Lelah setelah mengikuti acara yang padat sebetulnya membuat mataku ngantuk, tapi perasaanku membuat tetap terjaga.
"Apakah perasaanmu sama dengan yang aku rasakan, Mas?" Batinku lagi.
Sesekali aku mencuri pandang. Wajah tampannya terlihat gelisah juga. Ia juga terkadang mencuri pandang ke arahku. Ketika beradu, kami sama-sama menunduk.
"Duh, Mas, bicara kenapa, ce? Jenuh nih," kataku dalam hati.
Hampir separuh perjalanan, kami lebih banyak diamnya. Seperti melakukan perjalanan seorang diri, Herlang lebih sibuk dengan ponselnya. Karena jenuh, aku pun terlelap. Selama tertidur, aku tidak tahu lagi kegiatan Herlang. Sampai seseorang membangunkanku.
"Mbak, sudah hampir sampai Stasiun Kota Baru," ucap seorang perempuan yang duduknya berhadapan dengan kami.
Ketika aku terbangun, aku terkejut, tangan kiriku berada dalam genggaman Herlang yang masih tertidur.
"Sejak kapan kamu menggenggam tanganku, Mas? Mungkinkah ini pertanda?" Ah, pikiranku berkata macam-macam.
Saat Herlang terbangun, dan menyadari tangannya menggenggam tanganku, ia buru-buru melepaskannya. Aku melihat ia gugup dan wajahnya memerah.
Ada perasaan hangat menyusup dalam hatiku, mungkin Herlang juga merasakannya, tapi ia malu mengungkapkan. Entahlah.
Tak lama kemudian kami turun di Setasiun Kota Baru. Semoga cinta juga turun bersama kami.