"Aku tidak berani bilang, Mas."
El menundukkan mukanya. Air matanya jatuh lagi di atas meja.
"Sudahlah El, tak perlu menangis lagi. Biarlah aku mengantikannya," aku berucap sambil menghapus lelehan bening di pipinya.
"Apa, Mas?! Jangan! Aku nggak perlu dikasihani!"
"Sebenarnya..., Sebenarnya, aku mencintaimu sejak dulu, El. Tapi..., Aku nggak berani bilang, aku..., aku takut kamu menjauhiku," kataku lirih.
"Tapi, Mas...."
"Sudahlah, El, nggak ada tapi-tapian. Besok aku akan menemui orang tuamu."
"Mas nanti tidak menyesal?"
"Tidak, asal kamu mau membuka hatimu untukku. Aku mencintaimu apa adanya."
Mendengar ucapanku, air mata El semakin deras. Aku pindah duduk di sebelahnya dan merengkuh pundaknya dengan segenap rasa yang selama ini aku pendam. El menyandarkan kepalalnya di bahuku. Ada perasaan damai menyusup dalam dadaku.
"Andai saja...."