Mohon tunggu...
Pairunn Adi
Pairunn Adi Mohon Tunggu... Administrasi - Penyuka fiksi

Seorang Kuli Bangunan yang sangat suka menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki di Ujung Ranting Kering

8 Februari 2017   14:25 Diperbarui: 8 Februari 2017   23:04 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendongakkan wajah dengan melihat gemintang yang berkerlap-kerlip, lelaki paruh baya bergeming walau semilir angin dingin menusuk kulitnya.

"Apa yang kau pikirkan, Ayah?"

"Tidak ada, Anakku," jawab lelaki itu tanpa memalingkan wajahnya.

"Lantas, apa yang membuat Ayah murung?"

Han, lelaki paruh baya itu tidak langsung menjawab. Ia masih asyik menikmati gemerlapnya bintang di angkasa raya.

"Ayah?"

Perlahan Han mengalihkan pandang. Ia menatap lekat anak-anaknya.

"Sebuah keterpaksaan, Anakku," dengan wajah semakin gundah, Han menjawab dengan lirih.

"Ayah menyerah?"

"Andaikan ayah mampu."

"Bukankah kita berhasil menjadi sebuah team? anak-anakmu ini selalu menari dengan sebaik mungkin mengambarkan apa yang Ayah tuliskan."

Wajah Han tampak semakin murung. Ia mengambil sebuah kotak kecil dari dalam saku bajunya.

"Aku tahu, kita sudah berusaha semaksimal mungkin, Nak. Tapi...," Han berhenti berucap, ia memandangi kotak yang dipegangnya.

"Tapi apa, Yah?"

"Kotak ini akan menjadi milik orang lain," jawab Han lirih sambil menundukan muka.

"Ayah mau meninggalkan kami?"

"Sebuah keterpaksaan, Nak. Kalian bisa mencari ayah baru, masih banyak di luar sana yang lebih piawai dari ayah."

Sudut kedua mata Han menitikkan butiran bening, berkilau memantulkan cahaya bulan yang sedikit redup. Ia masih mengenggam kotak itu, keraguan menyergap hatinya.

Lama Ham terdiam sambil menimbang keputusan yang sangat berat ia laksanakan.

Akhirnya, setelah bulat kata hatinya, ia berdiri dan melangkah pergi.

Tuuut tuuut tuuut

Seorang perempuan paruh baya yang sejak tadi duduk di sebelah ranjang sambil membaca sebuah kitab, terkejut mendengar kotak putih di pojok ruangan berbunyi.

"Suster, susteer!" Seru perempuan itu panik sambil menatap lekat sebuah tubuh yang tergolek lemah di atas ranjang.

Tak berapa lama, perempuan berbaju putih datang dan langsung memeriksa kotak yang berbunyi tut tut tut terus menerus itu, kemudia memegang pergelangan tangan tubuh yang terbaring di atas ranjang. Setelah itu, ia terburu keluar ruangan.

Sementara, perempuan paruh baya semakin cemas. Ia kebingungan, hingga tak mengerti apa yang harus diperbuat.

Lima menit kemudian, Suster kembali bersama seorang pria berbaju putih pula. Tapi, ketika mereka masuk, kotak itu sudah berbunyi tuuuuuutt.

Setelah memeriksa sebentar, pria berbaju putih itu berujar, "Maaf, Bu, sudah berakhir."

 

Malang, 08 Februari 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun