"Kita liat aja, Din, kalo kagak jualan, kita muter-muter cari warung yang bukak."
Tanpa buang waktu lagi, mereka pun meluncur ke Warung, tapi, seperti yang mereka kwatirkan, warungnya tutup.
"Gimana, Jo?"
"Terus aja cari yang bukak."
Mereka pun keliling mencari warung yang berjualan. Setelah satu jam, mereka baru menemukannya. Karena sudah sangat lapar, mereka makan dengan lahap tanpa bicara.
"Lusa team kita akan berlomba, loe jangan lupa, Jo," ujar Udin sambil menyulut sebatang rokok setelah selesai makan.
"Sepertinya kita belum benar-benar merdeka, Din, lantas kita merayakan kemerdekaannya siapa?"
"Loe, kok bilang gitu?"
"Coba kamu pikir, kita ini masih dijajah Si Ijo."
"Si Ijo?" Udin semakin bingung arah pembicaraan Tarjo.
"Iya, coba pikir, katanya sudah 73 tahun merdeka, tapi elpiji saja bisa langka, kita jadi kagak bisa masak. Kalau di pedesaan, masih bisa pakek kayu bakar, kalau di kota seperti kita yang rumahnya berhimpitan, mana mungkin bisa? Dulu minyak tanah dihapus subsidinya, kompensasinya kita diberi kompor dan tabung gas yang katanya lebih murah dan stok yang berlimpah, tapi nyatanya sering langka seperti ini," raut muka Tarjo terlihat sedih.