"Ya sudahlah, apa pun yang loe mau, lakuin saja."

Aku pergi setelah waktu yang diperbolehkan habis. Tapi, kecemasan mengikutiku. Ada yang menari-nari dalam pikiranku. Yang terjadi, terjadilah, setiap detik pikiran orang bisa berubah. Aku hanya berharap, Petrus tak berubah sikap dan sifatnya. Apa lagi sampai seperti mereka yang telah memasukannya dalam sel, rela menjual agamanya hanya untuk sebuah jabatan, meski ia menjalani dengan amanah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun