"Buat apa? Loe masih kurang merasakan dinginnya penjara?"
"Jo, kalau bukan gue, siapa lagi? Loe seneng keadaan kayak gini terus?".
"Tapi..., Ah, sulit gue memahami, loe."
Aku menatapnya lekat. Ingin kulihat sebuah kebenaran di hatinya. Tapi tak terlihat, entahlah, aku sebenarnya tak setuju, ia sudah banyak berkorban, apa mungkin akan dikorbankan lagi.
"Ya sudahlah, apa pun yang loe mau, lakuin saja."
Aku pergi setelah waktu yang diperbolehkan habis. Tapi, kecemasan mengikutiku. Ada yang menari-nari dalam pikiranku. Yang terjadi, terjadilah, setiap detik pikiran orang bisa berubah. Aku hanya berharap, Petrus tak berubah sikap dan sifatnya. Apa lagi sampai seperti mereka yang telah memasukannya dalam sel, rela menjual agamanya hanya untuk sebuah jabatan, meski ia menjalani dengan amanah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H